Minggu, 14 Oktober 2012

Bahasa Sebagai Lambang Pemersatu

             Sejak dahulu, bangsa indonesia sebagai pemersatuaan bangsa. Hal ini berarti bahwa setiap suku atau kelompok mempunyai tradisi dan kebudayaan sendiri, termasuk keanekaan bahasanya. Bahasa-bahasa kelompok tersebut, atau lebih dikenal sebagai bahasa daerah, selain dituturkan dan didukung oleh jumlah kelompok penutur yang sangat variatif, juga memiliki wilayah yang tersebar luas.
Tersebarnya bahasa daerah tertentu ke wilayah lain di Nusantara tentunya memungkinkan terjadinya persaingan antar bahasa daerah tersebut. Hal ini perlu disikapi secara serius oleh para pengambil kebijakan, dalam hal ini pemerintah. Kalau dibiarkan pergesekan antar bahasa daerah tersebut, dikhawatirkan akan menjadi pemicu disintegrasi bangsa. Apalagi wilayah Indonesia memiliki banyak pulau dan memiliki banyak ragam budaya, hal ini tentunya akan berimbas kepada persatuan dan kesatuan bangsa. Untuk mempersatukan bangsa yang berbeda-beda budaya, salah satunya adalah dengan bahasa nasional yaitu bahasa Indonesia. 
Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang lahir dengan keberagaman suku, adat, ras, golongan dan agama. Indonesia memiliki lebih dari 700 bahasa. Dengan keberagaman tersebut, Indonesia memerlukan satu bahasa yang bisa dimengerti semua Warga Negara dan menjadi pemersatu bangsa. Bahasa adalah alat komunikasi bagi manusia, baik secara lisan maupun tertulis. Hal ini merupakan bahasa yang tidak dihubungkan dengan status dan nilai-nilai sosial. Setelah dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari yang di dalamnya selalu ada nilai-nilai dan status bahasa yang tidak dapat ditinggalkan.
Bahasa mempunyai fungsi-fungsi tertentu yang digunakan berdasarkan kebutuhan seseorang, karena dengan menggunakan bahasa seseorang juga dapat mengekspresikan dirinya, fungsi bahasa sangat beragam. Bahasa digunakan sebagai alat untuk berkomunikasi, selain itu bahasa juga digunakan sebagai alat untuk mengadakan integrasi dan beradaptasi sosial dalam lingkunga atau situasi tertentu dan sebagai alat untuk melakukan kontrol sosial.
Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, bahasa memang sangat penting digunakan. Karena bahasa merupakan simbol yang dihasilkan menjadi alat ucap yang digunakan oleh sesama masyarakat. Dalam kehidupan sehari-hari hampir semua aktifitas kita menggunakan bahasa. Baik menggunakan bahasa secara lisan maupun secara tulisan dan bahasa tubuh.
Salah satu peranan bahasa yaitu sebagai alat komunikasi lingual manusia, baik secara lisan maupun tertulis. Ini adalah fungsi dasar bahasa yang tidak dihubungkan dengan status dan nilai-nilai sosial. Setelah dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari, yang di dalamnya selalu ada nilai-nilai dan status, bahasa tidak dapat ditinggalkan. Ia selalu mengikuti kehidupan manusia sehari-hari, baik sebagai manusia anggota suku maupun anggota bangsa. Karena kondisi dan pentingnya bahasa itulah, maka ia diberi ‘label’ secara eksplisit oleh pemakainya yang berupa kedudukan dan fungsi tertentu.

Kedudukan dan fungsi bahasa yang dipakai oleh pemakainya (baca: masyarakat bahasa) perlu dirumuskan secara eksplisit, sebab kejelasan ‘label’ yang diberikan akan mempengaruhi masa depan bahasa yang bersangkutan. Pemakaiannya akan menyikapinya secara jelas terhadapnya. Pemakaiannya akan memperlakukannya sesuai dengan ‘label’ yang dikenakan padanya.
Sebagai bagian erat bangsa Indonesia, Bahasa Indonesia memiliki kedudukan istimewa. Selain itu bahasa adalah cermin dari karakter bangsa seperti sebuah kutipan “Bahasa Itu Menunjukkan Bangsa”. Dari kutipan tersebut sudah jelas bahwa cara masyarakat menggunakan bahasa menunjukkan cara berfikir masyarakat. Mengapa demikian? Karena bahasa adalah hasil dari sebuah pemikiran. Seperti dikatakan Stephen R Covey, seorang pakar psikologi menyatakan, bahwa suatu ucapan (hasil bekerjanya lidah dan bibir) itu terlahir sebagai hasil dari proses berfikir (pikiran).

Bahasa Indonesia dikenal secara luas sejak “Soempah Pemoeda”, 28 Oktober 1928, yang menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan. Pada saat itu para pemuda sepakat untuk mengangkat bahasa Melayu-Riau sebagai bahasa Indonesia. Para pemuda melihat bahwa bahasa Indonesialah yang berpotensi dapat mempersatukan bangsa Indonesia yang terdiri atas ratusan suku vangsa atau etnik. Pengangkatan status ini ternyata bukan hanya isapan jempol. Bahasa Indonesia bisa menjalankan fungsi sebagai pemersatu bangsa Indonesia. Dengan menggunakan bahasa Indonesia rasa kesatuan dan persatuan bangsa yang berbagai etnis terpupuk. Kehadiran bahasaIndonesia di tengah-tengah ratusan bahasa daerah tidak menimbulkan sentimen negatif bagi etnis yang menggunakannya. Sebaliknya, justru kehadiran bahasa Indonesia dianggap sebagai pelindung sentimen kedaerahan dan sebagai penengah ego kesukuan.

Dalam hubungannya sebagai alat untuk menyatukan berbagai suku yang mempunyai latar belakang budaya dan bahasa masing-masing, bahasa Indonesia justru dapat menyerasikan hidup sebagai bangsa yang bersatu tanpa meinggalkan identitas kesukuan dan kesetiaan kepada nilai-nilai sosial budaya serta latar belakang bahasa etnik yang bersangkutan. Bahkan, lebih dari itu, dengan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan ini, kepentingan nasional diletakkan jauh di atas kepentingan daerah dan golongan.
Latar belakang budaya dan bahasa yang berbeda-beda berpotensi untuk menghambat perhubungan antardaerah antarbudaya. Tetapi, berkat bahasa Indonesia, etnis yang satu bisa berhubungan dengan etnis yang lain sedemikian rupa sehingga tidak menimbulkan kesalahpahaman. Setiap orang Indonesia apa pun latar belakang etnisnya dapat bepergian ke pelosok-pelosok tanah air dengan memanfaatkan bahasa Indonesia sebagai alat komunikasi. Kenyataan ini membuat adanya peningkatan dalam penyebarluasan pemakaian bahasa Indonesia dalamn fungsinya sebagai alat perhubungan antardaerah antarbudaya. Semuanya terjadi karena bertambah baiknya sarana perhubungan, bertambah luasnya pemakaian alat perhubungan umum, bertambah banyaknya jumlah perkawinan antarsuku, dan bertambah banyaknya perpindahan pegawai negeri atau karyawan swasta dari daerah satu ke daerah yang lain karena mutasi tugas atau inisiatif sendiri.
Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional mulau dikenal sejak 17 Agustus 1945 ketika bangsa Indonesia menyatakan kemerdekaannya. Dalam kedudukan sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia berfungsi sebagai lambang kebanggaan nasional atau lambang kebangsaan. Bahasa Indonesia mencerminkan nilai-nilai sosial budaya yang mendasari rasa kebangsaan. Melalui bahasa nasional, bangsa Indonesia menyatakan harga diri dan nilai-nilai budaya yang dapat dijadikan pegangan hidup. Atas dasar kebanggaan ini, bahasa Indonesia dipelihara dan dikembangkan oleh bangsa Indonesia. Rasa kebanggaan menggunakan bahasa Indonesia ini pun terus dibina dan dijaga oelh bangsa Indonesia. Sebagai lambang identitas nasional, bahasa Indonesia dijunjung tinggi di samping bendera nasional, Merah Putih, dan lagu nasional bangsa Indonesia, Indonesia Raya. Dalam melaksanakan fungsi ini, bahasa Indonesia tentulah harus memiliki identitasnya sendiri sehingga serasi dengan lambang kebangsaan lainnya. Bahasa Indonesia dapat mewakili identitasnya sendiri apabila masyarakat pemakainya membina dan mengembangkannya sedemikian rupa sehingga bersih dari unsur-unsur bahasa lain, yang memang benar-benar tidak diperlukan, misalnya istilah/kata dari bahasa Inggris yang sering diadopsi, padahal istilah.kata tersebut sudah ada padanannya dalam bahasa Indonesia.

Permasalahannya adalah masyarakat Indonesia saat ini menggunakan  bahasa seringkali tidak pada    tempatnya. Setidaknya ada 5 hal yang harus digarisbawahi tentang bagaimana masyarakat Indonesia menggunakan bahasanya. Diantaranya sebagai berikut :
1. Bahasa global yang menggejala
Tidak bisa dipungkiri bahwa pengaruh globalisasi sudah sedemikian hebatnya. Pengaruh tersebut menyentuh berbagai aspek kehidupan mulai dari aspek sosial, budaya, politik sampai bahasa. Tidak adanya batas wilayah baik antar daerah maupun  antar negara menyebabkan berbagai pengaruh masuk tanpa bisa dibendung. Pengaruh yang sangat dirasakan oleh kita adalah bagaimana bahasa menjadi terpengaruh. Pengaruh yang timbul salahsatunya tampak dalam penggunaan bahasa yang bercampur-campur baik itu bahasa Indonesia dengan bahasa daerah, bahasa Indonesia dengan bahasa asing bahkan penggunaan bahasa Indonesia disampur dengan bahasa daerah dan bahasa asing. Contoh sederhananya adalah bagaimana pemuda di kota menggunaka kata “Gue” danLoe”sebagai penggati “saya” atau “aku” dan “kamu”. Gejala ini ternyata tidak hanya terjadi di kota besar. Pengaruh ini sampai ke pelosok-pelosok negeri akibat derasnya arus informasi. Tidak hanya sampai disini. Bahasa Indonesiapun kerap kali digabungkan dengan bahasa Inggris. Misalnya ketika seseorang minta maaf, “Maaf ya Just Kidding”. Lalu apa masalahnya? Melihat masalah ini kita bisa melihat jelas bahwa masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang tidak berkarakter karena cenderung menerima dan berusaha mencari kebenaran dari sebuah informasi yang didapatkan. Selain itu melalui masalah ini pula kita bisa merasakan bahwa kebanyakan bangsa Indonesia tidak menghargai Bahasa Indonesia sebagai salah satu hasil perjuangan puta putri bangsa. Prilaku berbahasa seperti ini dapat menyebabkan Bahasa Indonesia kehilangan identitas. Betul bahwa bahasa Indonesia banyak menyerap kata asing tapi tidak menyerap kata itu dengan mentah-mentah melainkan melalui proses yang benar dan tepat.
2. Bahasa “Asal Nyambung”
Banyak orang Indonesia yang menggunakan bahasa Indonesia dengan nyeleneh. Alasannya bahasa adalah alat komunikasi jadi tidak perlu dipersulit bagaimana cara menggunakannya. Padahal bahasa lebih dari sekedar alat komunikasi. Jauh dari itu Bahasa Indonesia adalah bahasa persatuan. Oelh karna itu sikap bangga terhadap bahasa Indonesia harus ditumbuhkan di setiap dada orang Indoensia. Namun kenyataan yang terjadi adalah banyak diantara Mereka menggunakan bahasa Indonesia “asal orang mengerti”. Muncullah pemakaian bahasa Indonesia sejenis bahasa prokem, bahasa plesetan, dan bahasa jenis lain yang tidak mendukung perkembangan bahasa Indonesia dengan baik dan benar. Bila begitu keadaanya bahwa menggunakan bahasa cukup dengan asal nyambung dianggap sebagai sebuah kebenaran. Lalu untuk apa di buat aturan bahasa baku (bahasa lisan) dan Ejaan Yang Disempurnakan (bahasa tulis). Bukankah itu adalah hal yang mubazir jika tidak diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Saya pikir saat ini sudah saatnya menggunakan bahasa berpedoman pada aturan seperti halnya aturan bahasa baku maupun EYD.
3. Penggunaan bahasa asing yang tidak tepat
Masalah yang tidak kalah besar yang dihadapi bahasa Indonesia saat ini adalah merebaknaya penggunaan bahasa asing. Penggunaan bahasa asing yang cukup dominan di negeri ini menyebabkan kita bertanya-tanya, apa kekurangan bahasa Indonesia sehingga kita harus menggunakan bahasa asing dengan mentah-mentah. Penggunaan bahasa asing ini bukan hanya pada bahasa tulis seperti yang banyak tertera pada nama-nama mal, perumahan, berbagai merk produk, dan lain sebagainya. Namun juga penggunaan bahasa asing dalam berbahasa lisan. Kita bisa melihat setiap hari ditelevisi banyak tokoh publik menggunakan bahasa asing. Hal ini tentu sangat memprihatinkan. Tokoh publik adalah figur bagi masyarakat yang senantiasa menjadi tiruan masyarakat. Kalau sudah begini lalu bagaimana?. Diperlukan kesadaran semua pihak untuk untuk kembali menggunakan bahasa Indonesia sebagai identitas bangsa.
4. Sikap tak acuh dalam berbahasa Indonesia
Dengan sedemikian kencangnya arus perubahan zaman. Pengguna bahasa Indonesia belum sampai pada titik kesadaran menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Seperti yang dikatakankan oleh Sitor Situmorang bahwa orang Indonesia ’malas’ untuk mencari padanan kata dan istilah asing, istilah yang ada diserap mentah-mentah. Hal ini ditegaskan lagi oleh pernyataan Franz Magnis Suseno S.J., menurutnya salah satu faktor yang menyebabkan rata-rata orang Indonesia buruk dalam berbahasa Indonesia adalah sifat malas berpikir untuk mencari kata-kata yang tepat dan benar sesuai kaidah dalam bahasa Indonesia. Keadaan ini menyebabkan bahasa Indonesia mengalami perkembangn  yang tidak menggembirakan. Bila sikap ini tidak segera diubah maka bukan tidak mungkin kedepannya bahasa Indonesia akan menjadi bahasa pasaran yang tidak memiliki identitas.
5. Meluapnya Bahasa Eufisme dan Sarkasme
Satu lagi yang menyebabkan bahasa Indonesia semakin terpuruk adalah banyaknya penggunaan bahasa-bahasa eufisme yang berbau muatan politis dan merebaknya bahasa-bahasa sarkaseme yang membuat citra bangsa Indonesia sebagai bangsa yang tidak bermoral. Para politisi yang menggunakan bahasa eufisme untuk mengalihkan perhatian rakyat pada kenyataan sesungguhnya menyebabkan bangsa Indonesia menjadi karakter bangsa pembohong. Bagaimana tidak ketika bahasa dijadikan jembatan untuk menipu rakyat. Lalu korelasinya dimana. Pemimpin dalam hal ini pemerintah adalah cermin dari karakter bangsa. Jadi setiap tindakan dan perbuatan mereka akan menjadi contoh bagi siapapun yang dipimpinnya. Satu lagi yang amat memperihatinkan adalah bahasa sarkasme, yaitu bahasa-bahasa kasar yang digunakan untuk menghujat orang atau lembaga lain seperti Ungkapan-ungkapan maling, preman politik, biang kerok, Presiden segera dibawa ke Psikiater, Presiden bohong, gak dadi presiden gak pathe’en, Presiden Tak Jewer, negeri seperti keranjang sampah, institusi busuk dan sebagainya muncul di kalangan politisi negeri ini

Sumber:
http://cafestudi061.wordpress.com/category/bahasa-indonesia/

 


Jumat, 27 April 2012

Contoh Surat Perjanjian


Contoh surat perjanjian kerjasama
SURAT PERJANJIAN


Yang bertanda  tangan  dibawah ini kami :

  1. Nama                           : RIMA MAWARNI
Tempat/Tgl. Lahir       : Lampung, 23 April 1973
Pekerjaan                     : Wiraswasta
Alamat                        : Dsn. Tanjung Lalang RT/RW : 09/01 Desa Kaliurang Kecamatan Way Kanan Kabupaten Lampung Utara
Selaku Penjual  selanjutnya  disebut  Pihak Pertama

  1. Nama                           : SITI MAISAROH
Tempat/Tgl. Lahir       : Palembang, 03 Desember 1969
Pekerjaan                     : Wiraswasta
Alamat                        : Desa Biri Kecamatan Muara Baru Kabupaten Baturaja
Selaku Pembeli selanjutnya  disebut  Pihak Kedua

Pada hari ini Sabtu, tanggal 15 Oktober 2005, kami  pihak kesatu  dan pihak kedua  membuat  perjanjian jual beli sebagai berikut :
  1. Pihak  Pertama  memiliki  kendaraan  bermotor  roda dua (2)  yang dibeli  secara  kredit  di dealer Sumber Kencana Motor  Leces dengan melalui  jasa  FIF  pada bulan September  2004 dengan angsuran  pokok  sebesar Rp. 402.000 ( Empat Ratus Dua Ribu Rupiah ) perbulan  selama  36 bulan, dan sampai dengan tanggal 16 September 2005 angsuran yang telah dibayar  sebanyak 12 kali angsuran.
Identitas kendaraan tersebut adalah  sebagai berikut :
Merk / Type : Honda, Jenis / Model : Sepeda Motor, Warna : Hitam, Tahun Pembuatan 2004, No. Rangka : MH1HB21194K337514, No. Mesin : JB21E1B38785, No. Polisi : N 5329 PI, atas nama : RIMA MAWARNI, Alamat : Dsn. Tanjung Lalang RT/RW : 09/01 Desa Kaliurang Kecamatan Way Kanan Kabupaten Lampung Utara
  1. Pada hari ini Sabtu, tanggal 15 Oktober 2005  Pihak kesatu  telah menjual  kendaraan bermotor tersebut diatas dengan sistem oper kredit kepada pihak kedua dengan harga yang telah  disepakati bersama  sebesar Rp. 3.750.000,- ( Tiga juta tujuh ratus lima puluh ribu rupiah ), sehingga terhitung mulai  bulan Oktober tahun 2005 segala kewajiban yang berkaitan dengan  kredit  kendaraan  bermotor  tersebut  diatas  baik angsuran  bulannya  sebesar Rp. 402.000,- ( Empat ratus dua ribu rupiah ) maupun sanksi berupa denda harian apabila terlambat membayar  angsuran  setiap bulannya  selanjutnya  sepenuhnya  menjadi tanggung jawab  pihak kedua selaku pembeli.
  2. Pihak Kedua  sanggup  dan bersedia  untuk  menyerahkan  kendaraan  bermotor  tersebut diatas  kepada pihak  FIF  apabila  lalai  didalam  memenuhi  kewajiban  dan tanggung jawabnya seperti  pada  poin  no. 2 (dua).

Demikian  surat  perjanjian  ini  kami buat  dengan sebenarnya  dan  dalam  keadaan sadar serta  penuh tanggung jawab  tanpa ada unsure paksaan  dari pihak  manapun  dan kami  sanggup  dan bersedia  dituntut  sesuai  dengan hukum  yang  berlaku  apabila kami  ingkar  terhadap isi dari surat  perjanjian  ini.

                                                                                                                   Besuk, 15 Oktober 2005

Saksi – Saksi :                                                   Pihak Kedua                            Pihak Kesatu

1. Solehuddin: ……………..



2. Syaukani        : ……………..                   SITI MAISAROH                 RIMA MAWARNI

Sumber hukum formal, subjek dan objek hukum

SUMBER HUKUM FORMAL
Sumber Hukum adalah segala sesuatu yang dapat menimbulkan aturan hukum serta tempat diketemukan aturan hukum.
Sumber hukum dapat dilihat dari faktor-faktor yang mempengaruhi isi hukum dan dilihat dari bentuknya.
Dengan demikian terdapat dua jenis sumber hukum yaitu sumber hukum material dan sumber hukum formal.

Sumber hukum material adalah segala sesuatu atau faktor-faktor yang dapat mempengaruhi isi hukum.
Faktor-faktor tersebut adalah
  • Faktor filosofis
  • Faktor sosiologis
  • Faktor historis.

Faktor Filosofis
Dari sudut filsafat ada dua masalah penting yang dapat menjadi sumber hukum yaitu:
  • Ukuran untuk menentukan bahwa sesuatu itu bersifat adil. Karena hukum itu dimaksudkan antara lain untu mewujudkan keadilan, maka hal-hal yang secara filosofis dianggap adil dijadikan sebagai sumber hukum materiil.
  • Faktor-faktor yang mendorong seseorang tunduk pada hukum. Oleh sebab itu faktor-faktof yang secara filosofis dapat mendorong seseorang taat pada hukum harus diperhatikan dalam pembuatan aturan hukum positif.

Faktor Sosiologis
Faktor sosiologis adalah faktor-faktor yang ada dalam kehidupan masyarakat misalnya pendangan tentang ekonomi, agama dan psikologi. Dari faktor-faktor ini akan diperoleh hukum yang sesuai dengn kenyataan masyarakat.

Faktor Historis
Dari faktor historis ada dua jenis sumber hukum yaitu:
  • Undang-undang dan sistem hukum tertulis yang pernah berlaku pada masa lampau di suatu tempat. Unsur-unsur yang baik dari sistem hukum yang lampau dapat dijadikan materi hukum positif.
  • Dokumen-dokumen dan surat-surat serta keterangan-keterangan dari masa itu, sehingga dapat diperoleh gambaran tentang hukum yang berlaku pada masa itu yang mungkin dapat diterima untuk dijadikan hukum positif.


Sumber hukum formal adalah sumber hukum dari mana secara langsung dapat dibentuk hukum yang akan mengikat masyarakatnya. Dinamai dengan sumber hukum formal karena semata-mata mengingat cara untuk mana timbul hukum positif, dan bentuk dalam mana timbul hukum positif, dengan tidak lagi mempersoalkan asal-usul dari isi aturan-aturan hukum tersebut.
Sumber-sumber hukum formal membentuk pandangan-pandangan hukum menjadi aturan-aturan hukum, membentuk hukum sebagai kekuasaan yang mengikat. Jadi sumber hukum formal ini merupakan sebab dari berlakunya aturan-aturan hukum.
Yang termasuk Sumber-sumber Hukum Formal adalah :
  1. Undang-undang;
  2. Kebiasaan;
  3. Traktat atau Perjanjian Internasional;
  4. Yurisprudensi;
  5. Doktrin.

1. Undang-undang :

Undang-undang di sini identik dengan hukum tertutlis (ius scripta) sebagai lawan dari hukum yang tidak tertulis (ius non scripta). Pengertian hukum tertulis sama sekali tidak dilihat dari wujudnya yang ditulis dengan alat tulis.. dengan perkataan lain istilah tertulis tidak dapat kita artikan secara harfiah, namun istilah tertulis di sini dimaksudkan sebagai dirumuskan secara tertulis oleh pembentukan hukum khusus (speciali rechtsvormende organen).
Undang-undang dapat dibedakan atas :
  • Undang-undang dalam arti formal, yaitu keputusan penguasa yang dilihat dari bentuk dan cara terjadinya sehingga disebut undang-undang. Jadi undang-undang dalam arti formal tidak lain merupakan ketetapan penguasa yang memperoleh sebutan undang-undang karena cara pembentukannya.
  • Undang-undang dalam arti materiil, yaitu keputusan atau ketetapan penguasa, yang dilihat dari isinya dinamai undang-undang dan mengikat setiap orang secara umum.

2. Kebiasaan :

Dasarnya : Pasal 27 Undang-undang No. 14 tahun 1970 tentang Pokok-pokok Kekuasaan Kehakiman di Indonesia mengatur bahwa: hakim sebagai penegak hukum dan keadilan wajib menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat.
Dalam penjelasan otentik pasal di atas dikemukakan bahwa dalam masyarakat yang masih mengenal hukum yang tidak tertulis serta berada dalam masa pergolakan dan peralihan, hakim merupakan perumus dan penggali nilai-nilai hukum yang hidup di kalangan rakyat. Untuk itu ia harusterjun ke tengah-tengah masyarakatnya untuk mengenal, merasakan dan mampu menyelami perasaan hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat. Dengan demikian hakim dapat memberikan putusan yang sesuai dengan hukum dan rasa keadilan masyarakat.

3. Traktat atau Perjanjian Internasional :

Perjanjian Internasional atau traktat juga merupakan salah satu sumber hukum dalam arti formal. Dikatakan demikian oleh karena treaty itu harus memenuhi persyaratan formal tertentu agar dapat diterima sebagai treaty atau perjanjian internasional.
Dasar hukum treaty: Pasal 11 ayat (1 & 2) UUD 1945 yang berisi :
  1. Presiden dengan persetujuan DPR menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan Negara lain;
  2. Presiden dalam membuat perjanjian internasional lainnya yang menimbulkan akibat yang luasdan mendasar bagi kehidupan rakyat yang terkait dengan beban keuangan Negara, dan /atau mengharuskan perubahan atau pembentukan undang-undang harus dengan persetujuan DPR.

4. Yurisprudensi :
Pengertian yurisprudensi di Negara-negara yang hukumnya Common Law (Inggris atau Amerika) sedikit lebih luas, di mana yurisprudensi berarti ilmu hukum. Sedangkan pengertian yurisprudensi di Negara-negara Eropa Kontinental (termasuk Indonesia) hanya berarti putusan pengadilan. Adapun yurisprudensi yang kita maksudkan dengan putusan pengadilan, di Negara Anglo Saxon dinamakan preseden.
Sudikno mengartikan yurisprudensi sebagai peradilan pada umumnya, yaitu pelaksanaan hukum dalam hal konkret terhadap tuntutan hak yang dijalankan oleh suatu badan yang berdiri sendiri dan diadakan oleh suatu Negara serta bebas dari pengaruh apa atau siapa pundengan cara memberikan putusan yang bersifat mengikat dan berwibawa.
Walaupun demikian, Sudikno menerima bahwa di samping itu yurisprudensi dapat pula berarti ajaran hukum atau doktrin yang dimuat dalam putusan. Juga yurisprudensi dapat berarti putusan pengadilan. Yurisprudensi dalam arti sebagai putusan pengadilan dibedakan lagi dalam dua macam :
a. Yurisprudensi (biasa), yaitu seluruh putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan pasti, yang terdiri dari :
  • Putusan perdamaian;
  • Putusan pengadilan negeri yang tidak di banding;
  • Putusan pengatilan tinggi yang tidak di kasasi;
  • Seluruh putusan Mahkamah Agung.
b. Yurisprudensi tetap (vaste jurisprudentie), yaitu putusan hakim yang selalu diikuti oleh hakim lain dalam perkara sejenis.

5. Doktrin :

Doktrin adalah pendapat pakar senior yang biasanya merupakan sumber hukum, terutama pandangan hakim selalu berpedoman pada pakar tersebut. Doktrin bukan hanya berlaku dalam pergaulan hukum nasional, melainkan juga dalam pergaulan hukum internasional, bahkan doktrin merupakan sumber hukum yang paling penting.
Begitu pula bagi penerapan hukum Islam di Indonesia, khususnya dalam perkara perceraian dan kewarisan, doktrin malah merupakan sumber hukum utama, yaitu pendapat pakar-pakar fiqh seperti Syafii, Hambali, Malik dan sebagainya.

SUBJEK DAN OBJEK HUKUM

1.2 SUBJEK HUKUM
Manusia sebagai subjek hukum ialah, seseorang yang mempunyai hak dan mampu menjalankan haknya dan dijamin oleh hukum yang berlaku.
Manusia sebagai subjek hukum dimulai saat ia dilahirkan dan berakhir pada saat ia meninggal dunia sehingga dikatakan bahwa manusia hidup, ia menjadi manusia pribadi.
Setiap manusia pribadi (natuurlijke persoon) sesuai dengan hukum dianggap cakap bertindak sebagai subjek hukum, kecuali dalam undang-undang dinyatakan seperti tidak cakap.

2.2 BADAN HUKUM
Badan hukum adalah badan – badan atau perkumpulan, yakni orang – orang yang diciptakan oleh hukum. Badan hukum sebagai subjek hukum dapat bertindak hukum seperti manusia.
Badan hukum dibedakan dalam dua bentuk yaitu :
1. Badan Hukum Publik
2. Badan Hukum Privat

2.3 OBJEK HUKUM
Objek hukum ialah benda. Benda adalah segala sesuatu yang berguna bagi subjek hukum atau segala sesuatu yang menjadi pokok permasalahan dan kepentingan bagi para subjek hukum atau segala sesuatu yang dapat menjadi objek dari hak milik.
Menurut pasal 503 sampai dengan pasal 504 KUH perdata disebutkan bahwa benda dapat dibagi menjadi dua yaitu :
1. Benda yang bersifat kebendaa.n
2. Benda yang bersifat tidak kebendaan.
Benda bergerak juga dibedakan atas dua yaitu :
1. Benda bergerak karena sifatnya
Misalnya : kursi, meja, dan hewan – hewan yang dapat berpindah sendiri.
2. Benda bergerak karena ketentuan undang – undang
Misalnya : hak memungut hasil atas benda – benda bergerak, saham – saham perseroan terbatas.
Benda tidak bergerak dibedakan atas tiga yaitu :
1. Benda bergerak karena sifatnya
Misalnya : tanah, tumbuh – tumbuhan, arca, patung.
2. Benda tidak bergerak karena tujuannya
Misalnya : mesin alat – alat yang dipakai dalam pabrik.
3. Benda tidak bergerak karena ketentuan undang – undang
Misalnya : hak pakai atas benda tidak bergerak dan hipotik.
Membedakan benda bergerak dan benda tidak bergerak sangat penting karena berhubungan dengan empat hak yaitu, pemilikan (bezit), penyerahan (levering), daluwarsa (verjaring), dan pembebanan (bezwaring).