Sejak
dahulu, bangsa indonesia sebagai pemersatuaan bangsa. Hal ini berarti bahwa
setiap suku atau kelompok mempunyai tradisi dan kebudayaan sendiri, termasuk
keanekaan bahasanya. Bahasa-bahasa kelompok tersebut, atau lebih dikenal
sebagai bahasa daerah, selain dituturkan dan didukung oleh jumlah kelompok
penutur yang sangat variatif, juga memiliki wilayah yang tersebar luas.
Tersebarnya bahasa daerah tertentu ke wilayah lain di Nusantara
tentunya memungkinkan terjadinya persaingan antar bahasa daerah tersebut. Hal
ini perlu disikapi secara serius oleh para pengambil kebijakan, dalam hal ini
pemerintah. Kalau dibiarkan pergesekan antar bahasa daerah tersebut,
dikhawatirkan akan menjadi pemicu disintegrasi bangsa. Apalagi wilayah
Indonesia memiliki banyak pulau dan memiliki banyak ragam budaya, hal ini
tentunya akan berimbas kepada persatuan dan kesatuan bangsa. Untuk
mempersatukan bangsa yang berbeda-beda budaya, salah satunya adalah dengan
bahasa nasional yaitu bahasa Indonesia.
Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang
lahir dengan keberagaman suku, adat, ras, golongan dan agama. Indonesia
memiliki lebih dari 700 bahasa. Dengan keberagaman tersebut, Indonesia
memerlukan satu bahasa yang bisa dimengerti semua Warga Negara dan
menjadi pemersatu bangsa.
Bahasa adalah alat komunikasi bagi
manusia, baik secara lisan maupun tertulis. Hal ini merupakan bahasa
yang tidak dihubungkan dengan status dan nilai-nilai sosial. Setelah
dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari yang di dalamnya selalu ada
nilai-nilai dan status bahasa yang tidak dapat ditinggalkan.
Bahasa mempunyai fungsi-fungsi tertentu yang digunakan berdasarkan kebutuhan seseorang, karena dengan menggunakan bahasa seseorang juga dapat mengekspresikan dirinya, fungsi bahasa sangat beragam. Bahasa digunakan sebagai alat untuk berkomunikasi, selain itu bahasa juga digunakan sebagai alat untuk mengadakan integrasi dan beradaptasi sosial dalam lingkunga atau situasi tertentu dan sebagai alat untuk melakukan kontrol sosial.
Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, bahasa memang sangat penting digunakan. Karena bahasa merupakan simbol yang dihasilkan menjadi alat ucap yang digunakan oleh sesama masyarakat. Dalam kehidupan sehari-hari hampir semua aktifitas kita menggunakan bahasa. Baik menggunakan bahasa secara lisan maupun secara tulisan dan bahasa tubuh.
Salah satu peranan bahasa yaitu sebagai alat komunikasi lingual manusia, baik secara lisan maupun tertulis. Ini adalah fungsi dasar bahasa yang tidak dihubungkan dengan status dan nilai-nilai sosial. Setelah dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari, yang di dalamnya selalu ada nilai-nilai dan status, bahasa tidak dapat ditinggalkan. Ia selalu mengikuti kehidupan manusia sehari-hari, baik sebagai manusia anggota suku maupun anggota bangsa. Karena kondisi dan pentingnya bahasa itulah, maka ia diberi ‘label’ secara eksplisit oleh pemakainya yang berupa kedudukan dan fungsi tertentu.
Kedudukan dan fungsi bahasa yang dipakai oleh pemakainya (baca: masyarakat bahasa) perlu dirumuskan secara eksplisit, sebab kejelasan ‘label’ yang diberikan akan mempengaruhi masa depan bahasa yang bersangkutan. Pemakaiannya akan menyikapinya secara jelas terhadapnya. Pemakaiannya akan memperlakukannya sesuai dengan ‘label’ yang dikenakan padanya.
Sebagai bagian erat bangsa Indonesia, Bahasa Indonesia memiliki kedudukan istimewa. Selain itu bahasa adalah cermin dari karakter bangsa seperti sebuah kutipan “Bahasa Itu Menunjukkan Bangsa”. Dari kutipan tersebut sudah jelas bahwa cara masyarakat menggunakan bahasa menunjukkan cara berfikir masyarakat. Mengapa demikian? Karena bahasa adalah hasil dari sebuah pemikiran. Seperti dikatakan Stephen R Covey, seorang pakar psikologi menyatakan, bahwa suatu ucapan (hasil bekerjanya lidah dan bibir) itu terlahir sebagai hasil dari proses berfikir (pikiran).
Permasalahannya adalah masyarakat Indonesia saat ini menggunakan bahasa seringkali tidak pada tempatnya. Setidaknya ada 5 hal yang harus digarisbawahi tentang bagaimana masyarakat Indonesia menggunakan bahasanya. Diantaranya sebagai berikut :
1. Bahasa global yang menggejala
Bahasa mempunyai fungsi-fungsi tertentu yang digunakan berdasarkan kebutuhan seseorang, karena dengan menggunakan bahasa seseorang juga dapat mengekspresikan dirinya, fungsi bahasa sangat beragam. Bahasa digunakan sebagai alat untuk berkomunikasi, selain itu bahasa juga digunakan sebagai alat untuk mengadakan integrasi dan beradaptasi sosial dalam lingkunga atau situasi tertentu dan sebagai alat untuk melakukan kontrol sosial.
Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, bahasa memang sangat penting digunakan. Karena bahasa merupakan simbol yang dihasilkan menjadi alat ucap yang digunakan oleh sesama masyarakat. Dalam kehidupan sehari-hari hampir semua aktifitas kita menggunakan bahasa. Baik menggunakan bahasa secara lisan maupun secara tulisan dan bahasa tubuh.
Salah satu peranan bahasa yaitu sebagai alat komunikasi lingual manusia, baik secara lisan maupun tertulis. Ini adalah fungsi dasar bahasa yang tidak dihubungkan dengan status dan nilai-nilai sosial. Setelah dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari, yang di dalamnya selalu ada nilai-nilai dan status, bahasa tidak dapat ditinggalkan. Ia selalu mengikuti kehidupan manusia sehari-hari, baik sebagai manusia anggota suku maupun anggota bangsa. Karena kondisi dan pentingnya bahasa itulah, maka ia diberi ‘label’ secara eksplisit oleh pemakainya yang berupa kedudukan dan fungsi tertentu.
Kedudukan dan fungsi bahasa yang dipakai oleh pemakainya (baca: masyarakat bahasa) perlu dirumuskan secara eksplisit, sebab kejelasan ‘label’ yang diberikan akan mempengaruhi masa depan bahasa yang bersangkutan. Pemakaiannya akan menyikapinya secara jelas terhadapnya. Pemakaiannya akan memperlakukannya sesuai dengan ‘label’ yang dikenakan padanya.
Sebagai bagian erat bangsa Indonesia, Bahasa Indonesia memiliki kedudukan istimewa. Selain itu bahasa adalah cermin dari karakter bangsa seperti sebuah kutipan “Bahasa Itu Menunjukkan Bangsa”. Dari kutipan tersebut sudah jelas bahwa cara masyarakat menggunakan bahasa menunjukkan cara berfikir masyarakat. Mengapa demikian? Karena bahasa adalah hasil dari sebuah pemikiran. Seperti dikatakan Stephen R Covey, seorang pakar psikologi menyatakan, bahwa suatu ucapan (hasil bekerjanya lidah dan bibir) itu terlahir sebagai hasil dari proses berfikir (pikiran).
Bahasa Indonesia dikenal secara luas sejak
“Soempah Pemoeda”, 28 Oktober 1928, yang menjadikan bahasa Indonesia sebagai
bahasa persatuan. Pada saat itu para pemuda sepakat untuk mengangkat bahasa
Melayu-Riau sebagai bahasa Indonesia. Para pemuda melihat bahwa bahasa
Indonesialah yang berpotensi dapat mempersatukan bangsa Indonesia yang terdiri
atas ratusan suku vangsa atau etnik. Pengangkatan status ini ternyata bukan
hanya isapan jempol. Bahasa Indonesia bisa menjalankan fungsi sebagai pemersatu
bangsa Indonesia. Dengan menggunakan bahasa Indonesia rasa kesatuan dan
persatuan bangsa yang berbagai etnis terpupuk. Kehadiran bahasaIndonesia di
tengah-tengah ratusan bahasa daerah tidak menimbulkan sentimen negatif bagi
etnis yang menggunakannya. Sebaliknya, justru kehadiran bahasa Indonesia
dianggap sebagai pelindung sentimen kedaerahan dan sebagai penengah ego kesukuan.
Dalam hubungannya sebagai alat untuk menyatukan
berbagai suku yang mempunyai latar belakang budaya dan bahasa masing-masing,
bahasa Indonesia justru dapat menyerasikan hidup sebagai bangsa yang bersatu
tanpa meinggalkan identitas kesukuan dan kesetiaan kepada nilai-nilai sosial
budaya serta latar belakang bahasa etnik yang bersangkutan. Bahkan, lebih dari
itu, dengan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan ini, kepentingan nasional
diletakkan jauh di atas kepentingan daerah dan golongan.
Latar belakang budaya dan bahasa yang
berbeda-beda berpotensi untuk menghambat perhubungan antardaerah antarbudaya.
Tetapi, berkat bahasa Indonesia, etnis yang satu bisa berhubungan dengan etnis
yang lain sedemikian rupa sehingga tidak menimbulkan kesalahpahaman. Setiap
orang Indonesia apa pun latar belakang etnisnya dapat bepergian ke
pelosok-pelosok tanah air dengan memanfaatkan bahasa Indonesia sebagai alat
komunikasi. Kenyataan ini membuat adanya peningkatan dalam penyebarluasan
pemakaian bahasa Indonesia dalamn fungsinya sebagai alat perhubungan
antardaerah antarbudaya. Semuanya terjadi karena bertambah baiknya sarana
perhubungan, bertambah luasnya pemakaian alat perhubungan umum, bertambah
banyaknya jumlah perkawinan antarsuku, dan bertambah banyaknya perpindahan
pegawai negeri atau karyawan swasta dari daerah satu ke daerah yang lain karena
mutasi tugas atau inisiatif sendiri.
Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional mulau
dikenal sejak 17 Agustus 1945 ketika bangsa Indonesia menyatakan
kemerdekaannya. Dalam kedudukan sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia
berfungsi sebagai lambang kebanggaan nasional atau lambang kebangsaan. Bahasa
Indonesia mencerminkan nilai-nilai sosial budaya yang mendasari rasa
kebangsaan. Melalui bahasa nasional, bangsa Indonesia menyatakan harga diri dan
nilai-nilai budaya yang dapat dijadikan pegangan hidup. Atas dasar kebanggaan
ini, bahasa Indonesia dipelihara dan dikembangkan oleh bangsa Indonesia. Rasa
kebanggaan menggunakan bahasa Indonesia ini pun terus dibina dan dijaga oelh
bangsa Indonesia. Sebagai lambang identitas nasional, bahasa Indonesia
dijunjung tinggi di samping bendera nasional, Merah Putih, dan lagu nasional
bangsa Indonesia, Indonesia Raya. Dalam melaksanakan fungsi ini, bahasa
Indonesia tentulah harus memiliki identitasnya sendiri sehingga serasi dengan
lambang kebangsaan lainnya. Bahasa Indonesia dapat mewakili identitasnya
sendiri apabila masyarakat pemakainya membina dan mengembangkannya sedemikian
rupa sehingga bersih dari unsur-unsur bahasa lain, yang memang benar-benar
tidak diperlukan, misalnya istilah/kata dari bahasa Inggris yang sering
diadopsi, padahal istilah.kata tersebut sudah ada padanannya dalam bahasa
Indonesia.
Permasalahannya adalah masyarakat Indonesia saat ini menggunakan bahasa seringkali tidak pada tempatnya. Setidaknya ada 5 hal yang harus digarisbawahi tentang bagaimana masyarakat Indonesia menggunakan bahasanya. Diantaranya sebagai berikut :
1. Bahasa global yang menggejala
Tidak bisa dipungkiri
bahwa pengaruh globalisasi sudah sedemikian hebatnya. Pengaruh tersebut
menyentuh berbagai aspek kehidupan mulai dari aspek sosial, budaya,
politik sampai bahasa. Tidak adanya batas wilayah baik antar daerah
maupun antar negara menyebabkan berbagai pengaruh masuk tanpa bisa
dibendung. Pengaruh yang sangat dirasakan oleh kita adalah bagaimana
bahasa menjadi terpengaruh. Pengaruh yang timbul salahsatunya tampak
dalam penggunaan bahasa yang bercampur-campur baik itu bahasa Indonesia
dengan bahasa daerah, bahasa Indonesia dengan bahasa asing bahkan
penggunaan bahasa Indonesia disampur dengan bahasa daerah dan bahasa
asing. Contoh sederhananya adalah bagaimana pemuda di kota menggunaka
kata “Gue” dan “Loe”sebagai penggati “saya”
atau “aku” dan “kamu”. Gejala ini ternyata tidak hanya terjadi di kota
besar. Pengaruh ini sampai ke pelosok-pelosok negeri akibat derasnya
arus informasi. Tidak hanya sampai disini. Bahasa Indonesiapun kerap
kali digabungkan dengan bahasa Inggris. Misalnya ketika seseorang minta
maaf, “Maaf ya Just Kidding”. Lalu apa masalahnya? Melihat
masalah ini kita bisa melihat jelas bahwa masyarakat Indonesia adalah
masyarakat yang tidak berkarakter karena cenderung menerima dan berusaha
mencari kebenaran dari sebuah informasi yang didapatkan. Selain itu
melalui masalah ini pula kita bisa merasakan bahwa kebanyakan bangsa
Indonesia tidak menghargai Bahasa Indonesia sebagai salah satu hasil
perjuangan puta putri bangsa. Prilaku berbahasa seperti ini dapat
menyebabkan Bahasa Indonesia kehilangan identitas. Betul bahwa bahasa
Indonesia banyak menyerap kata asing tapi tidak menyerap kata itu dengan
mentah-mentah melainkan melalui proses yang benar dan tepat.
2. Bahasa “Asal Nyambung”
Banyak orang Indonesia yang menggunakan bahasa Indonesia dengan nyeleneh. Alasannya
bahasa adalah alat komunikasi jadi tidak perlu dipersulit bagaimana
cara menggunakannya. Padahal bahasa lebih dari sekedar alat komunikasi.
Jauh dari itu Bahasa Indonesia adalah bahasa persatuan. Oelh karna itu
sikap bangga terhadap bahasa Indonesia harus ditumbuhkan di setiap dada
orang Indoensia. Namun kenyataan yang terjadi adalah banyak diantara
Mereka menggunakan bahasa Indonesia “asal orang mengerti”. Muncullah
pemakaian bahasa Indonesia sejenis bahasa prokem, bahasa plesetan, dan
bahasa jenis lain yang tidak mendukung perkembangan bahasa Indonesia
dengan baik dan benar. Bila begitu keadaanya bahwa menggunakan bahasa
cukup dengan asal nyambung dianggap sebagai sebuah kebenaran.
Lalu untuk apa di buat aturan bahasa baku (bahasa lisan) dan Ejaan Yang
Disempurnakan (bahasa tulis). Bukankah itu adalah hal yang mubazir jika
tidak diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Saya pikir saat ini
sudah saatnya menggunakan bahasa berpedoman pada aturan seperti halnya
aturan bahasa baku maupun EYD.
3. Penggunaan bahasa asing yang tidak tepat
Masalah yang tidak
kalah besar yang dihadapi bahasa Indonesia saat ini adalah merebaknaya
penggunaan bahasa asing. Penggunaan bahasa asing yang cukup dominan di
negeri ini menyebabkan kita bertanya-tanya, apa kekurangan bahasa
Indonesia sehingga kita harus menggunakan bahasa asing dengan
mentah-mentah. Penggunaan bahasa asing ini bukan hanya pada bahasa tulis
seperti yang banyak tertera pada nama-nama mal, perumahan, berbagai
merk produk, dan lain sebagainya. Namun juga penggunaan bahasa asing
dalam berbahasa lisan. Kita bisa melihat setiap hari ditelevisi banyak
tokoh publik menggunakan bahasa asing. Hal ini tentu sangat
memprihatinkan. Tokoh publik adalah figur bagi masyarakat yang
senantiasa menjadi tiruan masyarakat. Kalau sudah begini lalu
bagaimana?. Diperlukan kesadaran semua pihak untuk untuk kembali
menggunakan bahasa Indonesia sebagai identitas bangsa.
4. Sikap tak acuh dalam berbahasa Indonesia
Dengan sedemikian
kencangnya arus perubahan zaman. Pengguna bahasa Indonesia belum sampai
pada titik kesadaran menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar.
Seperti yang dikatakankan oleh Sitor Situmorang bahwa orang Indonesia
’malas’ untuk mencari padanan kata dan istilah asing, istilah yang ada
diserap mentah-mentah. Hal ini ditegaskan lagi oleh pernyataan Franz
Magnis Suseno S.J., menurutnya salah satu faktor yang menyebabkan
rata-rata orang Indonesia buruk dalam berbahasa Indonesia adalah sifat
malas berpikir untuk mencari kata-kata yang tepat dan benar sesuai
kaidah dalam bahasa Indonesia. Keadaan ini menyebabkan bahasa Indonesia
mengalami perkembangn yang tidak menggembirakan. Bila sikap ini tidak
segera diubah maka bukan tidak mungkin kedepannya bahasa Indonesia akan
menjadi bahasa pasaran yang tidak memiliki identitas.
5. Meluapnya Bahasa Eufisme dan Sarkasme
Satu lagi yang
menyebabkan bahasa Indonesia semakin terpuruk adalah banyaknya
penggunaan bahasa-bahasa eufisme yang berbau muatan politis dan
merebaknya bahasa-bahasa sarkaseme yang membuat citra bangsa Indonesia
sebagai bangsa yang tidak bermoral. Para politisi yang menggunakan
bahasa eufisme untuk mengalihkan perhatian rakyat pada kenyataan
sesungguhnya menyebabkan bangsa Indonesia menjadi karakter bangsa
pembohong. Bagaimana tidak ketika bahasa dijadikan jembatan untuk menipu
rakyat. Lalu korelasinya dimana. Pemimpin dalam hal ini pemerintah
adalah cermin dari karakter bangsa. Jadi setiap tindakan dan perbuatan
mereka akan menjadi contoh bagi siapapun yang dipimpinnya. Satu lagi
yang amat memperihatinkan adalah bahasa sarkasme, yaitu bahasa-bahasa
kasar yang digunakan untuk menghujat orang atau lembaga lain seperti
Ungkapan-ungkapan maling, preman politik, biang kerok, Presiden segera
dibawa ke Psikiater, Presiden bohong, gak dadi presiden gak pathe’en,
Presiden Tak Jewer, negeri seperti keranjang sampah, institusi busuk dan
sebagainya muncul di kalangan politisi negeri ini
Sumber:
http://cafestudi061.wordpress.com/category/bahasa-indonesia/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar