PENDEKATAN
KONTEKSTUAL
Pendekatan konstekstual berlatar belakang bahwa siswa belajar
lebih bermakna dengan melalui kegiatan mengalami sendiri dalam lingkungan
alamiah, tidak hanya sekedar mengetahui, mengingat, dan memahami. Pembelajaran
tidak hanya berorientasi target penguasaan materi, yang akan gagal dalam
membekali siswa untuk memecahkan masalah dalam kehidupannya. Dengan demikian
proses pembelajaran lebih diutamakan daripada hasil belajar, sehingga guru
dituntut untuk merencanakan strategi pembelajaran yang variatif dengan prinsip
membelajarkan – memberdayakan siswa, bukan mengajar siswa.
Dengan prinsip penmbelajaran seperti itu, pengetahuan bukan lagi
seperangkat fakta, konsep, dan aturan yang siap diterima siswa, melainkan harus
dikontruksi (dibangun) sendiri oleh siswa dengan fasilitasi dari guru. Siswa
belajar dengan mengalami sendiri, mengkontruksi pengetahuan, kemudian memberi
makna pada pengetahuan itu. Siswa harus tahu makna belajar dan menyadarinya,
sehingga pengetahuan dan ketrampilan yang diperolehnya dapat dipergunakan untuk
bekal kehidupannya. Di sinilah tugas guru untuk mengatur strategi pembelajaran
dengan membantu menghubungkan pengetahuan lama dengan yang baru dan
memanfaatkannya. Siswa menjadi subjek belajar sebagai pemain dan guru berperan
sebagai pengatur kegiatan pembelajaran (sutradara) dan fasilitator.
Pembelajaran dengan cara seperti di atas disebut pembelajaran
dengan Pendekatan Kontekstual Contextual Teaching and Learning, CTL), yaitu
dengan cara guru memulai pembelajaran yang dimulai atau dikaitkan dengan dunia
nyata yaitu diawali dengan bercerita atau tanya-jawab lisan tentang kondisi
aktual dalam kehidupan siswa (daily life), kemudian diarahkan melalui modeling
agar siswa termotivasi, questioning agar siswa berfikir, constructivism agar
siswa membangun pengertian, inquiry agar siswa bisa menemukan konsep dengan
bimbingan guru, learning community agar siswa bisa berbagi pengetahuan dan
pengalaman serta terbiasa berkolaborasi, reflection agar siswa bisa mereviu
kembali pengalaman belajarnya, serta authentic assessment agar penilaian yang
diberikan menjadi sangat objektif.
Pembelajaran dalam sebuah kelas dikatakan menggunakan pendekatan
kontekstual jika menerapkan ketujuh komponen tersebut di atas, ini tidak sulit
kalau sudah terbiasa, yang penting ada kemauan kuat untuk mengubah dan
meningkatkan kualitas diri. Kurikulum berbasis kompetensi menuntut pelaksanaan
pembelajaran model CTL tersebut, karena orientasinya pada proses sehingga siswa
memiliki kompetensi-kemampuan-pangabisa, tidak sekedar mengetahui dan memahami.
Jangan lupa bahwa kondisi emosional individu akan mempengaruhi pemikiran dan
prilakunya, oleh karena itu CTL akan terlaksana dengan optimal jika guru mampu
menciptakan suasana belajar yang kondusif, nyaman dan menyenangkan.
Pendekatan kontekstual dapat membuat variasi dalam pembelajaran dan hasil
belajar yang diharapkan dapatdicapai. Pendekatan pembelajaran tentu tidak kaku
harus menggunakan pendekatan tertentu, artinya memilih pendekatan disesuaikan
dengan kebutuhan materi ajar yang dituangkan dalam perencanaan pembelajaran.
Pendekatan pembelajaran yang sering dipakai oleh para guru antara lain:
pendekatan konsep dan proses, pendekatan deduktif dan induktif pendekatan
ekspositori dan heuristik, pendekatan kecerdasan dan pendekatan konstektual. Depdiknas (2002:5) menyatakan pembelajaran kontekstual (Contextual
Teaching and Learning) sebagai konsep belajar yang membantu guru mengaitkan
antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong
siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya
dalam kehidupan mereka sehari-hari, dengan melibatkan tujuh komponen, yakni:
(1) kontruktivisme (Constuctivism), (2) bertanya (Questioning),
(3) menemukan (Inquiri), (4) masyarakat belajar (Learning Community),
(5) permodelan (Modeling), (6) Refleksi (Reflection),
(7) penilaian sebenarnya (Authentic Assessment). Jonhson (2007:67) menyatakan bahwa pendekatan pembelajaran konstekstual atau CTL (Contextual Teaching and Learning) adalah sebuah proses pendidikan yang menolong para siswa melihat makna dalam materi akademik dengan konteks dalam kehidupan seharian mereka, yaitu konteks keadaan pribadi, social, dan budaya mereka. Untuk mencapai tujuan ini sistem tersebut meliputi delapan komponen berikut: (1) membuat keterkaitan-keterkaitan yang bermakna, (2) melakukan pekerjaan yang berarti, (3) melakukan pekerjaan yang diatur sendiri, (4) melakukan kerja sama, (5) berfikir kritis dan kreatif, (6) membantu individu untuk tumbuh dan berkembang, (7) mencapai standar yang tinggi, (8) menggunakan penilaian autentik.
Pendekatan kontektual atau Contextual Teching and Learning, Wina (2005:109) menjelaskan, suatu pendekatan pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka.Terdapat lima karakteristik penting dalam proses pembelajaran yang menggunakan pendekatan kontekstual yaitu :
(a) Dalam pendekatan kontekstual pembelajaran
merupakan proses pengaktifan pengetahuan yang sudah ada (activiting
knowledge).
(b) Pembelajaran yang kontekstual adalah belajar
dalam rangka memperoleh dan menambah pengetahuan baru (acquiring knowlwdge).
(c) Pemahaman pengetahuan (understanding
knowledge), artinya pengetahuan yang diperoleh bukan untuk dihafal tapi
untuk diyakini dan dipahami.
(d) Mempraktekkan pengetahuan dan pengalaman
tersebut (applying knowledge), artinya pengetahuan dan pengalaman yang
diperoleh harus dapat diaplikasikan dalam kehidupan siswa, sehingga tampak
perubahan prilaku siswa.
(e) Melakukan refleksi (reflecting knowledge)
terhadap strategi pengembangan pengetahuan.
Setiap bagian pendekatan kontekstual atau CTL yang berbeda ini akan
memberikan sumbangan dalam menolong siswa memahami tugas sekolah. Secara
bersama-sama mereka membentuk suatu sistem yang memungkinkan para siswa melihat
makna di dalamnya, dan mengingat materi akademik.
Wina (2005:125) menjelaskan beberapa hal penting dalam pembelajaran melalui
pendekatan kontekstual atau CTL sebagai berikut:
(a) CTL adalah
model pembelajaran yang menekankan pada aktivitas siswa secara penuh, baik
fisik maupun mental.
(b) CTL memandang
bahwa belajar bukan menghafal akan tetapi porses pengalaman dalam kehidupan
nyata.
(c) Kelas dalam
pembelajaran CTL, bukan sebagai tempat memperoleh informasi, akan tetapi sebagi
tempat untuk menguji data hasil temuan mereka dilapangan.
(d) Materi
pelajaran ditemukan oleh siswa sendiri bukan hasil pemberian orang lain.
PENDEKATAN
KONSEPTUAL
I. Pengertian Pendekatan Konsep
Pendekatan (approach)
adalah suatu istilah yang memilki kemiripan dengan strategi. Menurut Wina
Sanjaya (2008: 127) pendekatan adalah titik tolak atau sudut pandang kita
terhadap proses pembelajaran. Istilah pendekatan merujuk kepada pandangan
tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum. Oleh karena
itu strategi dan metode pembelajaran yang digunakan dapat bersumber atau
tergantung dari pendekatan tertentu..
Konsep
merupakan buah pikiran seseorang atau sekelompok orang yang dinyatakan dalam
defenisi sehingga melahirkan produk pengetahuan berupa prinsip, hukum, dan
teori. Konsep diperoleh dari fakta, peristiwa, pengalaman, melalui generalisasi
dan berpikir abstrak. Konsep dapat mengalami perubahan disesuaikan dengan fakta
atau pengetahuan baru, sedangkan kegunaan konsep adalah menjelaskan dan
meramalkan sesuatu pengetahuan.
Menurut Richard
I. Arends (2008: 322), bahwa konsep dalam subjek apapun adalah balok-balok
bangunan dasar untuk berpikir, terutama untuk pemikiran tingkat tinggi. Konsep
memungkinkan individu-individu untuk mengklasifikasikan berbagai objek, ide dan
membuat aturan serta prinsip tentang itu. Konsep menjadi fondasi bagi jaringan
(skemata) ide yang menuntun pemikiran kita. Mempelajari konsep sangat penting
di sekolah maupun dalam kehidupan sehari-hari karena konsep memungkinkan
orang-orang untuk saling memahami dan menjadi dasar untuk interaksi verbal.
Pendekatan
konsep adalah suatu pendekatan pengajaran yang secra langsung menyajikan
konsep tanpa memberi kesempatan kepada siswa untuk menghayati bagaimana konsep
itu diperoleh (Sagala, 2008: 71).
Pengajaran
konsep (concept teaching), adalah cara di mana guru dapat membantu siswa
untuk memperoleh dan mengembangkan konsep-konsep dasar yang dibutuhkan untuk
pembelajaran lebih lanjut dan pemikiran tingkat tinggi. Model pengajaran konsep
tidak dirancang untuk mengajarkan sejumlah besar informasi kepada siswa. Tetapi
dengan mempelajari dan menerapakan konsep-konsep kunci dalam subjek tertentu,
siswa akan mampu mentransfer berbagai pembelajaran spesifik ke bidang-bidang
yang lebih umum. Faktanya, tanpa pemahaman yang sama tentang konsep-konsep
kunci, pembelajaran tentang isi dalam bidang-bidang studi tertentu nyaris
mustahil terjadi.
Ada dua
pendekatan pengajaran konsep yaitu pendekatan direct presentation
(prosentasi langsung) dan pendekatan concept attainment (pencapaian
konsep).
Persyaratan
pengajaran untuk pencapaian konsep adalah tersedianya contoh-contoh yang
menunjukkan kesamaan-kesamaan dalam beberapa hal dan perbedaan-perbedaannya.
Individu yang berhadapan dengan contoh-contoh tersebut harus menemukan sendiri
atau dibertahu oleh guru apakah setiap unsur dari contoh itu menunjukkan suatu
konsep. Pada setiap kali bertemu dengan contoh itu siswa merumuskan hipotesis
tentang contoh itu. Setiap contoh itu akan menunjukkan/menyajikan informasi
tentang karakteristik dan nilai atribut dari konsep.
II. Landasan Teori
Pendekatan konseptual/konsep ini dikembangkan dari karya Jean Piaget, Jerome
Bruner, David Ausubel, dan Howard Gardner. Studi-studi mereka menunjukkan
bagaimana berpikir konseptual berkembang pada anak-anak dan remaja di
mana pendekatan pengajaran konsep mempengaruhi pembelajaran kognitif mereka
(Arends, 2007: 232). Tugas guru dalam pendekatan ini adalah bagaimana
meningkatkan kemampuan siswa dalam memproses informasi. Guru menciptakan
lingukungan/kondisi agar siswa mampu memiliki kemampuan berikut: dapat
menangkap stimulus dari lingkungan, dapat menemukan masalah/konsep, dan
dapat mengembangkan pemecahan masalah baik secara verbal maupun nonverbal.
Menurut Jerome
Bruner, J. Goodnow dan George Agustin (Mulyan1,1999: 46) bahwa model pencapaian
konsep dilandasi bahwa lingkungan banyak ragam dan isinya sehingga
manusia/siswa mampu membedakan objek-objek dengan aspek-aspeknya. Dengan kata
lain siswa harus mampu berpikir tingkat tinggi menentukan kategori untuk
membentuk konsep-konsepnya. Kategori ini memungkinkan siswa untuk
mengelompokkan objek-objek dengan perbedaan yang nyata berdasarkan
karakteristik untuk mengurangi kerumitan lingkungan. Proses berpikir seperti
ini oleh Bruner dan kawan-kawannya, dinamakan kategorisasi. Kegitan
kategorisasi mempunyai dua komponen yaitu kegiatan pembentukan konsep dan
kegiatan pencapaian konsep.
Selanjutnya
kita akan melihat hubungan antara konsep dan berpikir tingkat tinggi, sifat
konsep, dan bagaimana cara terbaik untuk membelajarkan konsep kepada siswa.
1. Konsep dan Berpikir Tingkat Tinggi.
Belajar konsep
lebih dari sekedar mengklasifikasikan berbagai objek dan membentuk berbagai
kategori. Belajar konsep melibatkan proses mengontruksikan pengetahuan dan
mengorganisasikan informasi menjadi struktur-struktur yang komprehensif dan
kompleks. Seperti kita ketahui, siswa datang ke sekolah dengan beragam
pengetahuan yang mereka jadikan dasar untuk membentuk berbagai konsepsi
atau skemata tentang dunia fisik atau sosial. Skemata ini adalah cara siswa
untuk melihat dunia. Kadang-kadang konsepsi yang dimiliki siswa akurat,
tetapi sering kali intuitif, naif, dan bahkan merupakan interpretasi yang
keliru tentang realitas. Perubahan konsepsi yang keliru membutuhkan
berbagai proses pengajaran yang memungkinkan siswa menjadi sadar akan
skemata yang sudah dimlikinya. Sehingga guru dapat membantu siswa untuk
mengembangkan konsep-konsep baru dan memformulasikan cara berpikir yang sudah
ada.
2. Sifat Konsep
Konsep dapat
digunakan untuk mengorganisasikan pengetahuan dan pengalaman ke dalam
berbagai macam kategori. Jika konsep digunakan dalam kaitannya dengan
pembelajaran, konsep memiliki arti yang lebih tepat dan mengacu pada tata cara
pengetahuan dan pengalaman mengkategorisasikan.
Pengajaran
konsep pada dasarnya adalah meletakkan berbagai macam hal ke dalam
golongan-golongan dan setelah itu mampu mengenali anggota-anggota
golongan itu. Hal ini mengharuskan individu untuk mampu mengambil kasus
tertentu, misalnya anjing piaraan yang bernama Max, dan menempatkannya ke
golongan umum objek yang dalam kasus ini diberi nama anjing, yang memiliki
atribut-atribut tertentu yang sama. Proses ini membutuhkan judgment
tentang apakah sebuah kasus merupakan salah satu contoh dari sebuah golongan
yang lebih besar.
3. Cara Membelajarkan Konsep Kepada Siswa.
Menurut Bruner
dalam Sumantri & Purnama ( 1999: 47) konsep itu mempunyai lima
elemen yaitu: 1) nama, 2) contoh-contoh (positif dan negatif), 3) atribut
kritis (esensial) dan non kritis (non esensial), 4) nilai-nilai atribut, dan 5)
aturan. Memahami konsep berarti
mengetahui semua elemen dari konsep itu.
Contoh nama
misalnya buah, anjing, rumah. Meskipun benda-benda tertentu dikelompokkan
bersama dalam satu kategori, tetapi di antara benda-benda itu
terdapat perbedaan (buah misalnya, sangat banyak dan bervariasi), hanya di
antaranya terdapat ciri-ciri tertentu yang menyebabkan buah-buah itu
dikelompokkan menjadi istilah umum.
Elemen kedua
adalah contoh-contoh dari konsep, kepada siswa ditunjukkan berbagai macam buah,
seperti mangga (jumlah terbanyak), jeruk dan jambu. Jeruk dan jambu merupakan contoh yang negatif sedangkan mangga yang
positif. Bagian dari pemahaman konsep ialah mengenai contoh-contoh positif
dan dapat membedakan dari contoh-contoh negatif.
Elemen
ketiga dan keempat, adalah atribut dan atribut value. Atribut adalah kata
karakteristik umum yang memungkinkan kita untuk contoh-contoh satu kategori
yang sama. Pada contoh buah di atas, atribut esensial (kritis) adalah
mengandung air (kering), berbiji, manis (asam), hijau, dapat dimakan dan
berharga. Tidak semua karakteristik esensial bagi konsep. Harga misalnya, tidak
mempunyai peran khusus untuk membedakan buah dan makanan atau benda lainnya.
Karena itu harga merupakan atribut non esensial. Memahami konsep berarti mampu
membedakan atribut esensial dan atribut non esensial.
Elemen
terakhir adalah rule (aturan) yang merupakan defenisi atau pernyataan yang
mengkhususkan atribut esensial dari suatu konsep. Seperti contoh konsep buah:
mangga adalah buah yang mengandung air, berbiji, manis, berwarna hijau dan
dapat dimakan. Contoh lain, pohon adalah tumbuhan yang hidup bertahun-tahun dan
memiliki batang tumbuh tunggal dan berkayu.
Yang
membedakan suatu konsep dari konsep lainnya adalah kombinasi atribut. Jeruk dan jambu bias dikatakan sama bentuknya tetapi atribut lainnya
berbeda, misalnya dalam tekstur dan rasanya. Sebelum menyampaikan daftar
contoh-contoh kepada siswa, guru terlebih dahulu menganalisis konsep,
pertama-tama mengindentifikasi atribut yang esensial. Selanjutnya guru dengan
hati-hati memilih contoh-contoh positif yang mengandung atribut konsep.
III. Merencanakan dan Melaksanakan Pembelajaran Konsep
Berbagai prosedur dan pedoman yang dibuat untuk merencanakan dan
melaksanakan pembelajaran dengan pendekatan pencapaian konsep/pendekatan
konseptual.
1.
Merencanakan Pembelajaran
Konsep.
Selama fase
perencanaan pembelajaran konsep, guru harus membuat keputusan tentang konsep
apa saja yang akan dibelajarkan dan pendekatan mana yang akan digunakan. Guru
harus melakukan sebuah pekerjaan menyeluruh, yakni menetapkan dan menganalisis
konsep-konsep yang dibelajarkan dan memutuskan contoh-contoh dan bukan contoh
mana yang akan digunakan dan cara terbaik untuk menyajikannya kepada siswa
selama pembelajaran.
Adapun tugas
guru dalam merencanakan pembelajaran konsep adalah:
a.
Memilih Konsep.
Kurikulum ( KTSP) adalah sumber utama untuk memilih konsep-konsep yang akan
dibelajarkan. Konsep-konsep itu mungkin
terdapat dalam textbook yang digunakan guru. Pengajaran konsep selalu
diajarkan bila materinya berisi istilah-istilah yang tidak familier,
serangkaian langkah yang tidak diketahui oleh siswa, atau penggunaan aturan
tertentu yang baru bagi siswa. Dalam proses memilih konsep-konsep yang akan
dibelajarkan sangat penting, karena membantu siswa memahami sebuah konsep
sangat berarti dari pada sekedar membuat mereka mampu memberikan defenisi
tentang konsep.
b Memutuskan Pendekatan yang Akan Dipakai.
Pengajaran
konsep memiliki beberapa elemen, seperti nama, atribut-atribut, nilai-nilai
atribut, contoh dan bukan contoh, serta aturan. Guru memilih pendekatan
konseptual yang akan digunakan dalam menangani setiap elemen ini. Pada
pendahuluan sudah dijelaskan ada dua pendekatan pengajaran/pembelajaran konsep
yaitu: direct presentation (presentasi langsung) dan concept
attainment (pencapaian konsep). Pendekatan prosentasi langsung
menerapkan rule to example process (proses dari aturan ke contoh) deduktif,
di mana guru mula-mula menyebutkan nama-nama konsep dan mendefenisikannya, lalu
memberikan beberapa contoh dan bukan contoh kepada siswa untuk menguatkan
pemahaman mereka tentang konsep itu. Sedangkan pendekatan pencapaian konsep
menggunakan example to rule process (proses dari contoh ke
aturan), mula-mula guru memberikan contoh dan bukan contoh tentang suatu
konsep, kemudian siswa menemukan atau mencapai konsep itu melalui proses
penalaran induktif. Memberi label dan mendefenisikan konsep itu ada dibagian akhir
dan bukan dibagian awal pembelajaran.
Pendekatan yang
digunakan seoarang guru bergantung pada tujuan yang ingin dicapai,
karakteristik siswa yang diajarkan, dan sifat konsepnya. Pendekatan prosentasi langsung, biasanya digunakan untuk
mengembangkan pengetahuan tentang sebuah konsep yang mana pengetahuan
sebelumnya sudah atau tidak dimiliki siswa. Pendekatan pencapaian konsep
digunakan apabila siswa sudah memiliki beberapa pemahaman tentang konsep dan
tujuan pembelajarannya adalah untuk mengeksplorasi atribut-atribut
esensial konsep tertentu.
c. Mendefenisikan
konsep.
Atribut-atribut esensial (kritis) atau penentu adalah kategori yang ada
disetiap contoh konsep dan membedakannya dengan semua konsep-konsep lainnya.
Sebagai contoh konsep pohon, dapat difenisikan “ tumbuhan yang hidup
bertahun-tahun dan memilki sebuah batang tumbuh tunggal berkayu”. Defenisi ini
memasukkan atribut-atribut esensial: tumbuhan, hidup bertahun-tahun, batang
tumbuh tunggal, dan berkayu.
Atribut-atribut non esensial (non kritis) juga masuk dalam gambaran/konsep
pohon, Sebagai contoh ukuran, bentuk, dan warna adalah atribut-atribut
non esensial dari konsep pohon.
Pada dasarnya ada tiga langkah dalam mendefenisikan suatu konsep: 1)
indentifikasi nama konsepnya, 2) buat daftar atribut-atribut esensial dan non
esensial, 3) tulis defenisi ringkasnya.
d.
Menganalisis Konsep.
Setelah sebuah konsep dipilih dan didefenisikan dalam kaitannya dengan
atribut-atributnya, konsep itu perlu dianalisis untuk mencari beberapa contoh
dan bukan contohnya. Pemilihan contoh dan bukan contoh merupakan aspek yang
paling sulit dalam perencanaan pembelajaran konsep. Contoh berfungsi sebagai
penghubung antara abstraksi konsep dengan pengetahuan dan pengalaman yang
sebelumnya sudah dimiliki siswa. Contoh harus bermakna bagi siswa dan harus
sekonkrit mungkin.
e.
Memilih dan mengurutkan Berbagai Contoh dan
Bukan Contoh.
Berbagai contoh dan bukan
contoh yang dipilih untuk mengilustrasikan sebuah konsep sangat penting. Ketika
memilih sebuah contoh guru akan sering membuat atribut-atribut non esensial
konsep itu berbeda mungkin, hal ini akan membantu siswa untuk memfokuskan pada
atribut-atribut esensial yang sama pada setiap contoh. Sebagai contoh guru mau
mengembangkan konsep serangga, guru mungkin memasukkan kutu air dan semut yang
hidup lingkungan yang berbeda tetapi memiliki atribut esensial yang sama.
f.
Menggunakan Gambar-gambar Visual.
Gambar-gambar visual mempengaruhi
dan mendukung pembelajaran kosep. Gambar membantu siswa untuk cepat menemukan atribut-atribut esensial.
g.
Merencanakan Waktu dan Ruang.
Mengalokasikan waktu yang
cukup dan menggunakan ruang kelas adalah tugas guru sebagai perencana untuk
pembelajaran konsep. Waktu bergantung pada tingkat dan
kemampuan kognitif siswa dan kompleksnya konsep yang dibelajarkan.
Penggunaan ruang untuk pembelajaran konsep, guru lebih suka menggunakan formasi
tempat duduk baris dan lajur tradisional.
2.
Melaksanakan Pembelajaran Konsep.
a. Sintaks
pembelajaran pencapaian konsep memiliki tiga fase kegiatan (Joyce & Weills,
1996: 173) yaitu:
Fase pertama : Penyajian data dan
indentifikasi konsep
Prilaku guru dan siswa pada fase ini adalah sebagai berikut:
1) Guru menyajikan
contoh-contoh konsep yang sudah diberi label.
2)
Siswa membandingkan atribut-atribut dalam contoh
positif dan contoh negatif.
3)
Siswa menggeneralisasikan dan menguji hipotesis.
4)
Siswa membuat defenisi tentang konsep menurut
atribut-atribut esensial yang diketemukan.
Fase kedua: Menguji pencapaian konsep.
Perilaku guru dan siswa pada fase
kedua ini adalah:
1) Siswa
mengindentifikasi tambahan contoh yang tidak diberi label dengan mengatakan
“ya” atau “bukan”,
2) Guru menegaskan
hipotesis, nama konsep, dan menyatakan kembali defenisi konsep sesuai dengan
atribut-atribut esensial,
3) Siswa menemukan
contoh-contoh konsep.
Fase ketiga : Menganalisis strategi berpikir.
Perilaku guru dan siswa pada fase ini adalah:
1)
Siswa mengungkapkan apa yang dipikirkannya,
2)
Guru membantu siswa mendiskusikan hipotesis dan
atribut-atribut konsep,
3)
Siswa mendiskusikan tipe/jenis dan jumlah
hipotesis.
b.
Lingkungan Belajar
Pendekatan/model
pembelajaran ini memiliki struktur yang moderat. Guru melakukan pengendalian
terhadap aktivitas (pembelajaran berpusat pada guru), tetapi dapat dikembangkan
menjadi kegiatan dialog bebas dalam fase-fase itu. Interaksi antar siswa
digalakkan oleh guru. Selama pembelajaran guru diharapkan membantu siswa dalam
menemukan dan penyususn hipotesis untuk kemudian didiskusikan membandingkan
dengan hipotesis yang disusun oleh siswa lain. Dengan pengorganisasian kegiatan
itu diharapkan siswa akan lebih dapat memperlihatkan inisiatifnya untuk
melakukan proses induktif bersamaan dengan bertambahnya pengalaman dalam
melibatkan diri selama pembelajaran.
c. Evaluasi
Pendekatan
pembelajaran pencapaian konsep ini merupakan alat penilai yang baik, apabila
guru ingin menentukan apakah gagasan-gagasan penting yang telah diperkenalkan
sudah dikuasai siswa atau belum. Model pembelajran ini dengan cepat
mengungkapkan kedalaman pemahaman siswa dan juga dapat menguatkan pengetahuan
siswa sebelumnya.
Bentuk soal
yang digunakan dalam evaluasi pembelajaran pencapaian konsep adalah soal
pilihan ganda atau soal uraian singkat. Soal-soal dapat disesuaikan dengan
tujuan tes dan karakteristik siswa. Di lihat dari penggunaannya selama proses
pembelajaran, pendekatan/model pembelajaran pencapain konsep ini mempunyai
dampak pengajaran langsung (instructional effect) dan dampak pengajaran
pengiring (nuturant effect).
Sumber:
-
http://wwwpojokfisikauniflor.blogspot.com/2011/08/pendekatan-konseptual.html
Casino Games | Dr. Maryland
BalasHapusWhether 익산 출장샵 you're 계룡 출장마사지 a seasoned veteran 안산 출장샵 or just a seasoned gamer, here's what you 광주 출장샵 need to know about casino games, from table games to video 이천 출장안마 poker. Visit DMS