Kamis, 24 Maret 2011

KALIMANTAN SELATAN

KALIMANTAN SELATAN

Provinsi kalimantan selatan dipimpin seorang gubenur yang bernama Drs. H. RUDY ARIFIN, MM dan wakil gubenur nya yang bernama H. M ROSEHAN NB, SH
Propinsi Kalimantan Selatan dengan ibukotanya Banjarmasin terletak di sebelah selatan pulau Kalimantan dengan batas-batas: sebelah barat dengan propinsi Kalimantan Tengah, sebelah timur dengan Selat Makasar, sebelah selatan dengan Laut Jawa dan di sebelah utara dengan propinsi Kalimantan Timur.
Propinsi Kalimantan Selatan secara geografis terletak di antara 114 19" 33" BT - 116 33' 28 BT dan 1 21' 49" LS 1 10" 14" LS, dengan luas wilayah 37.377,53 km² atau hanya 6,98 persen dari luas pulau Kalimantan.
Daerah yang paling luas di propinsi Kalsel adalah Kabupaten Kotabaru dengan luas 13.044,50 km², kemudian Kabupaten Banjar dengan luas 5.039,90 km² dan Kabupaten Tabalong dengan luas 3.039,90 km², sedangkan daerah yang paling sempit adalah Kota Banjarmasin dengan luas 72,00 km².
Kalimantan Selatan secara geografi terletak di sebelah selatan pulau Kalimantan dengan luas wilayah 37.530,52 km2 atau 3.753.052 ha. Sampai dengan tahun 2004 membawahi kabupaten/kota sebanyak 11 kabupaten/kota dan pada tahun 2005 menjadi 13 kabupaten/kota sebagai akibat dari adanya pemekaran wilayah kabupaten Hulu Sungai Utara dengan Kabupaten Balangan dan Kabupaten Kotabaru dengan Kabupaten Tanah Bumbu.
Luas wilayah propinsi tersebut sudah termasuk wilayah laut propinsi dibandingkan propinsi Kalimantan Selatan. Luas wilayah masing-masing Kabupaten Tanah Laut 9,94 %; Tanah Bumbu 13,50%; Kotabaru 25,11%; Banjar 12,45%; Tapin 5,80%; Tabalong 9,59%; Balangan 5,00%; Batola 6,33%; Banjarbaru 0,97% dan Banjarmasin 0,19%. Secara rinci luas wilayah dan batas wilayah serta panjang garis pantai dapat dilihat pada tabel 1
Daerah aliran sungai yang terdapat di Propinsi Kalimantan Selatan adalah: Barito, Tabanio, Kintap, Satui, Kusan, Batulicin, Pulau Laut, Pulau Sebuku, Cantung, Sampanahan, Manunggal dan Cengal. Dan memiliki catchment area sebanyak 10 (sepuluh) lokasi yaitu Binuang, Tapin, Telaga Langsat, Mangkuang, Haruyan Dayak, Intangan, Kahakan, Jaro, Batulicin dan Riam Kanan.

Perekonomian di Kalimantan Selatan
Empat tahun terakhir, terjadi perubahan positif kondisi perekonomian di Kalimantan Selatan yang dapat dilihat dari besaran PDRB dengan rata-rata 5,71 persen, tahun 2009, angka kumulatif sampai triwulan III mencapai 5,04 persen dan sesuai data Badan Pusat Statistik (BPS) Kalsel, jumlah itu lebih tinggi dibandingkan angka nasional yakni 4,23 persen.
Sektor pertanian yang masih menjadi sektor andalan di Kalsel terus meningkat dari 5,11 persen tahun 2005 menjadi 6,48 persen tahun 2008. Pertumbuhan sektor pertanian ini terutama ditunjang oleh sub sektor tanaman bahan makanan dan perkebunan. Pertumbuhan subsektor tanaman bahan makanan tahun 2008 adalah 9,96 persen dan subsektor perkebunan tumbuh 4,26 persen.
Sementara itu, sektor pertambangan dan penggalian tumbuh tetap pada kisaran 7-8 persen. Untuk tahun 2008, komponen pertumbuhan yang besar adalah subsektor pertambangan tanpa migas sebesar 8,14 persen, sedangkan pertambangan minyak dan migas (migas) sendiri tumbuh negatif atau mengalami penurunan sebesar 0,94 persen.

Pada sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan mengalami pertumbuhan yang cukup bagus, dimana tahun 2005 masih tumbuh 1,49 persen dan terus meningkatkan menjadi 5,73 persen pada tahun 2008.
Nilai tambah perbankan dipengaruhi oleh kondisi moneter dan kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan perbankan serta perkembangan dunia usaha pada umumnya. Selanjutnya subsektor sewa pembangunan juga berperan sebagai pendorong utama dimana tumbuh 8,02 persen.
Dalam kurun waktu tahun 2005-triwulan III tahun2009, komponen konsumsi menjadi pendorong utama ekonomi Klasel (termasuk di dalamnya adalah konsumsi rumah tangga, konsumsi pemerintah dan lembaga nirlaba).
Bertambahnya penduduk dan meningkatnya daya beli masyarakat menyebabkan konsumsi rumah tangga. Pada tahun 2005 peranan komponen konsumsi yang mencapai 57,92 persen meningkat ,menjadi 58,88 persen pada triwulan III mengindikasikan selama kurun waktu tersebut terjadi peningkatan ukuran pasar (masket size).
Peningkatan konsumsi akan permintaan barang dan jasa meningkat dan mendorong produsen dan supplier meningkatkan jumlah produksi barang dan jasa. Seiring dengan meningkatnya produksi barang dan jasa terjadi pula peningkatan nilai tambah yang diciptakan, sehingga mengakibatkan perekonomian dapat tumbuh positif.
Gubernur Kalsel, Rudy Ariffin mengatakan, peran pemerintah terutama terkait dengan pengeluaran pemerintah (government expenditure) tercermin pada konsumsi pemerintah seperti menigkatnya gaji dan Honor PNS serta bertmbahnya jumlah pegawai dan investasi fisik pemerintah (pembangunan infrastruktur) dalam PMTB.
Kinerja ekspor yang membaik juga menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi bahkan semenjak tahun 2005 sampai triwulan III tahun 2009 terndnya terus meningkat seiring pertumbuhan ekonomi Kalsel.

Hambatan Pembangunan Daerah
Pembangunan infrastruktur di Indonesia mengalami pasang surut terutama saat Indonesia dilanda krisis ekonomi. Pembangunan infrastruktur mengalami hambatan pembiayaan karena sampai sejauh ini, titik berat pembangunan masih difokuskan pada investasi sektor-sektor yang dapat menghasilkan perputaran uang (cash money) yang tinggi dengan argumentasi bahwa hal itu diperlukan guna memulihkan perekonomian nasional.
Sedangkan pembangunan infrastruktur lebih difokuskan pada usaha perbaikan dan pemeliharaan saja. Dengan demikian dewasa ini, pembangunan infrastruktur kawasan timur Indonesia belum menjadi focus utama pembangunan.
Pada saat ini sudah hampir menjadi kesimpulan umum bahwa infrastruktur adalah fundamental perekonomian Indonesia. Bahwa daerah atau kawasan Indonesia Timur merupakan wilayah strategis guna membangkitkan potensi nasional. Oleh karena itu hari ini adalah saat yang tepat guna meletakkan kemauan bersama menyusun konsep pembangunan infrstruktur kawasan Timur Indonesia yang bersumber pada kesadaran penguasaan teknologi dan keunggulan sumberdaya daerah.
Pemetaan kebutuhan infrastruktur lima tahun ke depan berdasarkan jenis inftrastruktur seperti; jalan, listrik, gas, air bersih, pelabuhan, telekomunikasi, moda transportasi, dan lain-lain serta berdasarkan tipologi kewilayahan.
Perumusan pembiayaan infrastruktur dan sumber pembiayaannya.
Pengkajian kerangka regulasi yang ada dan merekomendasikan penyempurnaan kerangka tersebut guna mendukung prioritas pembangunan dan pembiayaan infrastruktur

Penyusunan strategi pembangunan dan pembiayaan infrastruktur ini diharapkan dapat menghasilkan peta pembangunan infrastruktur yang jelas di masa yang akan datang sehingga pemerintah mempunyai dokumen yang lengkap terhadap pembangunan infrastruktur.
Oleh karena itu, ruang lingkup dari penyusunan strategi ini mencakup seluruh aspek potensi ekonomi wilayah Indonesia Timur sebagai rumusan strategis pembangunan infrastruktur nasional, baik berdasarkan subsektor jenis infrastruktur dan maupun tipologi kewilayahan dengan basis pendekatan potensi.
Penyusunan strategi pembangunan dan pembiayaan infrastruktur kawasan timur Indonesia diharapkan dapat menghasilkan Master Plan di bidang infrastruktur yang akan mendukung skenario pembangunan era baru ekonomi Indonesia di masa yang akan datang. Master Plan ini diharapkan dapat memuat berbagai data dan informasi mengenai pembangunan dan pembiayaan infrastruktur berdasarkan skala prioritas pembangunan dan regulasi yang mendukung arah pembangunannya.
Cerminan pembangunan infrastruktur nasional adalah pembangunan infrastruktur di tiap wilayah atau propinsi di Indonesia. Perkembangan pembangunan infrastruktur di masing-masing pulau di Indonesia memperlihatkan perbedaan yang cukup berarti. Dominasi pembangunan infrastruktur sangat ditentukan oleh kondisi geograsfis dan demografis dari suatu wilayah.
Dominasi infrastruktur ini dapat mencerminkan pula tingkat aktivitas ekonomi dalam suatu wilayah. Perkembangan pembangunan infrastruktur untuk masing-masing pulau yang ada di Indonesia. Hal ini pula yang menjadi hambatan pembangunan infrastrukrur Kawasan Timur Indonesia.
Pada hal sejatinya jika Indonesia ingin percepatan mencapai kemajuan maka pendekatan potensi atau potential approach yaitu potensi yang mendorong tumbuhnya komoditas unggulan, hendaknya menjadi komintmen kuat terhadap pembangunan infrstruktur kawasan timur Indonesia.
Sebagaimana kita ketahui bahwa daerah Kalimantan Selatan sebagaimana daerah Kalimantan umumnya yang merupakan salah satu pulau terbesar yang ada di wilayah negara kita. Tingkat kepadatan pendudukanya relative rendah sehingga tidak dimungkinkan untuk melakukan pendekatan demographic dalam perencanaan pembangunan infrastukturnya.
Dengan jumlah penduduk yang mendiami wilayah ini hanya sebesar 6% dari total penduduk Indonesia, maka akan berdampak pada aktivitas ekonomi yang ada di wilayah ini. Kondisi semacam ini merupakan kondisi tipikal wilayah Indonesia Timur. Karenanya diperlukan langkah potential approach atau pendekatan potensial untuk pembangunan infrastrukturnya
Komoditas yang menjadi unggulan untuk wilayah ini adalah sektor pertambangan dan galian, sub sector perkebunan dan subsektor kehutanan. Ketiga sektor ini memberikan sumbangan besar bagi pendapatan nasional.
Dengan demikian terdapat pandangan berbeda mengenai pola perencanaan bahwa berdasarkan jumlah penduduk atau pendekatan demografik, aktivitas ekonomi unggulan yang tidak memerlukan banyak infrastruktur, maka akibatnya adalah persentase pembangunan infrastruktur di pulau ini lebih rendah dibandingkan pulau Jawa dan Sumatera.
Dilihat dari infrastruktur transportasi, pelabuhan laut lebih mendominasi dibandingkan dengan yang lainnya. Hal ini sangat wajar dengan kondisi geografis dari Kalimantan yang lebih banyak rawa dibandingkan dengan daratannya yang memungkinkan sektor pelabuhan laut dan lalulitas angkutan sungai, danau, dan penyeberangan lebih berkembang dibandingkan dengan transportasi darat.
Pembangunan jalan di pulau ini masih relative rendah bila dibandingkan dengan luas wilayah pulau ini. Hal ini sangat signifikan sekali dengan jumlah kendaraan yang berada di wilayah ini hanya sebesar 5,8% dari jumlah kendaraan yang ada di Indonesia. Hal ini pula yang menyebabkan rendahnya tingkat mobilitas dan tingginya biaya transportasi sehingga wilayah ini kehilangan daya saingnya dalam menarik investasi.
Pandangan keliru juga terdapat pada subsektor pertanian tanaman pangan dan pengairan. Dapat kita temukan fakta bahwa irigasi tidak menjadi salah satu fokus pembangunan infrastruktur karena wilayah ini bukan sebagai lumbung padi tetapi lebih cenderung pada komoditas kehutanan dan perkebunan.
Pada pada sisi lain kitapun memehami betul bahwa kondisi wilayah ini sangat dimungkinkan membangun jaringan irigasi guna menjadikan Kalimantan sebagai lumbung padi. Kita dapat belajar dan membandingkan kondisi wilayah ini dengan kondisi Vietnam yang petaninya lebih unggul dari petani kita bahkan tanpa proteksionisme perdagangan.
Saat ini akses masyarakat Kalimantan terhadap air bersih, hanya sebesar 44% yang dapat menikmati air bersih sedangkan sisanya belum mendapatkan akses terhadap air bersih.
Ini merupakan salah satu permasalahan yang harus menjadi perhatian, karena bila kondisi tersebut dibiarkan maka akan berdampak pada tingkat kesehatan dari masyarakat di Kalimantan. Bagaimana kita bisa mengembangkan sumber daya manusia yang handal dan mampu bersaing secara global bila tingkat hiegenitas masih rendah. Oleh karena itu akses terhadap air bersih perlu langkah prioritas pembangunan infrastrukturnya.
Demikian pula dengan subsektor telematika dan ketenagalistrikan perlu berpacu dengan irama pertumbuhan yang berkembang dengan pesat. Hal ini sejalan dinamika dan aktivitas dari masyarakat di pulau Kalimantan.
Pembukan lahan menjadi lahan pertanian yang notabene terjadi perubahan fungsi seringkali memicu kotroversi yang kontraproduktif, hendaknya dipelajari kembali dengan seksasama agar tidak terdapat resistensi pembangunan hanya sekadar penolakan emosional, namun sebaliknya kehilangan informasi berharga tentang potensi ekonomi yang mempunyai keunggulan tertentu.
Akhirnya kita juga mengapeal akan pentingnya kesadaran tentang pembangunan infrastruktur berkaitan dengan upaya strategis percepatan pertumbuhan ekonomi, hendaknya secara nyata mengurangi hambatan birokratis di semua lini baik pada tingkat pemerintah pusat maupun pada tingkat pemerintah daerah dan pemerintah kabupaten.
Satu catatan lagi bahwa upaya untuk melakukan perubahan pola pembangunan yang berbasis linier jumlah penduduk mejadi pendekatan berbasis potensi akan mendapat tantangan kuat politisi wilayah padat penduduk yang sudah kemaruk kepenakan. Jangan lupa bahwa mereka adalah mayoritas yang menentukan arah kebijakan.

Produk Unggulan Provinsi Kalimantan Selatan
Kalimantan Selatan merupakan daerah yang berada pada urutan ke delapan penyumbang devisa ekspor nonmigas secara nasional dari tiga puluh dua propinsi se-Indonesia. Hal Ini memperlihatkan bahwa perekonomian Kalsel tidak stagnan, tetapi cukup berkembang dan telah membawa dampak pada kemajuan daerah, terutama tingkat kesejahteraan masyarakatnya.
Ekspor nonmigas Kalsel selama lima tahun terakhir periode 2002-2006 memperlihatkan pertumbuhan menggembirakan. Ekspor tumbuh rata-rata 21,55 persen, berada di atas pertumbuhan ekspor nasional yang dipatok antara lima sampai tujuh persen. Bahkan dua tahun terakhir, yaitu tahun 2005 tumbuh 26,24 persen dengan perolehan devisa US $21 miliar. Sedangkan pada 2006, perolehan devisa meningkat menjadi US $26 miliar atau tumbuh 25,51 persen. Prestasi inilah yang menempatkan Kalsel menjadi salah satu penyumbang devisa ekspor nonmigas terbesar di Indonesia.
Realisasi nilai ekspor nonmigas Kalsel berdasarkan kelompok komoditi pada 2006, mencakup produk karet US $94,1 juta, produk kayu US $284 juta, produk rotan US $8,97 juta, produk perikanan US $11,9 juta, produk tambang US $1,7 miliar dan produk lainnya US $508, 2 juta. Sedangkan realisasi nilai ekspor dari Januari sampai Juli 2007 mencapai US $1,73 miliar, yang disumbang produk karet US $72,6 juta, produk kayu US $302,8 juta, produk rotan US$ 5,3 juta, produk perikanan US $11,1 juta, produk tambang US $1,2 miliar dan produk lainnya US$130,9 juta Show Room-Beberapa produk kerajinan yang dipamerkan di Show Room Dekranasda Kalimantan Selatan, di Jln A Yani Km 5,5 Banjarmasin.
Jika dibandingkan periode Januari hingga Juli 2007 dibandingkan periode yang sama pada 2006 lalu, terdapat kenaikan sekitar 9,22 persen, yakni dari US $1,58 miliar menjadi US $1,73 miliar. Kenaikan juga terjadi pada volume ekspor, yakni dari 36,7 juta ton menjadi 38,6 juta ton atau sekitar 4,5 persen. Kenaikan ini dikarenakan produk kayu yang realisasi ekspornya turun, namun produk polyester plywood bisa mendongkrak ekspor, karena harganya sangat bagus. Industri perkayuan di Kalsel telah memodifikasi mesinnya sehingga lebih efisien dan bisa menghasilkan produk olahan kayu yang nilai jualnya ekonomis. Ekspor yang menggembirakan ini mendorong perkembangan perekonomian Kalsel sehingga menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat sebagai dampak multiflier effect kemajuan ekspor.

Kerajinan, Komoditas Ekspor Potensial
Produk kerajinan menjadi salah satu komoditas ekspor Kalsel yang potensial dikembangkan, karena produk ini cukup diminati di pasar dunia sehingga permintaannya cukup besar. Namun produk kerajinan hingga kini masih belum mampu memenuhi permintaan pasar, akibat terkendala dengan masalah desain, kualitas produk dan lainnya, termasuk kesulitan memenuhi permintaan dalam jumlah besar.

Lampit- Beberapa Produk kerajian rotan yang berpotensi ekspor dan diminati pasar internasional.
Selain produk kerajinan, komoditas lain yang potensial dikembangkan adalah produk perikanan dan perhiasan, yang ke depan diharapkan bisa menggantikan kontribusi ekspor dari produk pertambangan, khususnya batubara.

Sebenarnya produk kerajinan asal Kalsel, selain produk karet dan kayu masih belum mampu memperlihatkan angka ekspor yang memuaskan, bahkan tidak terdata, namun kenyataannya produk tersebut dipasarkan ke luar negeri. Hal yang sama juga terjadi pada produk kopiah, yang sudah menembus pasar di Timur Tengah, khususnya Arab Saudi. Subardjo mengakui, usaha kecil dan mikro (UKM) kini telah merintis pasar ekspor, dengan produk makanan olahan, seperti Virgin Coconut Oil (VCO) ataupun keripik nangka, yang cukup diminati di Malaysia. Untuk membantu produk kerajinan ini menembus pasar ekspor, Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kalsel, lewat Pusat Pelatihan Promosi dan Ekspor Daerah (P3ED) telah membantu pelatihan bagi UKM, khususnya kerajinan agar bisa memperbaiki kualitas produknya.

Pendapatan Daerah
1. Intensifikasi dan Ekstensifikasi Pendapatan Daerah
Dalam rangka memenuhi pembiayaan pembangunan daerah untuk pelaksanaan pembangunan yang berkesinambungan di Provinsi Kalimantan Selatan, maka Pemerintah Provinsi berusaha terus menggali segala potensi dan sumber-sumber Pendapatan untuk terus dikembangkan pada tahun 2008, sesuai Permendagri No. 13 Tahun 2006  Jo. 59 Tahun 2007 tentang Pengeloan Keuangan Daerah dan Koridor UU Nomor 34 Tahun 2000 pengganti UU No. 18 Tahun 1997 tentang Pajak dan Retribusi Daerah sehingga Pendapatan Asli Daerah terus meningkat, dengan melalui kebijakan antara lain : Dengan mengintensifkan pendapatan dan mengektensifikasikan penerimaan daerah serta mengoptimalkan penggarapan sumber / potensi, peningkatan pelayanan kepada masyarakat dengan penyederhanaan prosedur serta peningkatan kualitas pengelolaan manajemen pendapatan daerah.



Secara umum Usaha Peningkatan Pendapatan Daerah Provinsi Kalimantan Selatan dilakukan melalui upaya Intensifikasi dan Ekstensifikasi diantaranya melakukan identifikasi produk hukum berkenaan dengan tarif pungutan, pendataan potensi pendapatan daerah dan memperhitungkan kembali kemungkinan revenue sharing atas penerimaan pusat yang masih menjadi hak daerah, sehingga kenaikan pendapatan daerah akan dapat terwujud untuk membiayai kegiatan pembangunan, pemerintahan dan kemasyarakatan.
Apresiasi terhadap peningkatan pendapatan daerah akan lebih mempunyai nilai tambah, apabila didukung oleh Peningkatan Pendapatan Asli Daerah. Kondisi ini akan memberikan warna tersendiri tentang kemandirian daerah itu sendiri. Oleh karenanya kondisi yang demikian sesuai dengan Visi dan Misi yang diemban.
2. Target dan Realisasi Pendapatan
Realiasi pendapatan daerah tahun anggaran 2008 telah melampaui target yang telah ditetapkan yaitu sebesar Rp. 1.875.512.776.977,701dari target yang telah ditetapkan sebesar Rp.1.508.420.000.000,001atau 124,34 %. Dimana Pendapatan Asli Daerah memberikan kontribusi kepada APBD sebesar Rp. 1.052.276.691.447,707atau 56,10 %, dan Dana Perimbangan memberikan kontribusi kepada APBD sebesar Rp. 790.997.258.079,006atau 42,17 %, serta Lain-Lain Pendapatan Daerah Yang Sah memberikan kontribusi kepada APBD sebesar Rp. 32.238.827.451,005atau sebesar 1,73 %.
Adapun bagian pos pos penerimaan daerah dapat dijelaskan sebagai berikut :
I. Bagian Pendapatan Asli Daerah
Realisasi Penerimaan dari PAD mencapai target yang telah ditetapkan yaitu sebesar Rp.1.052.276.691.447,707dari target yang ditetapkan sebesar Rp. 779.695.261.002,00 atau sebesar 134,96 % dengan perincian sebagai berikut :
a. Pos Pajak Daerah
1) Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) sebesar Rp. 207.359.243.422,00
2) Pajak Kendaraan Angkutan Atas Air (KA3) sebesar Rp. 664.000,00
3) Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (PBB-KB) sebesar Rp. 284.696.611.980,00
4) Bea Balik Nama Kendaraan Angkutan Atas Air (BBNKA3) sebesar Rp. 0,00
5) Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB) sebesar Rp. 403.612.639.600,40
6) Pajak Air Permukaan sebesar Rp. 4.108.161.610,00
7) Pajak Air Bawah Tanah sebesar Rp. 5.169.413.100,00.
Untuk Pos Pajak Daerah tahun anggaran ini telah melampaui target yang ditetapkan yaitu sebesar Rp.904.946.733.712,00 dari target yang ditetapkan sebesar Rp. 654.505.892.000,00 atau  sebesar 138,26 %.
Kenaikan Pajak Daerah disebabkan :
1. Semakin baiknya iklim investasi di Kalimantan Selatan terutama dibidang pertambangan batubara dan perkebunan, hal ini terbukti dengan diperolehnya penghargaan dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan di bidang investasi, hal inilah yang membawa multi player effect kepada perekonomian Kalimantan Selatan, sehingga berpengaruh terhadap pendapatan masyarakat Kalimantan Selatan baik langsung maupun tidak langsung.
2. Semakin mudahnya persyaratan pembelian kendaraan bermotor oleh Lembaga Keuangan.
3. Disamping itu juga kurang memadainya sarana dan prasarana transfortasi umum, sehingga masyarakat cenderung untuk memiliki kendaraan sendiri, terutama kendaraan roda dua (R 2).
Beberapa hal tersebut diatas yang mendorong masyarakat dan pengusaha untuk membeli Kendaraan Bermotor, dampak inilah yang menyebabkan penerimaan pajak daerah terutama dari Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) dan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB), mengalami peningkatan yang cukup tajam.

b. Pos Retribusi Daerah
1) Retribusi Jasa Umum sebesar Rp. 16.257.320.984,00
2) Retribusi jasa Usaha sebesar Rp. 2.553.063.559,00
3) Retribusi Perijinan Tertentu sebesar Rp. 3.296.358.604,00.
Untuk penerimaan dari Pos Retribusi Daerah secara umum telah mencapai target sebagaimana ditetapkan dalam APBD tahun anggaran 2008 sebesar Rp. 22.106.743.147,007dari target  sebesar Rp.20.305.688.700,007atau sebesar 108,87 %.
c. Pos Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah Yang Dipisahkan
1) PD. Bangun Banua sebesar Rp. 1.000.000.000,00
2) Bank Pembangunan Daerah (BPD) Provinsi Kalimantan Selatan sebesar Rp. 17.645.798.996,00
3) PD. BPR Provinsi Kalimantan Selatan sebesar Rp. 331.419.539,00
4) Asuransi ASKRIDA sebesar Rp. 23.308.749,00.

Untuk penerimaan dari Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah Yang Dipisahkan secara keseluruhan realisasi penerimaannya telah melampaui target yaitu Rp. 19.000.527.284,00 dari target sebesar Rp.18.646.830.502,00 atau 101,90 %.
d. Pos Lain-Lain Pendapatan Asli Daerah Yang Sah
1) Hasil Penjualan Aset Daerah Yang Tidak Dipisahkan sebesar Rp. 47.000.000,00
2) Pendapatan Hasil Eksekusi Atas Jaminan sebesar Rp. 52.754.161,00
3) Jasa Giro sebesar Rp. 24.205.293.438,70
4) Pendapatan Denda Atas Keterlambatan Pekerjaan sebesar Rp. 2.844.100,00
5) Pendapatan Denda Keterlambatan Penyerahan Barang sebesar Rp. 19.123.376,00
6) Hasil Pemeriksaan BPKRI No. 35/S/XIV.6/02/2007 sebesar Rp. 0,00
7) Pendapatan Denda Pajak sebesar Rp. 7.603.582.272,00
8) Pendapatan Denda Retribusi sebesar Rp. 0,00
9) Pendapatan Dari Pengembalian Kelebihan Pembayaran Gaji dan Tunjangan sebesar Rp. 137.488.709,00
10)Pendapatan Dari Pengembalian Kelebihan Pembayaran Perjalanan Dinas sebesar Rp. 225.541.300,00
11)Fasilitas Sosial dan Fasilitas Umum sebesar Rp. 15.756.000,00
12)Pendapatan Dari Angsuran / Cicilan Penjualan sebesar Rp. 615.112.870,00
13)Penerimaan Yang Tak Tertampung sebesar Rp. 930.215.395,00
14)Tuntutan Ganti Kerugian Daerah sebesar Rp. 1.763.497.800,00
15)Rumah Sakit Umum Daerah Ulin Banjarmasin sebesar Rp. 70.604.477.883,00.
Untuk realisasi penerimaan dari pos Lain-Lain Pendapatan Asli Daerah Yang Sah sebesar Rp.106.222.687.304,70 dari target sebesar Rp. 86.236.849.800,003atau 123,18 %.
II. Bagian Dana Perimbangan
Realisasi Penerimaan dari Dana Perimbangan pada tahun anggaran 2008 telah melampaui target sebesar Rp.790.997.258.079,0023dari target sebesar Rp. 709.341.663.760,005atau 111,51 % dengan perincian komponen penerimaan sebagai berikut :
a. Bagi Hasil Pajak dan Bagi Hasil Bukan Pajak
1) Bagi Hasil Pajak sebesar Rp. 114.685.226.300,00
2) Bagi Hasil Bukan Pajak sebesar Rp. 173.713.824.579,00.
Untuk realisasi penerimaan dari Bagi Hasil Pajak dan Bagi Hasil Bukan Pajak tahun anggaran 2008 sebesar Rp. 288.399.050.879,001atau 139,50 % dari target pada APBD  tahun anggaran 2008 sebesar Rp.206.743.445.760,00.


b. Dana Alokasi Umum
Adapun realisasi penerimaan dari Dana Alokasi Umum sebesar Rp.466.559.207.200,004 telah melampui target yang telah ditetapkan sebesar Rp. 466.559.218.000,00 atau sebesar 99,999998 %.
c. Dana Alokasi Khusus
Adapun realisasi penerimaan dari Dana Alokasi Khusus sebesar Rp. 36.039.000.000,00 dengan target perubahan yang telah ditetapkan sebesar Rp. 36.039.000.000,00 atau sebesar 100,00 %.
III. Lain-Lain Pendapatan Daerah Yang Sah
Pada komponen penerimaan Lain-Lain Pendapatan Daerah Yang Sah Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan pada Tahun Anggaran 2008 telah terealisasi sebesar Rp. 32.238.827.451,00 dari target sebesar Rp.19.383.075.238,00 atau 166,32 %.50.000.000.000,0
a. Pendapatan Hibah sebesar Rp. 32.238.827.451,00
1. Pendapatan Hibah dari Badan / Lembaga / Organisasi Swasta Dalam Negeri sebesar Rp.32.113.593.451,00
2. Pendapatan Hibah dari Kelompok Masyarakat / Perorangan sebesar Rp. 125.234.000,00

Faktor Keberhasilan Pembangunan Daerah
Keberhasilan suatu daerah dalam melaksanakan pembangunan merupakan suatu hasil bersinerginya modal sosial masyarakat, pengelolaan sumberdaya alam yang optimal, dan tata kelola pemerintahan yang baik (good governanace). Terlepas dari pilihan paradigma pembangunan, apabila ketiga faktor tersebut dapat diarahkan menjadi suatu gerak yang selaras dan seimbang dalam melaksanakan pembangunan, maka keberhasilan suatu daerah akan dapat dirasakan oleh masyarakat secara keseluruhan.
Berdasarkan advertorial Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan, sebagai Laporan Khusus, yang dimuat Banjarmasin Post tanggal 14 April 2008 halaman 6 dalam satu lembar penuh dan berwarna, dengan maksud menunjukkan keberhasilan kepemimpinan masa Gubernur Rudy Ariffin, dengan menunjukkan 8 indikator yang dianggap sebagai keberhasilan. Apakah cukup dan layak 8 indikator tersebut menunjukkan kemajuan yang dicapai Kalimantan Selatan pada masa kepemimpinan Rudy Ariffin, sebagai mana judulnya. Memperhatikan 8 indikator tersebut, terdapat 3 indikator yang bersifat seremonial yang indah dalam bentuk penghargaan; penghargaan dalam bidang pendidikan, penghargaan Kontak Tani dan Nelayan Andalan (KTNA) Nasional, dan penghargaan atas keberhasilan dalam kegiatan Gerhan/GNRHL (Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan).
Indikator penghargaan ini sebenarnya hanya dapat dikatakan sebagai wujud cambukan bagi pemerintah daerah untuk lebih bekerja keras dalam bidang-bidang tersebut, karena penghargaan bisa saja tidak mempunyai korelasi dengan keadaan yang sebenarnya, seperti dalam bidang pendidikan di mana Kalsel harus berusaha menjadikan 21.177 orang tenaga pendidik untuk memiliki kualifikasi layak mengajar. Di samping itu, masih ada manusia Kalsel yang harus ikut program pemberantasan buta huruf sebanyak 44.242 orang dan masih terdapat 7.202 ruang belajar mengalami rusak ringan dan 5.036 rusak berat. Keadaan ini tentu bukan sesuatu yang ringan untuk diatasi dan diselesaikan dalam waktu singkat. Begitu juga dengan kondisi hutan dan lahan Kalsel yang mempunyai lahan kritis lebih dari 500 ribu hektar, sementara rehabilitasi yang dapat dicapai sangat jauh dari pertambahan lahan kritis.
Sedangkan indikator keberhasilan dalam mengatasi kemiskinan yang mengacu pada Indeks Kemiskinan Manusia (IKM) yang menempatkan Kalsel pada rangking ke-3 dari 33 provinsi setelah DKI Jakarta dan Bali, seakan ingin mengatakan bahwa tingkat kemiskinan sebesar 31,22 persen atau sekitar 994.956 jiwa Rakyat Kalsel pada 2007 berada di bawah garis kemiskinan sudah dapat diatasi. Hal ini terlalu menyederhanakan persoalan kemiskinan di Kalsel, yang seolah hanya dengan membalik telapak tangan, dan terkesan ingin membantah indikator IPM Kalsel yang sangat rendah dengan IKM Kalsel dengan urutan termakmur ke-3 dari 33 provinsi di Indonesia.
Mengatasi kemiskinan sejalan dengan Millenium Development Goals (MDG`s), yang dicanangkan PBB dan Indonesia sudah meratifikasinya. MDG`s menargetkan 2015 kemiskinan harus sudah dapat dihapuskan, sehingga Kalsel masih mempunyai waktu sekitar 7 tahun untuk bekerja secara sungguh-sungguh untuk berupaya menghapus kemiskinan. Kalsel yang mengandung 31,22 persen orang miskin, pemerintahan harus mampu minimal menghapus 4 – 5 % angka kemiskinan setiap tahunnya hingga tahun 2015. Di sini jelas, bukan hanya pemerintahan saat ini saja yang bertanggung jawab terhadap penghapusan kemiskinan, tapi paling tidak pemerintahan provinsi Kalsel saat ini dapat mengurangi angka kemiskinan tersebut meskipun secara minimal sesuai tahun berjalan.
Dalam indikator IPM, dengan mengatakan bahwa trend IPM yang terus meningkat, terkesan ingin menyembunyikan bahwa Kalsel berada di urutan ke-26 dari 33 provinsi, yang sebenarnya memberikan gambaran betapa rendah dan buruknya berbagai aspek yang diperhitungkan, seperti pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan. IPM ini sangat berhubungan dengan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance), sehingga bila rendah lebih menunjukkan pemerintahan dijalankan dengan cara buruk (bad governance). Beberapa berita tentang gizi buruk yang dialamai oleh beberapa bayi, dan diantaranya ada yang sampai meninggal dunia, merupakan suatu pesan bagaimana kondisi bidang kesehatan dan kesejahteraan daerah yang kaya sumberdaya alam ini, salah satunya bayi Naila (4) yang meninggal dalam keadaan gizi buruk yang menjadi headline B.Post tanggal 5 April 2008 dengan “Umur Naila Sudah Sampai” setelah sempat mendapat perawatan di RSUD Banjarbaru. Hal yang sama dialami M. Fajarudin (1,5) yang meninggal tahun 2007. Kasus gizi buruk juga terjadi di sejumlah daerah Kalsel lainnya, seperti di HST dan Barito Kuala.
Dalam peningkatan produksi beras, yang menempatkan Kalsel pada rangking ke-2 se-Indonesia dan rangking ke-8 produksi beras nasional, memang patut disyukuri dan dibanggakan, tapi seberapa besar hal tersebut dalam meningkatkan kesejahteraan petaninya. Keadaan petani masih jauh dari kesejahteraan, mereka masih dihadapkan dengan berbagai permasalahan, seperti kelangkaan pupuk dan harga jual yang rendah saat panen.
Dalam bidang ekonomi, dengan indikator meningkat tajam laju pertumbuhan ekonomi pada tahun 2007 dan produk domestik regional bruto (PDRB), merupakan indikator kemajuan terbatas pada kalangan tertentu. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi tidak selalu mampu dibarengi dengan pemerataan pendapatan masyarakat, bisa saja yang kaya semakin kaya sehingga yang miskin bertambah jumlahnya dan semakin miskin. Sehingga dampaknya kepada tingkat kesejahteraan masyarakat masih sangat terbatas bagi kalangan tertentu saja.
Jadi, indikator-indikator yang dianggap mendukung klaim kemajuan yang dicapai Kalimantan Selatan masa pemerintahan gubernur Rudy Ariffin, cenderung menyembunyikan permasalahan yang sedang dihadapi daerah ini dan permasalahan yang potensial dihadapi pada masa yang akan datang. Indikator-indikator tersebut tidak dapat memberikan gambaran yang utuh dan gamblang apa saja yang sudah dilakukan oleh pemerintahan saat ini, dan juga seakan tidak membuka ruang untuk melibatkan seluruh potensi masyarakat untuk terlibat dalam kemajuan daerah ini. Gubernur Rudy Ariffin harusnya mampu memanfaatkan potensi Unlam dan perguruan tinggi lainnya dalam menganalisis keadaan daerah, program pemerintah baik perencanaan maupun pelaksanaannya, dan tentang indikator-indikator yang layak untuk disampaikan kepada masyarakat. Apa yang masih belum dapat dicapai pemerintah, bukan berarti pemerintahan ini buruk dan gagal, tapi dengan kejujuran akan mampu mendorong masyarakat untuk berpartisipasi karena mereka tahu bahwa pemerintahan ini membutuhkan mereka.