Jumat, 02 Desember 2011

Kondisi Koperasi di Indonesia Pada Saat Ini

Koperasi merupakan bagian dari tata susunan ekonomi, hal ini berarti bahwa
dalam kegiatannya Koperasi turut mengambil bagian bagi tercapainya kehidupan
ekonomi yang sejahtera, baik bagi orang-orang yang menjadi anggota perkumpulan itu
sendiri maupun untuk masyarakat di sekitarnya. Koperasi sebagai perkumpulan untuk
kesejahteraan bersama, melakukan usaha dan kegiatan di bidang pemenuhan kebutuhan bersama dari para anggotanya.
Setelah kemerdekaan Indonesia, Bung Hatta yang merupakan Bapak Koperasi Indonesia, mengakui secara resmi bahwa koperasi merupakan bangun usaha yang paling sesuai bagi rakyat Indonesia, yang memiliki sifat kekeluargaan dan gotong royong.
Koperasi menurut Undang-undang (UU) Nomor 25 Tahun 1992 adalah badan usaha yang beranggotakan orang-seorang, atau badan hukum Koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip Koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan.
Prinsip koperasi sendiri ditegaskan dalam UU Nomor 25 Tahun 1992 pasal 5, yaitu keanggotaan bersifat suka rela dan terbuka; pengelolaan dilaksanakan secara demokratis; pembagian sisa hasil usaha dilakukan secara adil sebanding dengan besarnya jasa usaha; pemberian balas jasa yang terbatas terhadap modal dan kemandirian.
Sampai dengan bulan November 2001, jumlah koperasi di seluruh Indonesia tercatat sebanyak 103.000 unit lebih, dengan jumlah keanggotaan ada sebanyak 26.000.000 orang. Jumlah itu jika dibanding dengan jumlah koperasi per-Desember 1998 mengalami peningkatan sebanyak dua kali lipat. Jumlah koperasi aktif, juga mengalami perkembangan yang cukup menggembirakan. Jumlah koperasi aktif per-November 2001, sebanyak 96.180 unit (88,14 persen). Corak koperasi Indonesia adalah koperasi dengan skala sangat kecil. Satu catatan yang perlu di ingat reformasi yang ditandai dengan pencabutan Inpres 4/1984 tentang KUD telah melahirkan gairah masyarakat untuk mengorganisasi kegiatan ekonomi yang melalui koperasi.
Secara historis pengembangan koperasi di Indonesia yang telah digerakan melalui dukungan kuat program  pemerintah yang telah dijalankan dalam waktu lama, dan tidak mudah ke luar dari kungkungan pengalaman ter¬sebut. Jika semula ketergantungan terhadap captive market program menjadi sumber pertumbuhan, maka pergeseran ke arah peran swasta  menjadi tantangan baru bagi lahirnya pesaing-pesaing usaha  terutama KUD. Meskipun KUD harus berjuang untuk menyesuaikan dengan perubahan yang terjadi, namun sumbangan terbesar KUD adalah keberhasilan peningkatan produksi pertanian terutama pangan (Anne Both, 1990), disamping sumbangan dalam melahirkan kader wirausaha karena telah menikmati latihan dengan mengurus dan mengelola KUD (Revolusi penggilingan kecil dan wirausahawan pribumi di desa).
Jika melihat posisi koperasi pada hari ini sebenarnya masih cukup besar harapan kita kepada koperasi. Memasuki tahun 2000 posisi koperasi Indonesia pada dasarnya justru didominasi oleh koperasi kredit yang menguasai antara 55-60 persen dari keseluruhan aset koperasi. Sementara itu dilihat dari populasi koperasi yang terkait dengan program pemerintah hanya sekitar 25% dari populasi koperasi atau sekitar 35% dari populasi koperasi aktif. Pada akhir-akhir ini posisi koperasi dalam pasar perkreditan mikro menempati tempat kedua setelah BRI-unit desa sebesar 46% dari KSP/USP dengan pangsa sekitar 31%. Dengan demikian walaupun program pemerintah cukup gencar dan menimbulkan distorsi pada pertumbuhan kemandirian koperasi, tetapi hanya menyentuh sebagian dari populasi koperasi yang ada. Sehingga pada dasarnya masih besar elemen untuk tumbuhnya kemandirian koperasi.
Mengenai jumlah koperasi yang meningkat dua kali lipat dalam waktu 3 tahun 1998 –2001, pada dasarnya tumbuh sebagai tanggapan  terhadap dibukanya secara luas pendirian koperasi dengan pencabutan Inpres 4/1984 dan lahirnya Inpres 18/1998. Sehingga orang bebas mendirikan koperasi pada basis pengembangan dan pada saat ini sudah lebih dari 35 basis pengorganisasian koperasi. Kesulitannya pengorganisasian koperasi tidak lagi taat pada penjenisan koperasi sesuai prinsip dasar pendirian koperasi atau insentif terhadap koperasi. Keadaan ini menimbulkan kesulitan pada pengembangan aliansi bisnis maupun pengembangan usaha koperasi kearah penyatuan vertical maupun horizontal. Oleh karena itu jenjang pengorganisasian yang lebih tinggi harus mendorong kembalinya pola spesialisasi koperasi. Di dunia masih tetap mendasarkan tiga varian jenis koperasi yaitu konsumen, produsen dan kredit serta akhir-akhir ini berkembang jasa lainnya.
Struktur organisasi koperasi Indonesia mirip organisasi pemerintah/lembaga kemasyarakatan yang terstruktur dari primer sampai tingkat nasional. Hal ini  telah menunjukkan kurang efektif nya peran organisasi sekunder dalam membantu koperasi primer. Tidak jarang menjadi instrumen eksploitasi sumberdaya dari daerah pengumpulan. Fenomena ini dimasa datang harus diubah karena adanya perubahan orientasi bisnis yang berkembang dengan globalisasi. Untuk mengubah arah ini hanya mampu dilakukan bila penataan mulai diletakkan pada daerah otonom.
Selama ini koperasi diharapkan mampu berperan sebagai soko guru perekonomian Indonesia, tetapi dalam perjalanannya, untuk menyejahterakan anggotanya saja, koperasi sudah kesulitan. Hal ini terjadi karena tantangan-tantangan berat yang selalu melilit koperasi Indonesia. Tidak dapat dipungkiri, bahwa saat ini perkembangan pasar yang begitu cepat dan kompetitif. Koperasi hadir di tengah-tengah persaingan tersebut, persaingan dengan usaha-usaha lain yang memiliki permodalan dan manajemen yang baik.
Persaingan itu menjadi tidak seimbang, bila dikaitkan dengan kondisi koperasi Indonesia saat ini. Koperasi saat ini merupakan badan usaha yang berbasis pada masyarakat golongan ekonomi lemah dan minimnya sumber daya manusia yang dimiliki (Retnowati, 2009).
Sehingga sangatlah tepat jika kita memberikan perhatian lebih pada koperasi, dengan maksud mengoptimalkan koperasi untuk menyejahterakan anggotanya dan menjadi soko guru perekonomian nasional di tengah-tengah persaingan yang semakin keras.
Pertama yang harus dilakukan ialah menciptakan kelembagaan koperasi yang profesional. Hendaknya koperasi diurus oleh orang-orang yang profesional, sehingga Pemerintah perlu mengadakan pelatihan dan pendidikan bagi pengurus Koperasi di Indonesia. Tujuannya untuk menciptakan pengurus yang profesional dan mampu memberdayakan koperasi.
Kedua, penyertaan modal bagi koperasi. Selama ini koperasi amat sulit untuk mencari permodalan dari lingkungan eksternal. Karena selalu dipersepsikan sebagai usaha arus ekonomi bawah, persepsi ini membuat perbankan sulit mengucurkan dana bagi koperasi dan akhirnya koperasi hanya mengandalkan modal internalnya saja. Perbankan lebih memilih untuk menyalurkan dana ke perusahaan-perusahaan swasta. Sehingga perlu ada upaya untuk menyehatkan keuangan koperasi, memberikan kemudahan kredit bagi koperasi dan menerapkan suku bunga yang murah.

Kondisi Koperasi di Indonesia Tahun 2011

Seperti yang dikatakan Menteri Negara Koperasi dan UKM, Syarif Hasan, pada hari Selasa (12/7) yang saya dapatkan infonya dari nasional.contan.co.id bahwa jumlah koperasi di Indonesia meningkat 5,31% dibanding tahun lalu. Data Kementerian Koperasi dan UKM menyebutkan sampai Juni 2011 total koperasi di Indonesia mencapai 186.907 unit. “Kita melihat perkembangan kinerja koperasi selama setahun ini cukup mengembirakan,” terang Menteri Negara Koperasi dan UKM tersebut.
Dari 186.907 unit koperasi itu, memiliki 30.472 anggota dengan volume usaha sebesar Rp 97.276 triliun serta modal sendiri mencapai Rp 30,10 triliun. Dibandingkan dengan Desember 2008 angka pertumbuhan koperasi mencapai 20,6%. Kementerian Negara Koperasi dan UKM berharap, pertumbuhan koperasi yang tinggi akan berkontribusi terhadap perekonomian negara. Terutama dalam dalam penyerapan tenaga kerja dan pembayaran retribusi termasuk pajak unit-unit usaha koperasi.
Pertumbuhan jumlah koperasi ini seiring dengan realisasi Kredit Usaha Rakyat (KUR) dari 19 bank yang per 30 Juni 2011 ini juga mengalami peningkatan. Sejak diluncurkan 2007 lalu sampai 30 Juni 2011 realisasi penyaluran KUR sudah mencapai Rp 49,9 triliun untuk 4,804.100 debitur. Adapun target penyaluran KUR tahun 2011 sebesar Rp 20 triliun kepada 991,542 debitur.


SUMBER :
1.    http://nasional.kontan.co.id/v2/read/1310458297/72654/Jumlah-koperasi-Indonesia-meningkat-531-ketimbang-tahun-lalu-
2.    http://jibon89.wordpress.com/2009/12/09/sejarah-perkembangan-ekonomi-koperasi-di-indonesia/

Rabu, 16 November 2011

Koperasi Indonesia

Koperasi merupakan badan usaha yang paling sesuai dengan jiwa dan kepribadian bangsa Indonesia.Namun, sampai saat ini peran koperasi dalam membangun perekonomian nasional belum terlalu dominan. Banyak masalah yang sering menjadi penghambat bagi koperasi di Indonesia untuk berkembang, seperti kurangnya modal, ataupun sumber daya manusia yang kurang berkualitas.
Pengertian Koperasi
Kata koperasi berasal dai bahasa Inggris yaitu co dan operation. Co berarti bersama.Operation berarti usaha.Kalau kedua kata itu di rangkai maka menjadi usaha bersama. Pengertian itu sesuai dengan definisi koperasi menurut Undang-Undang Koperasi No. 25 Tahun 1992 pasal 1 yang isininya: Koperasi asalah badan usaha yang beranggotakan orang-seorang atau Badan Hukum Koperasi dengan melaksanakan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligussebagai gerakan ekonomi rakyat berdasarkan asa kekeluargaan.

Bentuk Dan Jenis Koperasi Indonesia
Bentuk Koperasi Indonesia
Ketentuan Pasal 15 UU No. 25 tahun 1992 menyatakan bahwa Koperasi dapat berbentuk Loperasi Primer atau kuperasi Sekunder.

Koperasi Sekunder, menurut penjelasan dari undang-undang tersebut, adalah meliputi semua koperasi yang didirikan oleh dan beranggotakan Koperasi Primer dan / atau Koperasi Sekunder.Berdasarkan kesamaan kepentingan dan tujuan efesiannya, Koperasi Sekunder dapat didirikan oleh koperasi sejenis maupun berbagai jenis atau tingkatan.Dalam hal koperasi mendirikan koperasi Sekunder dalam berbagai tingkatan, seperti yang selama ini dikenal sebagai pusat, Gabungan dan Induk, maka jumlah tingkatan maupun penanamannya diatur sendiri oleh Koperasi yang bersangkutan.

Jika dilihat kembali ketentuan Pasal 15 dan 16 UU No. 12 Tahun 1967 tentang pokok-pokok koperasi.
Jenis Koperasi di Indonesia
Dalam ketentuan pasal 16 UU No. 25 Tahun 1992 dinyatakan bahwa jenis koperasi didasarkan pada kesamaan kegiatan dan kepentingan ekonomi anggotanya. Sedangkan dalam penjelasan pasal tersebut, mengenai jenis koperasi ini diuraikan seperti antara lain: Koperasi Simpan Pinjam, Koperasi Konsumen, Koperasi Produsen, Koperasi Pemasaran, Koperasi Jasa. Untuk koperasi-koperasi yang dibentuk oleh golongan fungsional seperti Pegawai Negeri, Anggota ABRI, karyawan dan sebagainya, bukanlah merupakan suatu jenis koperasi tersendiri.

Mengenai penjenisan koperasi ini, jika ditinjau dari berbagai sudut pendekatan, maka dapatlah diuraikan sebagai berikut :
a. Berdasar pendekatan sejarah timbulnya gerakan koperasi, maka dikenal jenis-jenis koperasi seperti berikut :
1) Koperasi komsumsi;
2) Koperasi kredit; dan
3) Koperasi produksi;
b. Berdasar pendekatan menurut lapangan usaha dan/atau tempat tinggal para anggota, maka dikenal beberapa jenis koperasi antara lain :

1)Koperasi Desa.
Adalah koperasi yang anggota-anggotanya terdiri dari penduduk desa yang mempunyai kepentingan-kepentingan yang sama dalam koperasi dan menjalankan aneka usaha dalam suatu lingkungan tertentu. Untuk suatu daerah kerja tingkat desa, sebaiknya hanya ada satu koperasi desa yang tidak hanya menjalankan kegiatan usaha bersifat single purpose , tetapi juga kegiatan usaha yang bersifat multi purpose (serba usaha) untuk mencukupi kebutuhan para anggotanya dalam satu lingkungan tertentu, misalnya:
a. Usaha pembelian alat-alat tani.
b. Usaha pembelian dan penyeluran pupuk.
c. Usaha pembelian dan penjualan kebutuhan hidup sehari-hari.

2)Koperasi Unit Desa (KUD).
Koperasi unit desa ini berdasar Instruksi Presiden Republik Indonesia No. 4 Tahun 1973, adalah merupakan bentuk antara dari Badan Usaha Unit Desa (BUUD) sebagau suatu lembaga ekonomi berbentuk koperasi, yang dalam perkembangannya kemudian dilebur atau disatukan menjadi satu KUD. Dengan keluarnya Instruksi Presiden RI No. 2 Tahun1978, KUD bukan lagi merupakan bentuk antara dari BUUD tetapi telah menjadi organisasi ekonomi yang merupakan wadah bagi pengembangan berbagai kegiatan masyarakat pedesaan itu sendiri serta memberikan pelayanan dan masyarakat pedesaan.
3)Koperasi Konsumsi.
Koperasi konsumsi adalah koperasi yang anggotanya terdiri dari tiap-tiap orang yang mempunyai kepentingan langsung dalam lapangan konsumsi.Koperasi jenis ini bisanya menjalankan usaha untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari para anggotanya dan masyarakat sekitarnya.
4)Koperasi Pertanian (Koperta).
Koperta adalah koperasi yang anggotanya terdiri dari para petani pemilik tanah, atau buruh tani dan orang yang berkepenringan serta bermata penaharian yang berhubungan dengan usaha-usaha pertanian.
5)Koperasi Peternakan.
Adalah koperasi yang anggotanya terdiri dari peternak, pengusaha peternakan yang bekepentingan serta bermata pencaharian yang berhubungan dengan soal-soal pertanian.
6)Koperasi Perikanan.
Adalah koperasi yang anggotanya terdiri dari para peternak ikan, pengusaha perikanan dan sebaginya yang berkepentingan dengan mata pencaharian soal-soal perikanan.
7)Koperasi Kerajinan atau Koperasi Industri.
Koperasi Kerajinan atau koperasi industry adalah anggotanya terdiri dari para pengusaha kerajinan/industri dan buruh yang berkepentingan serta mata pencahariannya langsung berhubungan denan kerajinan atau industry.
8)Koperasi Simpan Pinjam atau Koperasi Kredit.
Adalah koperasi yang anggotanya terdiri dari orang-orang yang mempunyai lepentingan langsung dalam soal-soal dalam perkreditan atau simpan pinjam.

c. Berdasar pendekatan menurut golongan fungsi onal, maka dikenal jenis-jenis koperasi seperti antara lain :
1. Koperasi Pegawai Negeri (KPN)
2. Koperasi Angkatan Darat (KOPAD)
3. Koperasi Angkatan Laut (KOPAL)
4. Koperasi Angkatan Udara (KOPAU)
5. Koperasi Angkatan Kepolisian (KOPAK)
6. Koperasi Pensiunan Angkatan Darat
7. Koperasi Pensiunan Pegawai Negeri
8. Dll.

d. Berdasar pendekatan sifat khusus dari aktivitas dan kepentingan ekonominya, maka dikenal jenis-jenis koperasi seperti antara lain :
1. Koperasi Batik
2. Bank Koperasi
3. Koperasi Asuransi
4. dan sebagainya

Kelengkapan Koperasi
Susunan koperasi berikut ini:
a. Anggota, anggota koperasi meliputi:
1. Perorangan, yaitu orang yang secara sukarela menjadi anggota koperasi.
2. Badan hukum koperasi, yaitu suatu koperasi yang menjadi anggota koperasi yang memiliki lingkup yang luas

b. Pengurus koperasi, dipilih dari dan oleh anggota dalam rapat anggota, tugas pengurus koperasi, mengelola
koperasi dan anggotanya, mengajukan rancangan kerja koperasi, dan membuat laporan keuangan dan pertanggung jawabannya.

c. Pengawas Koperasi, pengawas koperasi bertugas untuk mengawasi jalannya koperasi.

d. Rapat Anggota, Rapat anggota menjadi pemegang kekuasaan tertinggi dalam koperasi. Rapat anggota dilakukan untuk meminta pertanggungjawaban pengurus dan pengawas dalam hal pengelolaan koperasi.Rapat anggota juga menetapkan anggaran dasar, mengesahkan rencana kerja, menetapkan pembagian SHU, serta memilih mengangkat dan memberhentikan pengurus dan pengawas koperasi.


Sumber Modal Koperasi

Adapun modal koperasi terdiri atas modal sendiri dan modal pinjaman .
a. Modal sendiri
1. Simpanan pokok
2. Simpanan wajib
3. Dana cadangan
4. Hibah

b. Modal pinjaman
1. Anggota dan calon anggota
2. Koperasi lainnya/ anggotanya yang didasari dengan perjanjian kerjasama antar koperasi
3. Bank atau lembaga keuangan lainnya
4. Penerbitan obligasi dan surat hutang lainnya
5. Sumber lain yang sah

Mekanisme Pendirian Koperasi
Mekanisme pendirian koperasi terdiri dari beberapa tahap :
1. Pertama adalah pengumpulan anggota, karena untuk menjalankan koperasi membutuhkan minimal 20 anggota.
2. Kedua, para anggota tersebut akan mengadakan rapat anggota, untuk melakukan pemilihan pengurus koperasi (ketua, sekertaris, dan bendahara).
3. Setelah itu, koperasi tersebut harus merencanakan anggaran dasar dan rumah tangga koperasi itu.
4. Lalu meminta perizinan dari negara.
5. Barulah bisa menjalankan koperasi dengan baik dan benar.
Perangkat Organisasi Koperasi
• Rapat Anggota
Rapat anggota adalah wadah aspirasi anggota dan pemegang kekuasaan tertinggi dalam koperasi. Sebagai pemegang kekuasaan tertinggi, maka segala kebijakan yang berlaku dalam koperasi harus melewati persetujuan rapat anggota terlebih dahulu., termasuk pemilihan, pengangkatan dan pemberhentian personalia pengurus dan pengawas.
• Pengurus
Pengurus adalah badan yang dibentuk oleh rapat anggota dan disertai dan diserahi mandat untuk melaksanakan kepemimpinan koperasi, baik dibidang organisasi maupun usaha.Anggota pengurus dipilih dari dan oleh anggota koperasi dalam rapat anggota.Dalam menjalankan tugasnya, pengurus bertanggung jawab terhadap rapat anggota.Atas persetujuan rapat anggota pengurus dapat mengangkat manajer untuk mengelola koperasi.Namun pengurus tetap bertanggung jawab pada rapat anggota.
• Pengawas
Pengawas adalah badan yang dibentuk untuk melaksanakan pengawasan terhadap kinerja pengurus.Anggota pengawas dipilih oleh anggota koperasi di rapat anggota.Dalam pelaksanaannya, pengawas berhak mendapatkan setiap laporan pengurus, tetapi merahasiakannya kepada pihak ketiga.Pengawas bertanggung jawab kepada rapat anggota.


Keunggulan koperasi
Kemungkinan koperasi untuk memperoleh keunggulan komparatif dari perusahaan lain cukup besar mengingat koperasi mempunyai potensi kelebihan antara lain pada skala ekonomi, aktivitas yang nyata, faktor-faktor precuniary, dan lain-lain.
Kewirausahaan koperasi
Kewirausahaan koperasi adalah suatu sikap mental positif dalam berusaha secara koperatif, dengan mengambil prakarsa inovatif serta keberanian mengambil risiko dan berpegang teguh pada prinsip identitas koperasi, dalam mewujudkan terpenuhinya kebutuhan nyata serta peningkatan kesejahteraan bersama. Dari definisi tersebut, maka dapat dikemukakan bahwa kewirausahaan koperasi merupakan sikap mental positif dalam berusaha secara koperatif
Tugas utama wirakop adalah mengambil prakarsa inovatif, artinya berusaha mencari, menemukan, dan memanfaatkan peluang yang ada demi kepentingan bersama. Kewirausahaan dalam koperasi dapat dilakukan oleh anggota, manajer birokrat yang berperan dalam pembangunan koperasi dan katalis, yaitu orang yang peduli terhadap pengembangan koperasi.
Fungsi dan peran koperasi Indonesia
Menurut Undang-undang No. 25 tahun 1992 Pasal 4 dijelaskan bahwa koperasi memiliki fungsi dan peranan antara lain yaitu mengembangkan potensi dan kemampuan ekonomi anggota dan masyarakat, berupaya mempertinggi kualitas kehidupan manusia, memperkokoh perekonomian rakyat, mengembangkan perekonomian nasional, serta mengembangkan kreativitas dan jiwa berorganisasi bagi pelajar bangsa.
Koperasi berlandaskan hukum
Koperasi berbentuk Badan Hukum menurut Undang-Undang No.12 tahun 1967 adalah [Organisasi]] ekonomi rakyat yang berwatak sosial, beranggotakan orang-orang atau badan hukum koperasi yang merupakan tata susunan ekonomi sebagai usaha bersama, berdasarkan asas kekeluargaan. Kinerja koperasi khusus mengenai perhimpunan, koperasi harus bekerja berdasarkan ketentuan undang-undang umum mengenai organisasi usaha (perseorangan, persekutuan, dsb.) serta hukum dagang dan hukum pajak.
MACAM-MACAM KOPERASI
Jenis Koperasi (PP 60 Tahun 1959) :
a. Koperasi Desa
b. Koperasi Pertanian
c. Koperasi Peternakan
d. Koperasi Perikanan
e. Koperasi Kerajinan/Industri
f. Koperasi Simpan Pinjam
g. Koperasi Konsumsi
Jenis Koperasi menurut Teori Klasik terdapat 3 jenis Koperasi:
a. Koperasi pemakaian
b. Koperasi penghasil atau Koperasi
produksi
c. Koperasi Simpan Pinjam

Ketentuan Penjenisan Koperasi Sesuai Undang – Undang No. 12 /67 tentang Pokok – pokok Perkoperasian (pasal 17) :

1. Penjenisan Koperasi didasarkan pada kebutuhan dari dan untuk efisiensi suatu golongan dalam masyarakat yang homogen karena kesamaan aktivitas /kepentingan ekonominya guna mencapai tujuan bersama anggota-anggotanya.

2. Untuk maksud efisiensi dan ketertiban, guna kepetingan dan perkembangan
Koperasi Indonesia, di tiap daerah kerja hanya terdapat satu Koperasi yang sejenis dan setingkat.
BENTUK KOPERASI (PP No. 60 / 1959)
a. Koperasi Primer
b. Koperasi Pusat
c. Koperasi Gabungan
d. Koperasi Induk

Dalam hal ini, bentuk Koperasi masih dikaitkan dengan pembagian wilayah administrasi.
KOPERASI PRIMER DAN KOPERASI SEKUNDER
• Koperasi Primer merupakan Koperasi yang anggota-anggotanya terdiri dari orang –orang.
• Koperasi Sekunder merupakan Koperasi yang anggota-anggotanya adalah organisasi koperasi .

Ada bermacam-macam bentuk koperasi.Pengelompokan jenis koperasi bisa dilakukan berdasarkan jenis usaha dan keanggotaan koperasi.
KOPERASI SMPN 264 JAKARTA ( TOKORELAFA )
Dasar pendirian KoperasiSekolah RELAFA
Koperasi sekolah dibentuk berdasarkan surat keputusan antara beberapa departemen, yaitu: Departemen Pendidikan Nasional,serta Departemen Transmigrasi dan Koperasi, yang dituangkan di dalam surat keputusan pada tanggal 18 Juli 1972 No. 275/KTPS/Mentraskop/72. Didalam surat keputusan tersebut ditegaskan bahwa koperasi dapat didirikan di sekolah-sekolah, baik sekolah negeri maupun sekolah swasta, atau lembaga-lembaga pendidikan lainnya. Surat keputusan tersebut diikuti oleh terbitnya Surat Edaran yang dikeluarkan oleh Direktur Jenderal Koperasi pada tanggal 31 Mei 1974 No. 717/DK/A/VI/1974 yang memuat ketentuan-ketentuan koperasi sekolah, Koperasi sekolah juga tunduk pada Undang-Undang Perkoperasian No. 25 tahun 1992 yang merupakan pembaruan dari Undang-Undang Koperasi nomor 12 tahun 1967.
Tujuan dan Ciri Koperasi Sekolah RELAFA
A. Tujuan Koperasi Sekolah
Tujuan koperasi sekolah secara umum adalah :
1. Memupuk rasa cinta terhadap sekolah
2. Menanamkan dan memupuk rasa tanggung jawab serta disiplin dalam hidup bergotong royong di tengah-tengah masyarakat
3. Memelihara hubungan baik dan saling perngertian diantara anggota koperasi
4. Sebagai sarana belajar dan berkarya, serta sarana untuk mendapatkan alat-alat kebutuhan sekolah
5. Menambah pendapatan guru sebagai penanam saham di koperasi tersebut

B. Ciri-ciri koperasi sekolah
1. Didirikan dengan surat keputusan beberapa departemen
2. Koperasi sekolah diakui oleh pemerintah melalui surat keputusan dari beberapa menteri
3. Keanggotaan nya mempunyai jangka waktu yang terbatas
4. Anggota koperasi sekolah terdiri atas guru dan siswa, dan ada kemungkinan yang menjadi pengurusnya adalah siswa.



Jenis Barang dan Jasa yang diusahakan oleh Koperasi Sekolah RELAFA
1. Barang-Barang kebutuhan yang menunjang proses belajar mengajar.
Pengadaan barang-barang kebutuhan siswa. Misalnya, alat tulis seperti penghapus, penggaris, pulpen, kertas folio atau kertas untuk ulangan harian dan perlengkapan penunjang belajar lainnya guna memudahkan siswa dalam memenuhi kebutuhan siswa akan perlengkapan belajarnya.
2. Makanan dan Minuman ringan.
Koperasi juga menyediakan makanan ringan dan minuman ringan yang biasanya titipan guru-guru untuk menambah penghasilan, hasil keuntungan penjualannya dibagi dua untuk guru tersebut dan koperasi.
3. Jasa simpan pinjam
Jasa simpan pinjam ini hanya berlaku untuk para guru karena keterbatasan masa periode siswa sebagai warga sekolah hanya tiga tahun disekolah jadi tidak memungkinkan jasa ini diberlakukan untuk siswa.

Pengelolaan Koperasi Sekolah
a. Perangkat organisasi koperasi sekolah
1. Rapat Anggota
merupakan pemegang kekuasaan tertinggi dalam koperasi sekolah. Rapat anggota dapat meminta berbagai keterangan dan pertanggung jawaban pengurus dan pengawas tentang pengelolaan koperasi sekolah.Pelaksanaan rapat anggota koperasi sekolah RELAFA diadakan minimal sekali dalam setahun.
2. Pengurus Koperasi Sekolah
Dipilih dan diangkat dalam rapat anggota, tetapi karena keterbatasan sumber daya manusia disekolah maka pengurus koperasi sekolah langsung ditetapkan oleh penanggung jawab koperasi yaitu Kepala SMP Negeri 264.
3. Pengawas Koperasi Sekolah
Pengawas Sekolah dipilih dan di angkat dari rapat anggota di Koperasi RELAFA yang menjadi pengawas koperasi adalah Guru. Kerena tugasnya bukan hanya mengawasi tetapi juga memberikan arahan dan mendidik siswa akan pembentukanmental dan karakter siswa terhadap pendidikan ekonomi dan koperasi.

b. Pengelolah Koperasi Sekolah RELAFA
Di dalam pengelolahan koperasi sekolah RELAFA kepala sekolah dan guru-guru harus terlibat karena koperasi berada dalam lingkungan sekolah sehingga maju – mundurnya koperasi dipengaruhi oleh arahan kepala sekolah dan para guru.
Dalam kegiatan koperasi sekolah RELAFA kepala sekolah dan guru terlibat langsung didalam rapat anggota, pengurus dan pengawasan.

STRUKTUR KOPERASI
Penanggung Jawab
(Kepala SMP Negeri 264)
Drs. H.M. Fauzi




Ketua BPK
Drs. Yuni S. Spd Munadi, SH
Dra. Nurlela

Bendahara Sekretaris
Dra. Partijem Ahmad Matin


Pelaksana



Simpanan Pinjam Toko
Drs. A. Kustaman Dra. Asniyah
Kak Ade (Petugas Harian)


Sisa Hasil Usaha (SHU) Koperasi Sekolah RELAFA
Prinsip-prinsip Pembagian SHU :
1. SHU yang dibagi adalah yang bersumber dari anggota.
2. SHU anggota adalah jas dari modal dan transaksi usaha yang dilakukan anggota sendiri.
3. Pembagian SHU anggota dilakukan secara transparan.
4. SHU anggota dibayar tunai.

A. Perhitungan SHU ( Laba / Rugi ) Koperasi RELAFA Bulan October 2011
Penjualan / Penerimaan Jasa : Rp 4.850.077
Pendapatan Lain : Rp 4.110.717 +
Rp 8.960.794
Harga Pokok Penjualan : Rp 2.300.906 -
Pendapatan Operasiaonal : Rp 6.659.888
Beban Operasional : Rp (310.539)
Beban Administrasi & Umum : Rp (49.349) -
SHU Sebelum Pajak Rp 6.000.000
Pajak Penghasilan : Rp (150.000) -
SHU Setelah Pajak Rp 5.850.000
B. Sumber SHU
SHU Setelah Pajak : Rp 5.850.000
Sumber SHU
- Transaksi Anggota : Rp 4.550.000
- Transaksi Non Anggota : Rp 1.300.000

C. Pembagian SHU AD / ART Koperasi RELAFA
• Cadangan : 40% x Rp 4.550.000 = Rp 1.820.000
• Jasa Anggota : 40% x Rp 4.550.000 = Rp 1.820.000
• Dana Pengurus : 5% x Rp 4.550.000 = Rp 227.500
• Dana Karyawan : 5% x Rp 4.550.000 = Rp 227.500
• Dana Sosial : 5% x Rp 4.550.000 = Rp 227.500
• Dana Pendidikan : 5% x Rp 4.550.000 = Rp 227.500
Rapat Anggota telah menetapkan bahwa SHU anggota dibagi sebagai berikut : 1.820.000
• Jasa Modal : 30% x Rp 1.820.000 = Rp 546.000
• Jasa Usaha : 70% x Rp 1.820.000 = Rp 1.274.000

D. Jumlah Anggota, Simpanan, Volume Usaha Koperasi
Jumlah Anggota : 20 Orang
Total Simpanan Anggota : Rp 25.000.000
Total Transaksi Usaha : Rp 10.050.000
E. Kompilasi Data Simpanan, Transaksi Usaha, dan SHU per Anggota ( dalam Ribu Rupiah )
NO Nama Anggota Jumlah Simpanan Transaksi Usaha SHU Modal SHU Transaksi Usaha Jumlah SHU / Anggota
1 H.M. Fauzi 2.000.000 150.000 43.680 190.000 233.680
2 Yuni. S 500.000 100.000 10.920 12.676,3 23.596,3
3 Muradi 1.000.000 150.000 21.840 190.000 211.840
4 Nurlela 700.000 80.000 15.288 10.141,04 25.429,04
5 Achmad Martin 800.000 500.000 17.472 63.382,77 80.854,77
6 A Kustaman 1.500.000 300.000 32.760 38.030,174 41.306,174
7 Asniyah 500.000 400.000 10.920 50.706,474 61.626,474
s/d 20 dst dst dst dst dst dst
Jumlah 25.000.000 10.050.000 546.000 1.274.000 1.820.000

SHU Usaha H.M. Fauzi : Rp 150.000 x Rp 1.274.000 = Rp 190.000
Rp 10.050.000
SHU Modal H.M. Fauzi : Rp 2.000.000 x Rp 546.000 = Rp 43.680
Rp 25.000.000
Dengan Demikian, Jumlah SHU yang diterima H.M Fauzi adalah Rp 190.000 + Rp 4.3680 = Rp 233.680
SHU UsahaYuni S : Rp 100.000 x Rp 1.274.000 = Rp 12.676,3
Rp 10.050.000
SHU Modal Yuni S : Rp 500.000 x Rp 546.000 = Rp 10.920
Rp 25.000.000
Dengan Demikian, Jumlah SHU yang diterima Yuni Sadalah Rp 12.676,3 + Rp 10.920 = Rp 23.596,3
SHU Usaha Muradi : Rp 150.000 x Rp 1.274.000 = Rp 190.000
Rp 10.050.000
SHU Modal Muradi : Rp 1.000.000 x Rp 546.000 = Rp 21.840
Rp 25.000.000
Dengan Demikian, Jumlah SHU yang diterima Muradi adalah Rp 190.000 + Rp 21.840 = Rp 211.840
SHU Usaha Nurlela : Rp 80.000 x Rp 1.274.000 = Rp 10.141,04
Rp 10.050.000
SHU Modal Nurlela : Rp 700.000 x Rp 546.000 = Rp 15.288
Rp 25.000.000
Dengan Demikian, Jumlah SHU yang diterima Nurlela adalah Rp 10.141,04 + Rp 15.288 = Rp 25.429,04
SHU Usaha Achmad Martin : Rp 500.000 x Rp 1.274.000 = Rp 63.382.77
Rp 10.050.000
SHU Modal Achmad Martin : Rp 800.000 x Rp 546.000 = Rp 17.472
Rp 25.000.000
Dengan Demikian, Jumlah SHU yang diterima Achmad Martin adalah Rp 63.382,77 + Rp 17.472 = Rp 80.854,77

SHU Usaha A Kustaman : Rp 300.000 x Rp 1.274.000 = Rp 38.030,174
Rp 10.050.000
SHU Modal A Kustaman : Rp 1.500.000 x Rp 546.000 = Rp 32.760
Rp 25.000.000
Dengan Demikian, Jumlah SHU yang diterima A Kustaman adalah Rp 38.030,174 + Rp 32.760 = Rp 41.306,174
SHU Usaha Asniyah : Rp 400.000 x Rp 1.274.000 = Rp 50.706,474
Rp 10.050.000
SHU Modal Asniyah : Rp 500.000 4x Rp 546.000 = Rp 10.920
Rp 25.000.000
Dengan Demikian, Jumlah SHU yang diterima Asniyah adalah Rp 50.706,474 + Rp 10.920 = Rp 61.626,474


Rabu, 28 September 2011

Pengertian, macam-macam, dan jenis koperasi

Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang atau badan hukum yang berlandaskan pada asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi. Kegiatan usaha koperasi merupakan penjabaran dari UUD 1945 pasal 33 ayat (1). Dengan adanya penjelasan UUD 1945 Pasal 33 ayat (1) koperasi berkedudukan sebagai soko guru perekonomian nasional dan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dalam sistem perekonomian nasional.
Sebagai salah satu pelaku ekonomi, koperasi merupakan organisasi ekonomi yang berusaha menggerakkan potensi sumber daya ekonomi demi memajukan kesejahteraan anggota. Karena sumber daya ekonomi tersebut terbatas, dan dalam mengembangkan koperasi harus mengutamakan kepentingan anggota, maka koperasi harus mampu bekerja seefisien mungkin dan mengikuti prinsipprinsip koperasi dan kaidah-kaidah ekonomi.
Prinsip Koperasi
Di dalam Undang-Undang RI No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian disebutkan pada pasal 5 bahwa dalam pelaksanaannya, sebuah koperasi harus melaksanakan prinsip koperasi.
Berikut ini beberapa prinsip koperasi.
1) Keanggotaan koperasi bersifat sukarela dan terbuka.
2) Pengelolaan koperasi dilakukan secara demokratis.
3) Sisa hasil usaha (SHU) yang merupakan keuntungan dari usaha yang dilakukan oleh koperasi dibagi berdasarkan besarnya jasa masing-masing anggota.
4) Modal diberi balas jasa secara terbatas.
5) Koperasi bersifat mandiri.

Manfaat Koperasi
Berdasarkan fungsi dan peran koperasi, maka manfaat koperasi dapat dibagi menjadi dua bidang, yaitu manfaat koperasi di bidang ekonomi dan manfaat koperasi di bidang sosial.
Manfaat Koperasi di Bidang Ekonomi
Berikut ini beberapa manfaat koperasi di bidang ekonomi.
a) Meningkatkan penghasilan anggota-anggotanya. Sisa hasil usaha yang diperoleh koperasi dibagikan kembali kepada para anggotanya sesuai dengan jasa dan aktivitasnya.
b) Menawarkan barang dan jasa dengan harga yang lebih murah. Barang dan jasa yang ditawarkan oleh koperasi lebih murah dari yang ditawarkan di toko-toko. Hal ini bertujuan agar barang dan jasa mampu dibeli para anggota koperasi yang kurang mampu.
c) Menumbuhkan motif berusaha yang berperikemanusiaan. Kegiatan koperasi tidak semata-mata mencari keuntungan tetapi melayani dengan baik keperluan anggotanya.
d) Menumbuhkan sikap jujur dan keterbukaan dalam pengelolaan koperasi. Setiap anggota berhak menjadi pengurus koperasi dan berhak mengetahui laporan keuangan koperasi.
e) Melatih masyarakat untuk menggunakan pendapatannya secara lebih efektif dan membiasakan untuk hidup hemat.
Manfaat Koperasi di Bidang Sosial
Di bidang sosial, koperasi mempunyai beberapa manfaat berikut ini.
a) Mendorong terwujudnya kehidupan masyarakat damai dan tenteram.
b) Mendorong terwujudnya aturan yang manusiawi yang dibangun tidak di atas hubungan-hubungan kebendaan tetapi di atas rasa kekeluargaan.
c) Mendidik anggota-anggotanya untuk memiliki semangat kerja sama dan semangat kekeluargaan.

Bentuk Dan Jenis Koperasi Indonesia
1. Bentuk Koperasi Indonesia
Ketentuan Pasal 15 UU No. 25 tahun 1992 menyatakan bahwa Koperasi dapat berbentuk koperasi Primer atau koperasi Sekunder.
Koperasi Sekunder, menurut penjelasan dari undang-undang tersebut, adalah meliputi semua koperasi yang didirikan oleh dan beranggotakan Koperasi Primer dan / atau Koperasi Sekunder. Berdasarkan kesamaan kepentingan dan tujuan efesiannya, Koperasi Sekunder dapat didirikan oleh koperasi sejenis maupun berbagai jenis atau tingkatan. Dalam hal koperasi mendirikan koperasi Sekunder dalam berbagai tingkatan, seperti yang selama ini dikenal sebagai pusat, Gabungan dan Induk, maka jumlah tingkatan maupun penanamannya diatur sendiri oleh Koperasi yang bersangkutan.
Jika dilihat kembali ketentuan Pasal 15 dan 16 UU No. 12 Tahun 1967 tentang pokok-pokok koperasi.
2. Jenis Koperasi di Indonesia
Dalam ketentuan pasal 16 UU No. 25 Tahun 1992 dinyatakan bahwa jenis koperasi didasarkan pada kesamaan kegiatan dan kepentingan ekonomi anggotanya. Sedangkan dalam penjelasan pasal tersebut, mengenai jenis koperasi ini diuraikan seperti antara lain: Koperasi Simpan Pinjam, Koperasi Konsumen, Koperasi Produsen, Koperasi Pemasaran, Koperasi Jasa. Untuk koperasi-koperasi yang dibentuk oleh golongan fungsional seperti Pegawai Negeri, Anggota ABRI, karyawan dan sebagainya, bukanlah merupakan suatu jenis koperasi tersendiri.
Mengenai penjenisan koperasi ini, jika ditinjau dari berbagai sudut pendekatan, maka dapatlah diuraikan sebagai berikut :
a. Berdasar pendekatan sesjarah timbulnya gerakan koperasi, maka dikenal jenis-jenis koperasi seperti berikut :
1) Koperasi komsumsi;
2) Koperasi kredit; dan
3) Koperasi produksi;
b. Berdasar pendekatan menurut lapangan usaha dan/atau tempat tinggal para anggota, maka dikenal beberapa jenis koperasi antara lain :
1) Koperasi Desa.
Adalah koperasi yang anggota-anggotanya terdiri dari penduduk desa yang mempunyai kepentingan-kepentingan yang sama dalam koperasi dan menjalankan aneka usaha dalam suatu lingkungan tertentu. Untuk suatu daerah kerja tingkat desa, sebaiknya hanya ada satu koperasi desa yang tidak hanya menjalankan kegiatan usaha bersifat single purpose , tetapi juga kegiatan usaha yang bersifat multi purpose (serba usaha) untuk mencukupi kebutuhan para anggotanya dalam satu lingkungan tertentu, misalnya :
a. Usaha pembelian alat-alat tani.
b. Usaha pembelian dan penyeluran pupuk.
c. Usaha pembelian dan penjualan kebutuhan hidup sehari-hari.
2) Koperasi Unit Desa (KUD).
Koperasi unit desa ini berdasar Instruksi Presiden Republik Indonesia No. 4 Tahun 1973, adalah merupakan bentuk antara dari Badan Usaha Unit Desa (BUUD) sebagau suatu lembaga ekonomi berbentuk koperasi, yang dalam perkembangannya kemudian dilebur atau disatukan menjadi satu KUD. Dengan keluarnya Instruksi Presiden RI No. 2 Tahun1978, KUD bukan lagi merupakan bentuk antara dari BUUD tetapi telah menjadi organisasi ekonomi yang merupakan wadah bagi pengembangan berbagai kegiatan masyarakat pedesaan itu sendiri serta memberikan pelayanan dan masyarakat pedesaan.
3) Koperasi Konsumsi.
Koperasi konsumsi adalah koperasi yang anggotanya terdiri dari tiap-tiap orang yang mempunyai kepentingan langsung dalam lapangan konsumsi. Koperasi jenis ini bisanya menjalankan usaha untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari para anggotanya dan masyarakat sekitarnya.
4) Koperasi Pertanian (Koperta).
Koperta adalah koperasi yang anggotanya terdiri dari para petani pemilik tanah, atau buruh tani dan orang yang berkepenringan serta bermata penaharian yang berhubungan dengan usaha-usaha pertanian.
5) Koperasi Peternakan.
Adalah koperasi yang anggotanya terdiri dari peternak, pengusaha peternakan yang bekepentingan serta bermata pencaharian yang berhubungan dengan soal-soal pertanian.
6) Koperasi Perikanan.
Adalah koperasi yang anggotanya terdiri dari para peternak ikan, pengusaha perikanan dan sebaginya yang berkepentingan dengan mata pencaharian soal-soal perikanan.
7) Koperasi Kerajinan atau Koperasi Industri.
Koperasi Kerajinan atau koperasi industry adalah anggotanya terdiri dari para pengusaha kerajinan/industri dan buruh yang berkepentingan serta mata pencahariannya langsung berhubungan denan kerajinan atau industry.
8) Koperasi Simpan Pinjam atau Koperasi Kredit.
Adalah koperasi yang anggotanya terdiri dari orang-orang yang mempunyai lepentingan langsung dalam soal-soal dalam perkreditan atau simpan pinjam.
c. Berdasar pendekatan menurut golongan fungsi onal, maka dikenal jenis-jenis koperasi seperti antara lain :
1. Koperasi Pegawai Negeri (KPN)
2. Koperasi Angkatan Darat (KOPAD)
3. Koperasi Angkatan Laut (KOPAL)
4. Koperasi Angkatan Udara (KOPAU)
5. Koperasi Angkatan Kepolisian (KOPAK)
6. Koperasi Pensiunan Angkatan Darat
7. Koperasi Pensiunan Pegawai Negeri
8. Dll.
d. Berdasar pendekatan sifat khusus dari aktivitas dan kepentingan ekonominya, maka dikenal jenis-jenis koperasi seperti antara lain :
1. Koperasi Batik
2. Bank Koperasi
3. Koperasi Asuransi

Sejarah Koperasi Indonesia

Sejarah Gerakan Koperasi

Gerakan koperasi digagas oleh Robert Owen (1771–1858), yang menerapkannya pertama kali pada usaha pemintalan kapas di New Lanark, Skotlandia.
Gerakan koperasi ini dikembangkan lebih lanjut oleh William King (1786–1865) – dengan mendirikan toko koperasi di Brighton, Inggris. Pada 1 Mei 1828, King menerbitkan publikasi bulanan yang bernama The Cooperator, yang berisi berbagai gagasan dan saran-saran praktis tentang mengelola toko dengan menggunakan prinsip koperasi.

Koperasi akhirnya berkembang di negara-negara lainnya. Di Jerman, juga berdiri koperasi yang menggunakan prinsip-prinsip yang sama dengan koperasi buatan Inggris. Koperasi-koperasi di Inggris didirikan oleh Charles Foirer, Raffeinsen, dan Schulze Delitch. Di Perancis, Louis Blanc mendirikan koperasi produksi yang mengutamakan kualitas barang. Di Denmark Pastor Christiansone mendirikan koperasi pertanian.
Gerakan Koperasi di Indonesia

Koperasi diperkenalkan di Indonesia oleh R. Aria Wiriatmadja di Purwokerto, Jawa Tengah pada tahun 1896. Dia mendirikan koperasi kredit dengan tujuan membantu rakyatnya yang terjerat hutang dengan rentenir. Koperasi tersebut lalu berkembang pesat dan akhirnya ditiru oleh Boedi Oetomo dan SDI.

Belanda yang khawatir koperasi akan dijadikan tempat pusat perlawanan, mengeluarkan UU no. 431 tahun 19 yang isinya yaitu :

1. Harus membayar minimal 50 gulden untuk mendirikan koperasi
2. Sistem usaha harus menyerupai sistem di Eropa
3. Harus mendapat persetujuan dari Gubernur Jendral
4. Proposal pengajuan harus berbahasa Belanda

Hal ini menyebabkan koperasi yang ada saat itu berjatuhan karena tidak mendapatkan izin Koperasi dari Belanda. Namun setelah para tokoh Indonesia mengajukan protes, Belanda akhirnya mengeluarkan UU no. 91 pada tahun 1927, yang isinya lebih ringan dari UU no. 431 seperti :

1. Hanya membayar 3 gulden untuk materai
2. Bisa menggunakan bahasa daerah
3. Hukum dagang sesuai daerah masing-masing
4. Perizinan bisa didaerah setempat

Koperasi menjamur kembali hingga pada tahun 1933 keluar UU yang mirip UU no. 431 sehingga mematikan usaha koperasi untuk yang kedua kalinya. Pada tahun 1942 Jepang menduduki Indonesia. Jepang lalu mendirikan Koperasi Kumiyai. Awalnya koperasi ini berjalan mulus. Namun fungsinya berubah drastis dan menjadi alat jepang untuk mengeruk keuntungan, dan menyengsarakan rakyat.

Setelah Indonesia merdeka, pada tanggal 12 Juli 1947, pergerakan koperasi di Indonesia mengadakan Kongres Koperasi yang pertama di Tasikmalaya. Hari ini kemudian ditetapkan sebagai Hari Koperasi Indonesia.

Menurut Drs. Muhammad Hatta (Bapak Koperasi Indonesia) koperasi adalah lembaga ekonomi yang sangat cocok di Indonesia karena sifat masyarakat yang kekeluargaan. Koperasi dikenalkan di Indonesia oleh R. Aria Wiriatmadja di Purwokerto, Jawa Tengah pada tahun 1896. Dia mendirikan koperasi kredit dengan tujuan membantu rakyatnya yang terjerat hutang dengan rentenir.
Koperasi tersebut lalu berkembang pesat dan akhirnya ditiru oleh Boedi Oetomo dan SDI. Pada tahun 1942 Jepang menduduki Indonesia. Jepang lalu mendirikan koperasi kumiyai. Awalnya koperasi ini berjalan mulus. Namun fungsinya berubah drastis dan menjadi alat jepang untuk mengeruk keuntungan, dan menyengsarakan rakyat. Setelah Indonesia merdeka, pada tanggal 12 Juli 1947, pergerakan koperasi di Indonesia mengadakan Kongres Koperasi yang pertama di Tasikmalaya. Hari ini kemudian ditetapkan sebagai Hari Koperasi Indonesia.

Kemudian, melalui perjuangan yang cukup panjang pada tahun 1927 keluar peraturan tentang “Perkumpulan Koperasi Bumi Putera” No. 91 tahun 1927. Melalui peraturan tersebut maka izin mendirikan koperasi di perlonggar. Kongres koperasi 1 diselenggarakan atas dorongan Bung Hatta pada tanggal 12 Juli 1947 di Tasikmalaya.
Keputusan penting dalam kongres I antara lain :
a)Mendirikan Sentral Organisasi Koperasi Rakyat (SOKRI) yang berkedudukan di Tasikmalaya.
b)Mengajukan berdirinya “Koperasi Desa” dalam rangka mengatur perekonomian pedesaan.
c)Menetapkan tanggal 12 Juli sebagai hari koperasi.
Pada bulan Juli 1953 diadakan kongres koperasi ke II di Bandung keputusan penting dalam kongres tersebut adalah :
a)Mengangkat Bung Hatta sebagai Bapak Koperasi Indonesia.
b)SOKRI di ubah menjadi Dewan Koeprasi Indonesia.
Pada bulan September 1956 diadakan Kongres Koperasi ke III di Jakarta keputusan penting yang dihasilkan dalam kongres tersebut antara lain :
a)Penyempurnaan Organisasi Gerakan Koperasi.
b) Menghimpun bahan untuk undang-undang perkoperasian.
Undang-undang perkoperasian yang pakai hingga saat ini adalah UU Perkoperasian No. 25 tahun 1992.

Selasa, 26 April 2011

KEBIJAKAN POLITIK INDONESIA BAIK PEMBANGUNAN NASIONAL MAUPUN PEMBANGUNAN SEKTORAL (DAERAH) DENGAN KEBIJAKAN HUTANG LUAR NEGERI INDONESIA

Kehidupan ekonomi Negara berkembang selalu terwarnai dengan sebuah permasalahan terhambatnya pembangunan yang ada lantaran kemampuan dari Negara tersebut untuk menghidupi proses pembangunan yang sedang dilakukan memiliki keterbatasan.
Keterbatasan tersebut seringkali membuat Negara perlu untuk memikirkan mekanisme penerimaan yang mampu mengatasi problem tersebut. Dengan sederhana kita bisa melihat bahwa sumber penerimaan Negara adalah melalui pajak terhadap masyarakatnya, namun bila hal ini belum dapat memenuhi tuntutan yang ada maka negara akan mengambil sebuah alternatif pembiayaan, yaitu pembiayaan melalui utang.
Utang tersebut dapat berasal dari Swasta, Negara Lain, Lembaga Donor, ataupun dari masyarakat. Konteks utang yang akan diterima pun dapat berupa hibah, pinjaman lunak, pinjaman program, maupun surat berharga.
Pada prinsipnya kemunculan utang sebagai sebuah pembiayaan bagi negara memang tidak dapat dipungkiri merupakan sebuah keniscayaan. Mengingat kita bisa melihat sebuah negara yang ingin berkembang menjadi lebih baik perlu pembiayaan yang tidak sedikit, apalagi proses pembangunan yang ada merupakan fondasi awal bagi pembangunan berkelanjutan untuk negara tersebut.
Untuk itu kita harus melihat utang bukan sebagai sebuah hal yang merugikan, tetapi ia memiliki potensi keuntungan yang besar, bila kita cermat dalam memilih utang yang kita inginkan, dan memperhatikan potensi pengembalian dari utang tersebut. Secara sederhana kita bisa melihat bahwa utang akan menjadi bermanfaat bila disertai dengan sebuah analisa mengenai kemungkinan pengembalian dari utang tersebut.
Terkait dengan hal tersebut, maka dapat dikatakan bahwa hubungan suatu negara dengan dengan pendonor utang, memiliki sebuah pertimbangan khusus dalam memilih pendonor utang tersebut. Artinya kita memandang bahwa hubungan yang baik melalui utang ini diharapkan dapat memberikan sebuah posisi yang baik bagi negara penerima utang di mata dunia Internasional, sehingga dapat kita istilahkan sebagai negara yang Good Boy
Tentu kita melihat bahwa utang memiliki potensi kegagalan dalam implementasinya dan juga dalam proses pembayaran kembali utang tersebut, untuk itu akan menjadi hal yang menarik untuk dipelajari lebih lanjut mengenai hubungan antara negara penerima dan pendonor.
Berangkat dari hal tersebut maka hubungan ini, akan menciptakan sebuah arus kepentingan yang bersifat jangka panjang, mengingat periode dan pembayaran dari utang tersebut yang memakan waktu lama.

Maka dari itu proses pembinaan hubungan ini menjadi hal yang fluktuatif layaknya hubungan antara institusi, dimana kadang hubungan tersebut berlangsung dengan baik, ataupun memburuk, bahkan sampai dalam kategori pemutusan hubungan. Tentunya harus kita pahami bahwa sikap yang diambil terhadap hubungan tersebut memang memiliki nilai historis yang tidak dapat dipandang sebelah mata, hal ini disebabkan karena pertimbangan yang dimiliki oleh suatu negara untuk mengambil sikap dapat dipengaruhi oleh situasi politik dan ekonomi negara tersebut. Keinginan dari pemerintah yang berkuasa untuk memandang hubungan tersebut menjadi poin utama proses tersebut. Untuk itu mempelajari masalah utang dan kaitannya antara peran negara dengan pendonor harus dilihat dalam situasi yang bersifat historis dengan memperhatikan kondisi-kondisi ekonomi dan politik yang sedang dihadapi oleh sebuah negara.
Indonesia sebagai sebuah Negara berkembang dan pernah menjadi salah satu Negara yang diperhitungkan dalam percaturan ekonomi Asia Tenggara, bahkan dalam kurun waktu 1996-1997, atau periode menjelang krisis Indonesia mendapatkan gelar sebagai salah satu Macan Asia. Hal ini disebabkan karena pesatnya pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Namun tidak banyak yang menyadari bahwa fundamental dari ekonomi Indonesia sesungguhnya sangatlah rapuh, hal ini kita bisa lihat pada saat Indonesia menghadapi krisis ekonomi. Indonesia menjadi Negara yang paling parah terkena dampak dari krisis dan hingga hari masih dalam proses perbaikan, jauh tertinggal dengan Negara Asia Tenggara yang lain seperti Thailand dan Malaysia yang telah melewati pasca krisis tersebut.
Pembangunan yang dilakukan meliputi, Pembangunan nasional, yang merupakan usaha untuk menigkatkan kualitas dan perikehidupan manusia dan masyarakat Indonesia yang dilakukan secara terus menerus, yang berlandaskan kemampuan nasionla dengan memanfaatkan kemajuan ilmu pengetahuan dan tekhnologi serta memperhatikan tantangan perkembangan global. Tak lupa juga pembangunan daerah yang berlandaskan nasional dan disesuakan dengan perkembangan keadaan daerah, nasional dan global serta Pembangunan sector yang meliputi usaha untuk menigkatkan kualitas pengaturan penguasaan sumberdaya dan pelayanan kepada masyarakat dan pemerintah dalam rangka pembangunan nasional, daerah, nasional, dan global sesuai dengan ruang lingkup dan tanggung jawab pembangunan sector serta sumberdaya yang ada.

Kebijakan Bidang–bidang yang terdapat ketiga pembangunan tersebut tentunya selalu membutuhkan bantuan untuk terus melakukan perkembangan, Maka dari itu pemerintah melakukan utang luar negeri untuk upaya melakukan pembangunan yang sedang dilakukan.
Pembangunan ekonomi merupakan prasyarat mutlak bagi Negara-negara dunia ketiga termasuk indonesia, untuk memperkecil jarak ketertinggalannya dibidang ekonomi dan kesejahteraan masyarakat dari Negara-negara industry maju. Upaya pembanguan ekonomi di Negara- negra atersebut yang umumnya sumber daya ekonomi yang produktif, terutama sumber daya modal yang seringkali berperan sebagai katalisator pembangunan. Untuk mencukupi kekurangan sumberdaya modal ini maka pemerintah mendatangkan sejumlah sumberdaya modal dari luar negeri melalui beberapa jenis pinjaman.
Indonesia selama ini menempatkan utang sebagai salah satu tiang penyangga pembangunan, sebagai komponen penutup kekurangan,. Saat Indonesia mendapat rezeki berlimpah dari oil boom, utang luar negeri tetap saja menjadi komponen utama pemasukan di dalam anggaran belanja pemerintah. Bahkan saat indonesiia telah mulai menganut system anggaran deficit sejak tahun 2005, komponen pembiayaan utang luar negeri cukup besar. Padahal di dalam kebijakan ekonomi pemerintah selalu mengatkan bahwa utang luar negeru hanya menjadi pelengkap belaka.


Satu hal yang menarik untuk dikaji adalah bagaimana sebuah perekonomian yang pada awalnya memiliki pertumbuhan yang sangat pesat secara tiba-tiba hancur dan runtuh begitu saja. Salah satu hal yang menjadi bagian dari analisa tersebut, adalah mengenai permasalahan penanganan utang Indonesia, dalam hal ini terkait dengan bantuan yang diberikan oleh para Negara donor kepada Indonesia.
Semenjak Indonesia memasuki periode Orde Baru, banyak perubahan yang signifikan yang dilakukan oleh pemerintah kala itu untuk mengejar keterpurukan ekonomi yang ditinggalkan oleh Orde Lama. Salah satu program yang signifikan kala itu adalah membuat mekanisme bantuan luar negeri untuk pembiayaan pembangunan.
Mekanisme bantuan luar negeri yang digunakan pada waktu adalah membentuk konsorsium dengan nama IGGI (Inter-Governmental Group on Indonesia ) yang beranggotakan Amerika Serikat, Kanada, Australia, Selandia Baru, Jepang, Inggris dan beberapa negara Eropa Barat. Pertemuan IGGI diselenggarakan di Amsterdam, setiap tahun. Indonesia telah menjalin kerjasama dengan IGGI semenjak tahun 1967 hingga tahun 1991. IGGI kemudian berubah nama menjadi CGI (Consultative Gruop on Indonesia) dengan keluarnya Belanda dari keanggotaan dan masuknya 5 negara kreditor baru.
Perjalanan Hubungan Indonesia dengan konsorsium tersebut, menimbulkan sebuah perjalanan sejarah yang menarik untuk di telaah lebih lanjut. Penulis melihat bahwa adanya konsorsium tersebut mempengaruhi proses pembangunan di Indonesia, sehingga pengaruh tersebut tidak bisa diabaikan begitu saja.
Karena bantuan yang diberikan bukanlah dalam bentuk hibah, namun dalam bentuk utang, yang tentu saja memiliki kewajiban membayar. Dan tentu dapat dipahami bahwa untuk mendapatkan bantuan tersebut maka ada kesepakatan yang dibuat antara IGGI/CGI dengan pemerintah. Kesepakatan tersebut tidak hanya bersifat Ekonomi saja tetapi juga masuk ke dalam bidang politik
Masalah yang dapat diangkat lebih mendalam adalah faktor-faktor apa yang membuat kemitraan kita dengan IGGI/CGI berlangsung hingga 39 tahun. Tentu mempelajari proses pengambilan kebijakan ini akan dapat memperlihatkan seberapa besar pengaruh dari IGGI/CGI dan berbagai pihak terkait lainnya dalam mempengaruhi proses pengambilan kebijakan pemerintah.
Untuk memperjelas analisa yang akan dilakukan terhadap masalah tersebut, penulis akan menganalisa hubungan antara pemerintah dan IGGI/CGI dalam 5 periode waktu. Periode ini dilandaskan kepada periode kepemimpinan bangsa dan kondisi ekonomi bangsa.

Iklim telah menjadi salah satu masalah global yang terpenting saat ini.Indonesia tidak hanya merupakan salah satu penyumbang gas emisi rumah kaca,terutama dari penebangan hutan dan pengalihan lahan gambut, dengan keberadaan18.000 lebih pulau dan sektor pertaniannya yang kuat ia juga sangat terpengaruh olehdampak-dampak perubahan iklim.Sebagai suatu Negara dengan ekonomi yang tumbuh, Indonesia harus menyesuaikan kebijakan lingkungan dengan kepentingan bisnis vital untuk membentuk kerangka “pro-pertumbuhan, pro-orang miskin, pro-lingkungan” yang berkelanjutan. Inijelas bukan pekerjaan gampang. Desentralisasi dan kewenangan yang saling tumpang tindih membutuhkan adanya pendekatan-pendekatan yang inovatif seperti mekanisme anggaran dan insentif yang efektif yang didasarkan pada realita di lapangan. Di lain pihak, sektor usaha seperti
green technology dan energi yang terbarukan tumbuh perlahan, menciptakan peluang bagi Indonesia dan perusahaan-perusahaan asing untuk mengintensifkan perdagangan bilateral mereka. Sementara memang memahami kompleksitas masalah perubahan iklim sering-kali sangat menantang, sangatlah penting bagi para pembuat kebijakan untuk mampu menghargai argumen-argumen dan faktor-faktor penentu perubahan iklim. Bahasa ilmiah, pemangku kepentingan yang tak terhitung jumlahnya, kebijakan nasional dan perundingan internasional menyulitkan mereka untuk memahami betul soal ini.

Kamis, 24 Maret 2011

KALIMANTAN SELATAN

KALIMANTAN SELATAN

Provinsi kalimantan selatan dipimpin seorang gubenur yang bernama Drs. H. RUDY ARIFIN, MM dan wakil gubenur nya yang bernama H. M ROSEHAN NB, SH
Propinsi Kalimantan Selatan dengan ibukotanya Banjarmasin terletak di sebelah selatan pulau Kalimantan dengan batas-batas: sebelah barat dengan propinsi Kalimantan Tengah, sebelah timur dengan Selat Makasar, sebelah selatan dengan Laut Jawa dan di sebelah utara dengan propinsi Kalimantan Timur.
Propinsi Kalimantan Selatan secara geografis terletak di antara 114 19" 33" BT - 116 33' 28 BT dan 1 21' 49" LS 1 10" 14" LS, dengan luas wilayah 37.377,53 km² atau hanya 6,98 persen dari luas pulau Kalimantan.
Daerah yang paling luas di propinsi Kalsel adalah Kabupaten Kotabaru dengan luas 13.044,50 km², kemudian Kabupaten Banjar dengan luas 5.039,90 km² dan Kabupaten Tabalong dengan luas 3.039,90 km², sedangkan daerah yang paling sempit adalah Kota Banjarmasin dengan luas 72,00 km².
Kalimantan Selatan secara geografi terletak di sebelah selatan pulau Kalimantan dengan luas wilayah 37.530,52 km2 atau 3.753.052 ha. Sampai dengan tahun 2004 membawahi kabupaten/kota sebanyak 11 kabupaten/kota dan pada tahun 2005 menjadi 13 kabupaten/kota sebagai akibat dari adanya pemekaran wilayah kabupaten Hulu Sungai Utara dengan Kabupaten Balangan dan Kabupaten Kotabaru dengan Kabupaten Tanah Bumbu.
Luas wilayah propinsi tersebut sudah termasuk wilayah laut propinsi dibandingkan propinsi Kalimantan Selatan. Luas wilayah masing-masing Kabupaten Tanah Laut 9,94 %; Tanah Bumbu 13,50%; Kotabaru 25,11%; Banjar 12,45%; Tapin 5,80%; Tabalong 9,59%; Balangan 5,00%; Batola 6,33%; Banjarbaru 0,97% dan Banjarmasin 0,19%. Secara rinci luas wilayah dan batas wilayah serta panjang garis pantai dapat dilihat pada tabel 1
Daerah aliran sungai yang terdapat di Propinsi Kalimantan Selatan adalah: Barito, Tabanio, Kintap, Satui, Kusan, Batulicin, Pulau Laut, Pulau Sebuku, Cantung, Sampanahan, Manunggal dan Cengal. Dan memiliki catchment area sebanyak 10 (sepuluh) lokasi yaitu Binuang, Tapin, Telaga Langsat, Mangkuang, Haruyan Dayak, Intangan, Kahakan, Jaro, Batulicin dan Riam Kanan.

Perekonomian di Kalimantan Selatan
Empat tahun terakhir, terjadi perubahan positif kondisi perekonomian di Kalimantan Selatan yang dapat dilihat dari besaran PDRB dengan rata-rata 5,71 persen, tahun 2009, angka kumulatif sampai triwulan III mencapai 5,04 persen dan sesuai data Badan Pusat Statistik (BPS) Kalsel, jumlah itu lebih tinggi dibandingkan angka nasional yakni 4,23 persen.
Sektor pertanian yang masih menjadi sektor andalan di Kalsel terus meningkat dari 5,11 persen tahun 2005 menjadi 6,48 persen tahun 2008. Pertumbuhan sektor pertanian ini terutama ditunjang oleh sub sektor tanaman bahan makanan dan perkebunan. Pertumbuhan subsektor tanaman bahan makanan tahun 2008 adalah 9,96 persen dan subsektor perkebunan tumbuh 4,26 persen.
Sementara itu, sektor pertambangan dan penggalian tumbuh tetap pada kisaran 7-8 persen. Untuk tahun 2008, komponen pertumbuhan yang besar adalah subsektor pertambangan tanpa migas sebesar 8,14 persen, sedangkan pertambangan minyak dan migas (migas) sendiri tumbuh negatif atau mengalami penurunan sebesar 0,94 persen.

Pada sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan mengalami pertumbuhan yang cukup bagus, dimana tahun 2005 masih tumbuh 1,49 persen dan terus meningkatkan menjadi 5,73 persen pada tahun 2008.
Nilai tambah perbankan dipengaruhi oleh kondisi moneter dan kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan perbankan serta perkembangan dunia usaha pada umumnya. Selanjutnya subsektor sewa pembangunan juga berperan sebagai pendorong utama dimana tumbuh 8,02 persen.
Dalam kurun waktu tahun 2005-triwulan III tahun2009, komponen konsumsi menjadi pendorong utama ekonomi Klasel (termasuk di dalamnya adalah konsumsi rumah tangga, konsumsi pemerintah dan lembaga nirlaba).
Bertambahnya penduduk dan meningkatnya daya beli masyarakat menyebabkan konsumsi rumah tangga. Pada tahun 2005 peranan komponen konsumsi yang mencapai 57,92 persen meningkat ,menjadi 58,88 persen pada triwulan III mengindikasikan selama kurun waktu tersebut terjadi peningkatan ukuran pasar (masket size).
Peningkatan konsumsi akan permintaan barang dan jasa meningkat dan mendorong produsen dan supplier meningkatkan jumlah produksi barang dan jasa. Seiring dengan meningkatnya produksi barang dan jasa terjadi pula peningkatan nilai tambah yang diciptakan, sehingga mengakibatkan perekonomian dapat tumbuh positif.
Gubernur Kalsel, Rudy Ariffin mengatakan, peran pemerintah terutama terkait dengan pengeluaran pemerintah (government expenditure) tercermin pada konsumsi pemerintah seperti menigkatnya gaji dan Honor PNS serta bertmbahnya jumlah pegawai dan investasi fisik pemerintah (pembangunan infrastruktur) dalam PMTB.
Kinerja ekspor yang membaik juga menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi bahkan semenjak tahun 2005 sampai triwulan III tahun 2009 terndnya terus meningkat seiring pertumbuhan ekonomi Kalsel.

Hambatan Pembangunan Daerah
Pembangunan infrastruktur di Indonesia mengalami pasang surut terutama saat Indonesia dilanda krisis ekonomi. Pembangunan infrastruktur mengalami hambatan pembiayaan karena sampai sejauh ini, titik berat pembangunan masih difokuskan pada investasi sektor-sektor yang dapat menghasilkan perputaran uang (cash money) yang tinggi dengan argumentasi bahwa hal itu diperlukan guna memulihkan perekonomian nasional.
Sedangkan pembangunan infrastruktur lebih difokuskan pada usaha perbaikan dan pemeliharaan saja. Dengan demikian dewasa ini, pembangunan infrastruktur kawasan timur Indonesia belum menjadi focus utama pembangunan.
Pada saat ini sudah hampir menjadi kesimpulan umum bahwa infrastruktur adalah fundamental perekonomian Indonesia. Bahwa daerah atau kawasan Indonesia Timur merupakan wilayah strategis guna membangkitkan potensi nasional. Oleh karena itu hari ini adalah saat yang tepat guna meletakkan kemauan bersama menyusun konsep pembangunan infrstruktur kawasan Timur Indonesia yang bersumber pada kesadaran penguasaan teknologi dan keunggulan sumberdaya daerah.
Pemetaan kebutuhan infrastruktur lima tahun ke depan berdasarkan jenis inftrastruktur seperti; jalan, listrik, gas, air bersih, pelabuhan, telekomunikasi, moda transportasi, dan lain-lain serta berdasarkan tipologi kewilayahan.
Perumusan pembiayaan infrastruktur dan sumber pembiayaannya.
Pengkajian kerangka regulasi yang ada dan merekomendasikan penyempurnaan kerangka tersebut guna mendukung prioritas pembangunan dan pembiayaan infrastruktur

Penyusunan strategi pembangunan dan pembiayaan infrastruktur ini diharapkan dapat menghasilkan peta pembangunan infrastruktur yang jelas di masa yang akan datang sehingga pemerintah mempunyai dokumen yang lengkap terhadap pembangunan infrastruktur.
Oleh karena itu, ruang lingkup dari penyusunan strategi ini mencakup seluruh aspek potensi ekonomi wilayah Indonesia Timur sebagai rumusan strategis pembangunan infrastruktur nasional, baik berdasarkan subsektor jenis infrastruktur dan maupun tipologi kewilayahan dengan basis pendekatan potensi.
Penyusunan strategi pembangunan dan pembiayaan infrastruktur kawasan timur Indonesia diharapkan dapat menghasilkan Master Plan di bidang infrastruktur yang akan mendukung skenario pembangunan era baru ekonomi Indonesia di masa yang akan datang. Master Plan ini diharapkan dapat memuat berbagai data dan informasi mengenai pembangunan dan pembiayaan infrastruktur berdasarkan skala prioritas pembangunan dan regulasi yang mendukung arah pembangunannya.
Cerminan pembangunan infrastruktur nasional adalah pembangunan infrastruktur di tiap wilayah atau propinsi di Indonesia. Perkembangan pembangunan infrastruktur di masing-masing pulau di Indonesia memperlihatkan perbedaan yang cukup berarti. Dominasi pembangunan infrastruktur sangat ditentukan oleh kondisi geograsfis dan demografis dari suatu wilayah.
Dominasi infrastruktur ini dapat mencerminkan pula tingkat aktivitas ekonomi dalam suatu wilayah. Perkembangan pembangunan infrastruktur untuk masing-masing pulau yang ada di Indonesia. Hal ini pula yang menjadi hambatan pembangunan infrastrukrur Kawasan Timur Indonesia.
Pada hal sejatinya jika Indonesia ingin percepatan mencapai kemajuan maka pendekatan potensi atau potential approach yaitu potensi yang mendorong tumbuhnya komoditas unggulan, hendaknya menjadi komintmen kuat terhadap pembangunan infrstruktur kawasan timur Indonesia.
Sebagaimana kita ketahui bahwa daerah Kalimantan Selatan sebagaimana daerah Kalimantan umumnya yang merupakan salah satu pulau terbesar yang ada di wilayah negara kita. Tingkat kepadatan pendudukanya relative rendah sehingga tidak dimungkinkan untuk melakukan pendekatan demographic dalam perencanaan pembangunan infrastukturnya.
Dengan jumlah penduduk yang mendiami wilayah ini hanya sebesar 6% dari total penduduk Indonesia, maka akan berdampak pada aktivitas ekonomi yang ada di wilayah ini. Kondisi semacam ini merupakan kondisi tipikal wilayah Indonesia Timur. Karenanya diperlukan langkah potential approach atau pendekatan potensial untuk pembangunan infrastrukturnya
Komoditas yang menjadi unggulan untuk wilayah ini adalah sektor pertambangan dan galian, sub sector perkebunan dan subsektor kehutanan. Ketiga sektor ini memberikan sumbangan besar bagi pendapatan nasional.
Dengan demikian terdapat pandangan berbeda mengenai pola perencanaan bahwa berdasarkan jumlah penduduk atau pendekatan demografik, aktivitas ekonomi unggulan yang tidak memerlukan banyak infrastruktur, maka akibatnya adalah persentase pembangunan infrastruktur di pulau ini lebih rendah dibandingkan pulau Jawa dan Sumatera.
Dilihat dari infrastruktur transportasi, pelabuhan laut lebih mendominasi dibandingkan dengan yang lainnya. Hal ini sangat wajar dengan kondisi geografis dari Kalimantan yang lebih banyak rawa dibandingkan dengan daratannya yang memungkinkan sektor pelabuhan laut dan lalulitas angkutan sungai, danau, dan penyeberangan lebih berkembang dibandingkan dengan transportasi darat.
Pembangunan jalan di pulau ini masih relative rendah bila dibandingkan dengan luas wilayah pulau ini. Hal ini sangat signifikan sekali dengan jumlah kendaraan yang berada di wilayah ini hanya sebesar 5,8% dari jumlah kendaraan yang ada di Indonesia. Hal ini pula yang menyebabkan rendahnya tingkat mobilitas dan tingginya biaya transportasi sehingga wilayah ini kehilangan daya saingnya dalam menarik investasi.
Pandangan keliru juga terdapat pada subsektor pertanian tanaman pangan dan pengairan. Dapat kita temukan fakta bahwa irigasi tidak menjadi salah satu fokus pembangunan infrastruktur karena wilayah ini bukan sebagai lumbung padi tetapi lebih cenderung pada komoditas kehutanan dan perkebunan.
Pada pada sisi lain kitapun memehami betul bahwa kondisi wilayah ini sangat dimungkinkan membangun jaringan irigasi guna menjadikan Kalimantan sebagai lumbung padi. Kita dapat belajar dan membandingkan kondisi wilayah ini dengan kondisi Vietnam yang petaninya lebih unggul dari petani kita bahkan tanpa proteksionisme perdagangan.
Saat ini akses masyarakat Kalimantan terhadap air bersih, hanya sebesar 44% yang dapat menikmati air bersih sedangkan sisanya belum mendapatkan akses terhadap air bersih.
Ini merupakan salah satu permasalahan yang harus menjadi perhatian, karena bila kondisi tersebut dibiarkan maka akan berdampak pada tingkat kesehatan dari masyarakat di Kalimantan. Bagaimana kita bisa mengembangkan sumber daya manusia yang handal dan mampu bersaing secara global bila tingkat hiegenitas masih rendah. Oleh karena itu akses terhadap air bersih perlu langkah prioritas pembangunan infrastrukturnya.
Demikian pula dengan subsektor telematika dan ketenagalistrikan perlu berpacu dengan irama pertumbuhan yang berkembang dengan pesat. Hal ini sejalan dinamika dan aktivitas dari masyarakat di pulau Kalimantan.
Pembukan lahan menjadi lahan pertanian yang notabene terjadi perubahan fungsi seringkali memicu kotroversi yang kontraproduktif, hendaknya dipelajari kembali dengan seksasama agar tidak terdapat resistensi pembangunan hanya sekadar penolakan emosional, namun sebaliknya kehilangan informasi berharga tentang potensi ekonomi yang mempunyai keunggulan tertentu.
Akhirnya kita juga mengapeal akan pentingnya kesadaran tentang pembangunan infrastruktur berkaitan dengan upaya strategis percepatan pertumbuhan ekonomi, hendaknya secara nyata mengurangi hambatan birokratis di semua lini baik pada tingkat pemerintah pusat maupun pada tingkat pemerintah daerah dan pemerintah kabupaten.
Satu catatan lagi bahwa upaya untuk melakukan perubahan pola pembangunan yang berbasis linier jumlah penduduk mejadi pendekatan berbasis potensi akan mendapat tantangan kuat politisi wilayah padat penduduk yang sudah kemaruk kepenakan. Jangan lupa bahwa mereka adalah mayoritas yang menentukan arah kebijakan.

Produk Unggulan Provinsi Kalimantan Selatan
Kalimantan Selatan merupakan daerah yang berada pada urutan ke delapan penyumbang devisa ekspor nonmigas secara nasional dari tiga puluh dua propinsi se-Indonesia. Hal Ini memperlihatkan bahwa perekonomian Kalsel tidak stagnan, tetapi cukup berkembang dan telah membawa dampak pada kemajuan daerah, terutama tingkat kesejahteraan masyarakatnya.
Ekspor nonmigas Kalsel selama lima tahun terakhir periode 2002-2006 memperlihatkan pertumbuhan menggembirakan. Ekspor tumbuh rata-rata 21,55 persen, berada di atas pertumbuhan ekspor nasional yang dipatok antara lima sampai tujuh persen. Bahkan dua tahun terakhir, yaitu tahun 2005 tumbuh 26,24 persen dengan perolehan devisa US $21 miliar. Sedangkan pada 2006, perolehan devisa meningkat menjadi US $26 miliar atau tumbuh 25,51 persen. Prestasi inilah yang menempatkan Kalsel menjadi salah satu penyumbang devisa ekspor nonmigas terbesar di Indonesia.
Realisasi nilai ekspor nonmigas Kalsel berdasarkan kelompok komoditi pada 2006, mencakup produk karet US $94,1 juta, produk kayu US $284 juta, produk rotan US $8,97 juta, produk perikanan US $11,9 juta, produk tambang US $1,7 miliar dan produk lainnya US $508, 2 juta. Sedangkan realisasi nilai ekspor dari Januari sampai Juli 2007 mencapai US $1,73 miliar, yang disumbang produk karet US $72,6 juta, produk kayu US $302,8 juta, produk rotan US$ 5,3 juta, produk perikanan US $11,1 juta, produk tambang US $1,2 miliar dan produk lainnya US$130,9 juta Show Room-Beberapa produk kerajinan yang dipamerkan di Show Room Dekranasda Kalimantan Selatan, di Jln A Yani Km 5,5 Banjarmasin.
Jika dibandingkan periode Januari hingga Juli 2007 dibandingkan periode yang sama pada 2006 lalu, terdapat kenaikan sekitar 9,22 persen, yakni dari US $1,58 miliar menjadi US $1,73 miliar. Kenaikan juga terjadi pada volume ekspor, yakni dari 36,7 juta ton menjadi 38,6 juta ton atau sekitar 4,5 persen. Kenaikan ini dikarenakan produk kayu yang realisasi ekspornya turun, namun produk polyester plywood bisa mendongkrak ekspor, karena harganya sangat bagus. Industri perkayuan di Kalsel telah memodifikasi mesinnya sehingga lebih efisien dan bisa menghasilkan produk olahan kayu yang nilai jualnya ekonomis. Ekspor yang menggembirakan ini mendorong perkembangan perekonomian Kalsel sehingga menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat sebagai dampak multiflier effect kemajuan ekspor.

Kerajinan, Komoditas Ekspor Potensial
Produk kerajinan menjadi salah satu komoditas ekspor Kalsel yang potensial dikembangkan, karena produk ini cukup diminati di pasar dunia sehingga permintaannya cukup besar. Namun produk kerajinan hingga kini masih belum mampu memenuhi permintaan pasar, akibat terkendala dengan masalah desain, kualitas produk dan lainnya, termasuk kesulitan memenuhi permintaan dalam jumlah besar.

Lampit- Beberapa Produk kerajian rotan yang berpotensi ekspor dan diminati pasar internasional.
Selain produk kerajinan, komoditas lain yang potensial dikembangkan adalah produk perikanan dan perhiasan, yang ke depan diharapkan bisa menggantikan kontribusi ekspor dari produk pertambangan, khususnya batubara.

Sebenarnya produk kerajinan asal Kalsel, selain produk karet dan kayu masih belum mampu memperlihatkan angka ekspor yang memuaskan, bahkan tidak terdata, namun kenyataannya produk tersebut dipasarkan ke luar negeri. Hal yang sama juga terjadi pada produk kopiah, yang sudah menembus pasar di Timur Tengah, khususnya Arab Saudi. Subardjo mengakui, usaha kecil dan mikro (UKM) kini telah merintis pasar ekspor, dengan produk makanan olahan, seperti Virgin Coconut Oil (VCO) ataupun keripik nangka, yang cukup diminati di Malaysia. Untuk membantu produk kerajinan ini menembus pasar ekspor, Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kalsel, lewat Pusat Pelatihan Promosi dan Ekspor Daerah (P3ED) telah membantu pelatihan bagi UKM, khususnya kerajinan agar bisa memperbaiki kualitas produknya.

Pendapatan Daerah
1. Intensifikasi dan Ekstensifikasi Pendapatan Daerah
Dalam rangka memenuhi pembiayaan pembangunan daerah untuk pelaksanaan pembangunan yang berkesinambungan di Provinsi Kalimantan Selatan, maka Pemerintah Provinsi berusaha terus menggali segala potensi dan sumber-sumber Pendapatan untuk terus dikembangkan pada tahun 2008, sesuai Permendagri No. 13 Tahun 2006  Jo. 59 Tahun 2007 tentang Pengeloan Keuangan Daerah dan Koridor UU Nomor 34 Tahun 2000 pengganti UU No. 18 Tahun 1997 tentang Pajak dan Retribusi Daerah sehingga Pendapatan Asli Daerah terus meningkat, dengan melalui kebijakan antara lain : Dengan mengintensifkan pendapatan dan mengektensifikasikan penerimaan daerah serta mengoptimalkan penggarapan sumber / potensi, peningkatan pelayanan kepada masyarakat dengan penyederhanaan prosedur serta peningkatan kualitas pengelolaan manajemen pendapatan daerah.



Secara umum Usaha Peningkatan Pendapatan Daerah Provinsi Kalimantan Selatan dilakukan melalui upaya Intensifikasi dan Ekstensifikasi diantaranya melakukan identifikasi produk hukum berkenaan dengan tarif pungutan, pendataan potensi pendapatan daerah dan memperhitungkan kembali kemungkinan revenue sharing atas penerimaan pusat yang masih menjadi hak daerah, sehingga kenaikan pendapatan daerah akan dapat terwujud untuk membiayai kegiatan pembangunan, pemerintahan dan kemasyarakatan.
Apresiasi terhadap peningkatan pendapatan daerah akan lebih mempunyai nilai tambah, apabila didukung oleh Peningkatan Pendapatan Asli Daerah. Kondisi ini akan memberikan warna tersendiri tentang kemandirian daerah itu sendiri. Oleh karenanya kondisi yang demikian sesuai dengan Visi dan Misi yang diemban.
2. Target dan Realisasi Pendapatan
Realiasi pendapatan daerah tahun anggaran 2008 telah melampaui target yang telah ditetapkan yaitu sebesar Rp. 1.875.512.776.977,701dari target yang telah ditetapkan sebesar Rp.1.508.420.000.000,001atau 124,34 %. Dimana Pendapatan Asli Daerah memberikan kontribusi kepada APBD sebesar Rp. 1.052.276.691.447,707atau 56,10 %, dan Dana Perimbangan memberikan kontribusi kepada APBD sebesar Rp. 790.997.258.079,006atau 42,17 %, serta Lain-Lain Pendapatan Daerah Yang Sah memberikan kontribusi kepada APBD sebesar Rp. 32.238.827.451,005atau sebesar 1,73 %.
Adapun bagian pos pos penerimaan daerah dapat dijelaskan sebagai berikut :
I. Bagian Pendapatan Asli Daerah
Realisasi Penerimaan dari PAD mencapai target yang telah ditetapkan yaitu sebesar Rp.1.052.276.691.447,707dari target yang ditetapkan sebesar Rp. 779.695.261.002,00 atau sebesar 134,96 % dengan perincian sebagai berikut :
a. Pos Pajak Daerah
1) Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) sebesar Rp. 207.359.243.422,00
2) Pajak Kendaraan Angkutan Atas Air (KA3) sebesar Rp. 664.000,00
3) Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (PBB-KB) sebesar Rp. 284.696.611.980,00
4) Bea Balik Nama Kendaraan Angkutan Atas Air (BBNKA3) sebesar Rp. 0,00
5) Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB) sebesar Rp. 403.612.639.600,40
6) Pajak Air Permukaan sebesar Rp. 4.108.161.610,00
7) Pajak Air Bawah Tanah sebesar Rp. 5.169.413.100,00.
Untuk Pos Pajak Daerah tahun anggaran ini telah melampaui target yang ditetapkan yaitu sebesar Rp.904.946.733.712,00 dari target yang ditetapkan sebesar Rp. 654.505.892.000,00 atau  sebesar 138,26 %.
Kenaikan Pajak Daerah disebabkan :
1. Semakin baiknya iklim investasi di Kalimantan Selatan terutama dibidang pertambangan batubara dan perkebunan, hal ini terbukti dengan diperolehnya penghargaan dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan di bidang investasi, hal inilah yang membawa multi player effect kepada perekonomian Kalimantan Selatan, sehingga berpengaruh terhadap pendapatan masyarakat Kalimantan Selatan baik langsung maupun tidak langsung.
2. Semakin mudahnya persyaratan pembelian kendaraan bermotor oleh Lembaga Keuangan.
3. Disamping itu juga kurang memadainya sarana dan prasarana transfortasi umum, sehingga masyarakat cenderung untuk memiliki kendaraan sendiri, terutama kendaraan roda dua (R 2).
Beberapa hal tersebut diatas yang mendorong masyarakat dan pengusaha untuk membeli Kendaraan Bermotor, dampak inilah yang menyebabkan penerimaan pajak daerah terutama dari Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) dan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB), mengalami peningkatan yang cukup tajam.

b. Pos Retribusi Daerah
1) Retribusi Jasa Umum sebesar Rp. 16.257.320.984,00
2) Retribusi jasa Usaha sebesar Rp. 2.553.063.559,00
3) Retribusi Perijinan Tertentu sebesar Rp. 3.296.358.604,00.
Untuk penerimaan dari Pos Retribusi Daerah secara umum telah mencapai target sebagaimana ditetapkan dalam APBD tahun anggaran 2008 sebesar Rp. 22.106.743.147,007dari target  sebesar Rp.20.305.688.700,007atau sebesar 108,87 %.
c. Pos Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah Yang Dipisahkan
1) PD. Bangun Banua sebesar Rp. 1.000.000.000,00
2) Bank Pembangunan Daerah (BPD) Provinsi Kalimantan Selatan sebesar Rp. 17.645.798.996,00
3) PD. BPR Provinsi Kalimantan Selatan sebesar Rp. 331.419.539,00
4) Asuransi ASKRIDA sebesar Rp. 23.308.749,00.

Untuk penerimaan dari Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah Yang Dipisahkan secara keseluruhan realisasi penerimaannya telah melampaui target yaitu Rp. 19.000.527.284,00 dari target sebesar Rp.18.646.830.502,00 atau 101,90 %.
d. Pos Lain-Lain Pendapatan Asli Daerah Yang Sah
1) Hasil Penjualan Aset Daerah Yang Tidak Dipisahkan sebesar Rp. 47.000.000,00
2) Pendapatan Hasil Eksekusi Atas Jaminan sebesar Rp. 52.754.161,00
3) Jasa Giro sebesar Rp. 24.205.293.438,70
4) Pendapatan Denda Atas Keterlambatan Pekerjaan sebesar Rp. 2.844.100,00
5) Pendapatan Denda Keterlambatan Penyerahan Barang sebesar Rp. 19.123.376,00
6) Hasil Pemeriksaan BPKRI No. 35/S/XIV.6/02/2007 sebesar Rp. 0,00
7) Pendapatan Denda Pajak sebesar Rp. 7.603.582.272,00
8) Pendapatan Denda Retribusi sebesar Rp. 0,00
9) Pendapatan Dari Pengembalian Kelebihan Pembayaran Gaji dan Tunjangan sebesar Rp. 137.488.709,00
10)Pendapatan Dari Pengembalian Kelebihan Pembayaran Perjalanan Dinas sebesar Rp. 225.541.300,00
11)Fasilitas Sosial dan Fasilitas Umum sebesar Rp. 15.756.000,00
12)Pendapatan Dari Angsuran / Cicilan Penjualan sebesar Rp. 615.112.870,00
13)Penerimaan Yang Tak Tertampung sebesar Rp. 930.215.395,00
14)Tuntutan Ganti Kerugian Daerah sebesar Rp. 1.763.497.800,00
15)Rumah Sakit Umum Daerah Ulin Banjarmasin sebesar Rp. 70.604.477.883,00.
Untuk realisasi penerimaan dari pos Lain-Lain Pendapatan Asli Daerah Yang Sah sebesar Rp.106.222.687.304,70 dari target sebesar Rp. 86.236.849.800,003atau 123,18 %.
II. Bagian Dana Perimbangan
Realisasi Penerimaan dari Dana Perimbangan pada tahun anggaran 2008 telah melampaui target sebesar Rp.790.997.258.079,0023dari target sebesar Rp. 709.341.663.760,005atau 111,51 % dengan perincian komponen penerimaan sebagai berikut :
a. Bagi Hasil Pajak dan Bagi Hasil Bukan Pajak
1) Bagi Hasil Pajak sebesar Rp. 114.685.226.300,00
2) Bagi Hasil Bukan Pajak sebesar Rp. 173.713.824.579,00.
Untuk realisasi penerimaan dari Bagi Hasil Pajak dan Bagi Hasil Bukan Pajak tahun anggaran 2008 sebesar Rp. 288.399.050.879,001atau 139,50 % dari target pada APBD  tahun anggaran 2008 sebesar Rp.206.743.445.760,00.


b. Dana Alokasi Umum
Adapun realisasi penerimaan dari Dana Alokasi Umum sebesar Rp.466.559.207.200,004 telah melampui target yang telah ditetapkan sebesar Rp. 466.559.218.000,00 atau sebesar 99,999998 %.
c. Dana Alokasi Khusus
Adapun realisasi penerimaan dari Dana Alokasi Khusus sebesar Rp. 36.039.000.000,00 dengan target perubahan yang telah ditetapkan sebesar Rp. 36.039.000.000,00 atau sebesar 100,00 %.
III. Lain-Lain Pendapatan Daerah Yang Sah
Pada komponen penerimaan Lain-Lain Pendapatan Daerah Yang Sah Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan pada Tahun Anggaran 2008 telah terealisasi sebesar Rp. 32.238.827.451,00 dari target sebesar Rp.19.383.075.238,00 atau 166,32 %.50.000.000.000,0
a. Pendapatan Hibah sebesar Rp. 32.238.827.451,00
1. Pendapatan Hibah dari Badan / Lembaga / Organisasi Swasta Dalam Negeri sebesar Rp.32.113.593.451,00
2. Pendapatan Hibah dari Kelompok Masyarakat / Perorangan sebesar Rp. 125.234.000,00

Faktor Keberhasilan Pembangunan Daerah
Keberhasilan suatu daerah dalam melaksanakan pembangunan merupakan suatu hasil bersinerginya modal sosial masyarakat, pengelolaan sumberdaya alam yang optimal, dan tata kelola pemerintahan yang baik (good governanace). Terlepas dari pilihan paradigma pembangunan, apabila ketiga faktor tersebut dapat diarahkan menjadi suatu gerak yang selaras dan seimbang dalam melaksanakan pembangunan, maka keberhasilan suatu daerah akan dapat dirasakan oleh masyarakat secara keseluruhan.
Berdasarkan advertorial Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan, sebagai Laporan Khusus, yang dimuat Banjarmasin Post tanggal 14 April 2008 halaman 6 dalam satu lembar penuh dan berwarna, dengan maksud menunjukkan keberhasilan kepemimpinan masa Gubernur Rudy Ariffin, dengan menunjukkan 8 indikator yang dianggap sebagai keberhasilan. Apakah cukup dan layak 8 indikator tersebut menunjukkan kemajuan yang dicapai Kalimantan Selatan pada masa kepemimpinan Rudy Ariffin, sebagai mana judulnya. Memperhatikan 8 indikator tersebut, terdapat 3 indikator yang bersifat seremonial yang indah dalam bentuk penghargaan; penghargaan dalam bidang pendidikan, penghargaan Kontak Tani dan Nelayan Andalan (KTNA) Nasional, dan penghargaan atas keberhasilan dalam kegiatan Gerhan/GNRHL (Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan).
Indikator penghargaan ini sebenarnya hanya dapat dikatakan sebagai wujud cambukan bagi pemerintah daerah untuk lebih bekerja keras dalam bidang-bidang tersebut, karena penghargaan bisa saja tidak mempunyai korelasi dengan keadaan yang sebenarnya, seperti dalam bidang pendidikan di mana Kalsel harus berusaha menjadikan 21.177 orang tenaga pendidik untuk memiliki kualifikasi layak mengajar. Di samping itu, masih ada manusia Kalsel yang harus ikut program pemberantasan buta huruf sebanyak 44.242 orang dan masih terdapat 7.202 ruang belajar mengalami rusak ringan dan 5.036 rusak berat. Keadaan ini tentu bukan sesuatu yang ringan untuk diatasi dan diselesaikan dalam waktu singkat. Begitu juga dengan kondisi hutan dan lahan Kalsel yang mempunyai lahan kritis lebih dari 500 ribu hektar, sementara rehabilitasi yang dapat dicapai sangat jauh dari pertambahan lahan kritis.
Sedangkan indikator keberhasilan dalam mengatasi kemiskinan yang mengacu pada Indeks Kemiskinan Manusia (IKM) yang menempatkan Kalsel pada rangking ke-3 dari 33 provinsi setelah DKI Jakarta dan Bali, seakan ingin mengatakan bahwa tingkat kemiskinan sebesar 31,22 persen atau sekitar 994.956 jiwa Rakyat Kalsel pada 2007 berada di bawah garis kemiskinan sudah dapat diatasi. Hal ini terlalu menyederhanakan persoalan kemiskinan di Kalsel, yang seolah hanya dengan membalik telapak tangan, dan terkesan ingin membantah indikator IPM Kalsel yang sangat rendah dengan IKM Kalsel dengan urutan termakmur ke-3 dari 33 provinsi di Indonesia.
Mengatasi kemiskinan sejalan dengan Millenium Development Goals (MDG`s), yang dicanangkan PBB dan Indonesia sudah meratifikasinya. MDG`s menargetkan 2015 kemiskinan harus sudah dapat dihapuskan, sehingga Kalsel masih mempunyai waktu sekitar 7 tahun untuk bekerja secara sungguh-sungguh untuk berupaya menghapus kemiskinan. Kalsel yang mengandung 31,22 persen orang miskin, pemerintahan harus mampu minimal menghapus 4 – 5 % angka kemiskinan setiap tahunnya hingga tahun 2015. Di sini jelas, bukan hanya pemerintahan saat ini saja yang bertanggung jawab terhadap penghapusan kemiskinan, tapi paling tidak pemerintahan provinsi Kalsel saat ini dapat mengurangi angka kemiskinan tersebut meskipun secara minimal sesuai tahun berjalan.
Dalam indikator IPM, dengan mengatakan bahwa trend IPM yang terus meningkat, terkesan ingin menyembunyikan bahwa Kalsel berada di urutan ke-26 dari 33 provinsi, yang sebenarnya memberikan gambaran betapa rendah dan buruknya berbagai aspek yang diperhitungkan, seperti pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan. IPM ini sangat berhubungan dengan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance), sehingga bila rendah lebih menunjukkan pemerintahan dijalankan dengan cara buruk (bad governance). Beberapa berita tentang gizi buruk yang dialamai oleh beberapa bayi, dan diantaranya ada yang sampai meninggal dunia, merupakan suatu pesan bagaimana kondisi bidang kesehatan dan kesejahteraan daerah yang kaya sumberdaya alam ini, salah satunya bayi Naila (4) yang meninggal dalam keadaan gizi buruk yang menjadi headline B.Post tanggal 5 April 2008 dengan “Umur Naila Sudah Sampai” setelah sempat mendapat perawatan di RSUD Banjarbaru. Hal yang sama dialami M. Fajarudin (1,5) yang meninggal tahun 2007. Kasus gizi buruk juga terjadi di sejumlah daerah Kalsel lainnya, seperti di HST dan Barito Kuala.
Dalam peningkatan produksi beras, yang menempatkan Kalsel pada rangking ke-2 se-Indonesia dan rangking ke-8 produksi beras nasional, memang patut disyukuri dan dibanggakan, tapi seberapa besar hal tersebut dalam meningkatkan kesejahteraan petaninya. Keadaan petani masih jauh dari kesejahteraan, mereka masih dihadapkan dengan berbagai permasalahan, seperti kelangkaan pupuk dan harga jual yang rendah saat panen.
Dalam bidang ekonomi, dengan indikator meningkat tajam laju pertumbuhan ekonomi pada tahun 2007 dan produk domestik regional bruto (PDRB), merupakan indikator kemajuan terbatas pada kalangan tertentu. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi tidak selalu mampu dibarengi dengan pemerataan pendapatan masyarakat, bisa saja yang kaya semakin kaya sehingga yang miskin bertambah jumlahnya dan semakin miskin. Sehingga dampaknya kepada tingkat kesejahteraan masyarakat masih sangat terbatas bagi kalangan tertentu saja.
Jadi, indikator-indikator yang dianggap mendukung klaim kemajuan yang dicapai Kalimantan Selatan masa pemerintahan gubernur Rudy Ariffin, cenderung menyembunyikan permasalahan yang sedang dihadapi daerah ini dan permasalahan yang potensial dihadapi pada masa yang akan datang. Indikator-indikator tersebut tidak dapat memberikan gambaran yang utuh dan gamblang apa saja yang sudah dilakukan oleh pemerintahan saat ini, dan juga seakan tidak membuka ruang untuk melibatkan seluruh potensi masyarakat untuk terlibat dalam kemajuan daerah ini. Gubernur Rudy Ariffin harusnya mampu memanfaatkan potensi Unlam dan perguruan tinggi lainnya dalam menganalisis keadaan daerah, program pemerintah baik perencanaan maupun pelaksanaannya, dan tentang indikator-indikator yang layak untuk disampaikan kepada masyarakat. Apa yang masih belum dapat dicapai pemerintah, bukan berarti pemerintahan ini buruk dan gagal, tapi dengan kejujuran akan mampu mendorong masyarakat untuk berpartisipasi karena mereka tahu bahwa pemerintahan ini membutuhkan mereka.

Sabtu, 26 Februari 2011

Perkembangan Sektor Industri dan Pertanian

Era globalisasi ekonomi yang disertai dengan pesatnya perkembangan teknologi, berdampak sangat ketatnya persaingan dan cepatnya terjadi perubahan lingkungan usaha. Produk-produk hasil manufaktur di dalam negeri saat ini begitu keluar dari pabrik langsung berkompetisi dengan produk luar, dunia usaha pun harus menerima kenyataan bahwa pesatnya perkembangan teknologi telah mengakibatkan cepat usangnya fasilitas produksi, semakin singkatnya masa edar produk, serta semakin rendahnya margin keuntungan. Dalam melaksanakan proses pembangunan industri, keadaan tersebut merupakan kenyataan yang harus dihadapi serta harus menjadi pertimbangan yang menentukan dalam setiap kebijakan yang akan dikeluarkan, sekaligus merupakan paradigma baru yang harus dihadapi oleh negara manapun dalam melaksanakan proses industrialisasi negaranya.
Atas dasar pemikiran tersebut kebijakan dalam pembangunan industri Indonesia harus dapat menjawab tantangan globalisasi ekonomi dunia dan mampu mengantisipasi perkembangan perubahan lingkungan yang cepat. Persaingan internasional merupakan suatu perspektif baru bagi semua negara, sehingga fokus strategi pembangunan industri pada masa depan adalah membangun daya saing sektor industri yang berkelanjutan di pasar domestik.
Prospek perekonomian Indonesia dapat dikatakan baik terutama jika pemulihan ekonomi dunia mulai terjadi pada paruh kedua tahun 2009. Pada saat krisis global melanda perekonomian, pertumbuhan ekonomi Indonesia masih dapat mencapai 4,4% pada Triwulan I-2009 yang didukung terutama oleh konsumsi masyarakat yang tumbuh 5,8% dan pengeluaran pemerintah. Begitu pula sekalipun ekspor mengalami pertumbuhan negatif lebih dari -20%, namun Neraca Perdagangan dan Neraca Berjalan masih positif, karena pertumbuhan impor negatif lebih besar daripada ekspor. Belakangan ini nilai rupiah dan indeks pasar modal mengalami penguatan signifikan karena prospek perekonomian Indonesia yang dilihat baik dan para investor mulai mengalirkan dananya ke pasar yang diperkirakan memberikan hasil tinggi, terutama di pasar yang sedang berkembang (emerging markets) pasar komoditas.
Penguatan nilai rupiah dan indeks pasar modal diperkirakan masih akan terus berlangsung, sekalipun pada saat tertentu terjadi koreksi. Perkiraan nilai rupiah pada kisaran angka Rp 9500 per US dollar dan indeks pasar modal mencapai 2300 tampaknya tidaklah berlebihan. Begitu pula pasar obligasi mengalami perbaikan singifikan sejalan dengan penurunan CDS (Credit Default Swap) atau asuransi kemungkinan kegagalan kredit menurun tajam dari sekitar 600 basis point menjadi sekitar200 basis point.
Suku bunga juga diperkirakan akan terus mengalami penurunan seiring dengan penurunan inflasi. Tingkat inflasi pada tahun 2009 diperkirakan di bawah 5% dan pada tahun 2010 sekitar 5,5%. Dengan perkiraan inflasi yang rendah ini, besar kemungkinan BI rate akan diturunkan lagi sampai pada kisaran 6,5%. Perbankan masih belum secara signifikan menurunkan bunga pinjamannya, namun langkah perbankan untuk meningkatkan penyaluran kredit pada paruh kedua 2009 akan membawa penurunan bunga pinjaman secara signifikan. Tentu saja bank akan tetap menerapkan prinsip kehati-hatiannya.
Kecenderungan peningkatan harga komoditas belakangan ini yang tidak secara signifikan didukung oleh permintaan menunjukkan bahwa investor keuangan masuk ke pasar komoditas dengan harapan pemulihan ekonomi dunia akan berjalan lebih cepat. Tentu saja ada unsur spekulasi didalamnya, namun unsur spekulasi tersebut tidaklah sebesar pada masa sebelum krisis karena perusahaan keuangan tidak lagi dapat melakukan pinjaman (laverage) sebesar pada masa sebelum krisis. Meningkatnya harga komoditas ini tentu saja di sisi lain mulai mengarah kepada kekhawatiran pengaruhnya pada inflasi dan besarnya subsidi BBM pada APBN kita. Namun kekahwatiran ini dapat diatasi jika kita dapat mengoptimalkan keuntungan kita sebagai negara produsen komoditas.
Prospek perekonomian 2010 dapat dikatakan baik. Jika perekonomian dunia mulai pulih, maka pertumbuhan ekonomi Indonesia akan dapat kembali ke tingkatan sekitar 6%. Pertumbuhan ekspor, dan tentu saja impor, akan positif lagi. Demikian pula kegiatan investasi dalam maupun luar negeri. Apalagi jika program pembangunan infrastruktur, baik dalam skema kebijakan stimulasi perekonomian, maupun sebagai program yang berkelanjutan dapat mengalami perkembangan yang berarti.
Tantangan perkembangan perekonomian ke depan selain permasalahan pembangunan infrastruktur adalah menyeimbangkan pertumbuhan ekonomi pada sektor yang lebih mendorong pertumbuhan secara berkesimbangunan dan menciptakan kesempatan kerja yang besar, terutama pada sektor industri manufaktur. Pembangunan infrastruktur telah banyak di bahas, antara lain dengan dua kali infrastrcuture summit, namun pelaksanaannya dapat dikatakan minim. Permasalahannya bukanlah dalam hal pembiayaan tetapi lebih berkaitan dengan permasalahan struktural, seperti pembebasan tanah, tarif, dan kepastian hukum lainnya. Tentu saja kita tidak dapat mengharapkan permasalahan struktural tersebut dapat dipecahkan dengan segera. Namun paling tidak perbaikan yang bertahap akan sangat mendorong perkembangan perekonomian.
Negara berkembang seperti Indonesia dengan PDB yang besar dan jumlah tenaga kerja yang juga besar sangat membutuhkan perkembangan sektor industri manufaktur yang memadai untuk mendorong pertumbuhan yang berkesinambungan dan menciptakan kesempatan kerja yang luas. Pada masa pasca krisis Asia tahun 1998, pertumbuhan sektor manufaktur rendah, karena rendahnya investasi dan produksi. Hanya industri kendaraan bermotor yang dapat dikatakan berkembang dengan optimal. Alasan persaingan berat dengan China dapat dimengerti, namun jika Indonesia dapat memperbaiki lingkungan yang lebih kondusif bagi perkembangan industri manufaktur, Indonesia dapat mempunyai tempat tersendiri dalam persaingan dengan China sekalipun.
Permasalahan industri manufaktur selain semakin beratnya persaingan dengan produk dari China adalah berkaitan dengan kekakuan peraturan ketenagakerjaan yang membuat perusahaan industri terutama yang bersifat padat karya kesulitan terutama pada saat keadaan bisnis dan perekonomian mengalami penurunan. Perusahaan menghadapi permasalahan mahalnya biaya kompensasi pemberhentian tenaga kerja. Sebaliknya serikat pekerja menuntut lebih besar terhadap perusahaan. Permasalahan ini hanya dapat di atasi dengan perundingan ke dua belah pihak yang difasilitasi pemerintah.
Perusahaan industri Indonesia masih mempunyai keunggulan dibandingkan dengan negara lain terutama China dalam struktrur biaya, termasuk tenaga kerja. Tantangannya adalah dalam peningkatan produktivitas. Pembiayaan dari perbankan akan mengalir jika perusahaan industri dapat memperbaiki kinerja keuangannya. Tuntutan pada kembali meningkatan tarif tampaknya sulit untuk dipenuhi dengan rezim perdagangan yang semakin bebas sebagai konsekuensi berbagai kesepakatan yang ditandatangani baik dalam WTO maupun berbagai FTA (Free Trade Agreement).
Sektor pertanian harapannya adalah pada semakin memperkuat perkebunan yang berorientasi ekspor, seperti CPO, karet, dan produk perkebunan lainnya. Kecenderungan meningkatnya harga komoditas mendorong perkembangan sub-sektor perkebenunan. Dengan kecenderungan meningkatnya lagi harga komoditas, maka peningkatan produksi pangan juga harus tetap menjadi prioritas agar Indonesia tidak kesulitan pada saat harga pangan tinggi lagi.
Sektor pertambangan yang mengalami perkembangan pesat adalah pertambangan batubara. Namun pertambangan lain termasuk minyak banyak mengalami kemunduran karena rendahnya investasi dan menurunnya produksi. UU Pertambangan yang baru di satu sisi memberikan perhatian lebih besar pada peran pemerintah dan produsen dalam negeri, namun di sisi lain menghambat perkembangan PMA di pertambangan. Selalu yang menjadi tantangan besar adalah menyembangkan peranan PMA dan perkembangan di dalam negeri baik produksi maupun konsumsi. Dengan kecenderungan meningkatnya harga komoditas, investasi di sektor pertambangan, termasuk migas, banyak menarik investor jika lingkungannya mendukung.
Sektor-sektor lainnya yang bersifat non-traded dapat dikatakan sudah dapat berkembang dengan baik tanpa banyak campur tangan pemerintah. Sektor perdagangan, telekomunikasi, konstruksi (perumahan), dan keuangan dapat dikatakan akan terus berkembang dengan mengandalkan dinamika bisnis. Kemungkinan meningkatnya kredit perbankan akan mendorong sektor-sektor tersebut seperti terjadi sebelumnya.
Proses industrialisasi yang terjadi pada masa orde baru yang dilakukan dengan gencar, cepat dan berhasil melakukan transformasi struktural perekonomian Indonesia, ternyata belum mengait ke belakang (backward linkage) ke sektor pertanian. Dengan kata lain, sektor pertanian tidak mendapatkan perhatian yang cukup seimbang dibandingkan dengan sektor industri. Ini berakibat pada tertinggalnya sektor petanian dari sektor industri. Tidak saja dalam struktur PDB, tetapi juga juga dalam struktur masyarakat, dimana sampai saat ini masyarakat yang hidup di sektor pertanian (petani) tak kunjung sejahtera dibandingkan masyarakat yang hidup di sektor industri. Nilai tukar petani juga belum membaik. Produktivitas dan efisiensi yang rendah, serta sikap mental dan budaya yang masih tradisional membawa kelompok masyarakat ini dalam ketertinggalan (Arif Satria, 1997).
Transformasi struktural bukan berarti meninggalkan sektor pertanian menuju sektor industri, tetapi menjadikan pangsa sektor industri terhadap PDB yang lebih besar dari sektor pertanian, yang disebabkan oleh pertumbuhan sektor industri yang lebih tinggi akibat faktor eksternalitas industrialisasi yang lebih besar. Transformasi struktural yang telah dicapai di atas, akan kurang berarti apabila masih menyisakan adanya ketimpangan antarsektor atau ketertinggalannya suatu sektor dalam pembangunan. Karena proses pembangunan adalah proses yang saling mengkait antara satu sektor dengan sektor yang lain. Ketertinggalan suatu sektor dalam pembangunan akan mengakibatkan pertumbuhan pembangunan yang tidak seimbang dan tidak kokoh. Hal ini terbukti ketika terjadi krisis ekonomi yang melanda pada tahun 1998. Sektor industri mengalami keterpurukan yang dahsyat, sementara sektor pertanian – sektor yang tertinggal itu – sebagian besar masih mampu bertahan.
Setidaknya ada beberapa faktor yang bisa diungkapkan bahwa sektor pertanian menjadi penting dalam proses pembangunan, yaitu:
1. Sektor pertanian menghasilkan produk-produk yang diperlukan sebagai input sektor lain, terutama sektor industri, seperti: industri tekstil, industri makanan dan minuman;
2. Sebagai negara agraris (kondisi historis) maka sektor pertanian menjadi sektor yang sangat kuat dalam perekonomian dalam tahap awal proses pembangunan. Populasi di sektor pertanian (pedesaan) membentuk suatu proporsi yang sangat besar. Hal ini menjadi pasar yang sangat besar bagi produk-produk dalam negeri baik untuk barang produksi maupun barang konsumsi, terutama produk pangan. Sejalan dengan itu, ketahanan pangan yang terjamin merupakan prasyarat kestabilan sosial dan politik;
3. Karena terjadi transformasi struktural dari sektor pertanian ke sektor industri maka sektor pertanian menjadi sektor penyedia faktor produksi (terutama tenaga kerja) yang besar bagi sektor non-pertanian (industri).
4. Sektor pertanian merupakan sumber daya alam yang memiliki keunggulan komparatif dibanding bangsa lain. Proses pembangunan yang ideal mampu menghasilkan produk-produk pertanian yang memiliki keunggulan kompetitif terhadap bangsa lain, baik untuk kepentingan ekspor maupun substitusi impor (Tambunan, 2001).
Dalam studi ini, penulis mencoba mendekati dengan sisi yang agak berbeda. Penulis memfokuskan kepada besaran ekspor pertanian dan non-pertanian serta pengaruhnya terhadap perekonomian yang diukur dengan produk nasional bruto. Nilai ekspor diambil karena memiliki kelebihan setidaknya produk yang diekspor adalah produk-produk yang memang dibutuhkan pasaran dunia dan mampu bersaing secara kualitas dan harga. Nilai ekspor pertanian adalah yang sesuai dengan klasifikasi yang dilakukan oleh BPS.
Ekspor non-pertanian (migas, industri dan lain-lain) telah memiliki nilai yang lebih tinggi dibanding ekspor pertanian pada tahun 1981. Dan kemudian mengalami kenaikan terus menerus sampai tahun 1996 dan meninggalkan nilai ekspor pertanian yang mengalami peningkatan dengan nilai yang jauh lebih kecil. Pada tahun 1997, terjadi krisis ekonomi yang mengakibatkan peningkatan yang sangat drastis dari ekspor menurut harga berlaku yang diakibatkan oleh perubahan nilai tukar. Namun pada tahun 1998, terjadi penurunan drastis sebagai akibat krisis ekonomi tersebut dan kembali meningkat setelah tahun 1998. Jika dilihat menurut harga konstan 2000, ekspor pertanian stagnan cenderung meningkat, sedang ekspor non-pertanian mengalami peningkatan drastis sampai tahun 1997, kemudian turun drastis di tahun 1998 dan cenderung konstan setelah tahun 1998.
Selanjutnya akan diuraikan secara singkat perjalanan ekonomi Indonesia yang mencapai pertumbuhan yang relatif tinggi, baik selama periode stabilisasi dan rehabilitasi (1967-1972), zaman keemasan minyak (1973-1982), fase gejolak eksternal (1983-1986), era kebangkitan ekspor non migas (1987-1996) maupun fase krisis ekonomi (1997-2003).
Selama periode stabilisasi dan rehabilitasi, pertumbuhan ekonomi mencapai rata-rata 7,23% setahun, dengan angka pertumbuhan terendah tercatat tahun 1967 (2,29%) dan tertinggi tahun 1969 (11,11%). Sedangkan dalam periode 1973-1982, perekonomian Indonesia mengalami zaman keemasan minyak akibat gejolak eksternal berupa kenaikan harga minyak yang sangat tajam di pasaran dunia yang dapat dinyatakan sebagai titik awal terciptanya angka pertumbuhan yang relatif tinggi, dimana rata-rata mencapai 7,37% setahun.
Pada fase gejolak eksternal (1983-1986), Indonesia dihadapkan pada sebuah kenyataan pahit: pertumbuhan ekonomi merosot drastis menjadi hanya 4,88% per tahun. Menurut Sundrum (1988), faktor internal yang menjadi penyebab utama melemahnya pertumbuhan ekonomi Indonesia selama periode tersebut adalah menurunnya pengeluaran pemerintah, investasi dan impor.
Sejak tahun 1987 Indonesia terus menempuh berbagai kebijakan dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi yang pada akhirnya kembali meningkat dari 4,93% (1987) menjadi 8,21% (1995) dan 7,82% (1996). Secara rata-rata pertumbuhan ekonomi Indonesia periode 1987-1996 pulih hingga 6,90% per tahun.
Memasuki triwulan ke-4 tahun 1997, Indonesia diguncang oleh krisis moneter yang diakibatkan oleh menurunnya nilai tukar terhadap dollar Amerika. Krisis nilai tukar berlanjut menjadi krisis ekonomi, industri banyak yang gulung tikar yang bermula dari ketidakmampuan membeli bahan baku impor dan krisis perbankan. Krisis ini memberi dampak yang teramat buruk pada tahun 1998 dengan tingkat pertumbuhan ekonomi minus 13,3%, dan mulai membaik pada tahun-tahun berikutnya. Pertumbuhan ekonomi merambat naik, 0,79% pada tahun 1999, 4,92% pada tahun 2000 dan kemudian bergerak pada kisaran 4% – 4,5% sampai dengan tahun 2003.